Author (POV)
Dua hari telah berlalu setelah acara lamaran yang di ajukan oleh Hilman, namun sampai sekarang Syafa belum memberi jawaban apapun untuk laki-laki itu, resah dan gelisah itulah yang rasakan pria berusia 34th tersebut.Seperti pagi ini, Hilman terlihat tidak menikmati sarapan paginya. Ketiga anaknya menatapnya penuh dengan tanya, terutama si sulung Ed, Lily gadis itu hanya cuek menatap Ayahnya. berbeda dengan si bungsu Donny, anak kecil itu menatap Ayahnya khawatir.
"Ayah itu makanannya kenapa tidak dimakan?" Tanya Donny.
"Jangan mengganggu Ayah Don, habiskanlah sarapanmu." Ujar si sulung Ed,
"Ayah, Ayah baik-baik saja?" Lagi-lagi si bungsu Zain tidak menghiraukan tenguran abangnya.
"Donny, kau dengar apa kata abangkan?" Tanya Ed dengan nada bicara yg tidak lagi sama.
"Ed," Tiba-tiba Hilman menatap Ed dengan tatapan menghentikan.
"Ayah tidak apa-apa Donny, kau tidak perlu menghawatirkan Ayah. sekarang habiskan sarapan mu habis itu kita berangkat." Ujar Hilman.
"Apakah Ayah sedang memikirkan calon Bundanya Donny, bang Ed, sama kak Lily?" Tanya Donny lagi.
"Calon Bunda, apa maksud Donny Yah,?" Tanya Ed menatap Hilman tajam.
"Bahkan Mama sama Ayah belum genap enam tahun bercerai." Tambah Lily lagi.
"Enam tahun itu sudah cukup lama Ly, dan Donny membutuhkan sosok ibu, apa kalian tidak merasa kasihan dengan Donny?" Tanya Hilman dengan santainya.
"Tapi Yah,"
"Dengan atau tanpa persetujuan kalian, Ayah tetap akan menikah. Karena Donny membutuhkan figur seorang ibu," Ujar Hilman, dia meraih jemari mungil Donny dan meninggalkan kedua anaknya.
"Bagaimanapun juga aku tak suka jika Ayah menikah lagi,"Ujar Lily dengan wajah yang di tekuk.
**
Syafa berjalan menuju tempat dia mengajar, ya Syafa adalah seorang guru agama. Dengan wajah cantiknya yang dihiasi senyuman kepada para muridnya, Syafa mengambil tempat di meja khusus miliknya,
"Ayo di buka bukunya halaman 13," Ujarnya dengan suara lembutnya.Dengan sabar Syafa mengajar murid-murid kelas tiga sekolah dasar, sampai waktu pukul sebelas siang akhirnya bell berdenting tandanya aktifitas belajar mengajar telah usai.
"Semuanya rapikan alat tulisnya ya, jangan sampai ada yang tertinggal." Ujar Syafa.
"Iya Buguru," sambut para muridnya.
"Sebelum keluar berdia dulu. Dan keluarnya yang rapih jangan saling dorong." Tambahnya lagi.
Semua muridnya menurut, dan sesaat sudah selesai berdua semua berbaris dan satu-persatu keluar.
**
Syafa (POP)Aku menatap anak muridku yang kini telah berlarian menuju jemputan masing-masing, aku tersenyum menatap mereka. Bagaimanakah rasanya memiliki anak dan menjemput mereka saat sekolah seperti ini? Astagfirulloh, apa yang aku pikirkan. Aku menepuk pelan kepalaku yang tertutupi jilbab.
Aku berjalan menuju gerbang, seandainya aku sudah bersuami mungkin akan terasa beda saat ada yang menunggu ku di depan gerbang sekolah dengan senyuman, atau ada yang ku tunggu di rumah. Astagfirullohalazim ada apa denganku sampai pikiran ku terus melayang-layang seperti ini.
"Assalamualaikum" Aku terkesiap mendengar suara tersebut, seperti kenal dengan suaranya. Aku mengangkat wajahku dan menemukan pria yang dua hari lalu datang kerumahku.
"Waalaikumsalam," Balasku dan menaikkan wajahku sedikit. Astagfirullohalazim.
"Ayah," Teriak seseorang dari belakangku. Dan seketika seorang anak kecil telah berada di gendongan Hilman, ya pria yang mengucap assalamualaikum itu adalah Hilman.
"Ayah, apakah ibu guru cantik ini yang akan menjadi Bundanya Donny?" Aku terkesiap mendengar bisikan anak kecil yang kuyakini adalah anak dari Hilman.
"Tanyakan saja dengan ibu guru cantiknya," Balas Hilman. Apa yang dia lakukan.
"Ibu guru cantik apakah ibu adalah calon Bundanya Donny.?" Tanya anak kecil yang bernama Donny tersebut. Aku gelagapan dan aku tak tahu harus menjawab apa, lagipula aku masih punya waktu lima hari lagi untuk memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan padanya.
"Insya Allah, jika Tuhan berkehendak. Saya permisi," Ujarku langsung menaiki angkutan umum yang searah dengan rumahku. Bukan aku sombong, hanya saja aku tahu betul tidak boleh terlalu dekat dengan pria sebelum pria itu benar-benar sah menjadi suamiku, ini ku dapatkan dari pengajian minggu yang selalu ku hadiri. Dan aku tidak bermaksud sok alim atau apapun itu.
**
Hilman (POP)Aku menggendong Donny memasuki rumah, sejak tadi mulut mungilnya tidak henti-hentinya berkata jika Syafa sangat cantik. Aku hanya tersenyum mendengarkan ocehannya, bahkan dia mengatakan jika Syafa itu seperti bidadari.
Yang menurutku dia memang begitu, aku tahu ini berlebihan dengan berkata demikian.
"Ah Ayah, Donny sangat senang bertemu Bunda tadi, nanti kalau Ayah bertemu Bunda lagi, Ayah harus ajak Donny." Putusnya tanpa jeda."Bang, abang harus lihat calon Bundanya Donny. Karena sangat cantik apalagi rambutnya tertutup kain panjang yang semakin membuat Bundanya Donny semakin Cantik." Ujar Donny dengan rona bahagianya.
"Apakah dia lebih baik dari Mama?" Tanya Lily dengan wajahnya yang sama dengan pagi tadi.
"Hmm, apakah calon Bundanya Donny memiliki senyuman yang cantik?" Tanya Ed dengan senyuman. Aku tersenyum melihat perubahan anak sulungku, Ya dibanding Lily, Ed memang lebih mudah diatur.
"Sangat bang, Bunda terlihat seperti bidadari-bidadari di telivisi itu, pokoknya kalau abang lihat pasti abang percaya Bundanya Donny itu bidadari." Balas Donny dengan antusias.
"Apakah abang juga boleh memanggil Bundanya Donny bunda,?" Tanya Ed, aku tersenyum. Berarti aku tinggal meyakinkan Lily, karena Ed mulai terbuka dan menerima Syafa sebagai ibu barunya,
Dan aku sangat berharap kedepannya kami akan menjadi keluarga yang bahagia. Aku melakukan ini bukan semata-mata untuk ku, melainkan aku memikirkan kehidupan ke tiga anakku kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Terakhir
SpiritualJika dulu aku berharap memiliki suami yang bisa membimbingku dan seorang yang sendiri akan datang melamarku, maka sekarang semuanya berbeda. Seorang pria yg masih gagah di umurnya yang mungkin telah berkisar 34th datang dan memintaku menjadi istri...