SyafaPagi ini aku terbangun pukul tiga subuh. Sholat istikharah menjadi tujuanku untuk saat ini, karena hari ini adalah hari terakhir untuk aku memberi jawaban untuk lamaran Hilman, tepatnya ba'da isya nanti malam, dia dan orangtuanya akan datang kembali untuk meminta jawabanku.
Kuambil whudu dan segera mengambil mukena, bersiap untuk meminta petunjuk kepada sang khalik atas pria yang kini datang untuk menghitbah ku.
Assalamu'alaikum warohmatulloh wabarakatuh, aku mengusap wajahku saat sholat ku telah usai. Kupanjatkan doa meminta petunjuk untuk laki-laki yang datang melamarku. semoga apapun jawabanku, itulah yang terbaik untuk semuanya.
**
Aku masih memantapkan diri di hadapan meja rias kamarku, ya keluarga Hilman sudah berada diruang tamu rumahku, dan seluruh keluargakupun sudah berkumpul. Mengapa tiba-tiba jantungku berdetak lebih kencang, aku meraba dadaku tepat di atas debaran yang tiba-tiba saja menjadi tak wajar ini.
Ku dengar pintu kamar yang berderit, kutolehkan wajahku dan melihat kakak keduaku Rahma, dia tersenyum padaku. Senyuman milik ibu ada disana.
"Apakah kau sudah siap Syafa?" Tanyanya masih dengan senyuman menenangkan milik Umi."Aku sudah sholat isthikarah 7 malam terakhir, tetapi yang kurasakan sekarang justru detakan jantungku yang tak wajarlah yang mendominasi kak." Ujarku menunduk.
"Kakak sudah dengar dari Ayah dan juga Umi. Dan menurut kakak Hilman pria yang baik terlepas dari statusnya yang seorang Duda dan memiliki tiga anak" Ujar kak Rahma lembut. Apakah aku memang harus menerimanya?
"Dari sekian banyak laki-laki yang sudah datang hanya dialah yang sanggup menerima syarat dari Ayah. Dan Ayah telah menyatakan dia lulus atas semua syarat itu sendiri," Aku melongo diam, jadi dia mampu memenuhi syarat-syarat yang Ayah ajukan. Bahkan aku tak menyangka melihat penampilannya yang mahal dengan jass armaninya, Ya sesungguhnya penampilan itu memang bisa menipu. siapa tahu dulunya dia seorang yang lulusan sekolah islam, mengingat syarat Ayah adalah minimal pasih dalam membaca alqur'an lengkap dengan tajwidnya. Kalau begini apa aku bisa untuk tidak menerimanya? ditambah dengan semua pendapat keluargaku yang dengan tangan terbuka telah menerimanya.
**
HilmanRasanya seluruh tubuhku menjadi tegang. bagaimana tidak, Kini seluruh keluarga ku dan keluarga wanita yang telah ku lamar sudah berkumpul. Aku tegang bukan karena takut akan syarat yang di ajukan oleh Ayah dari Syafa, tetapi aku tegang karena kepasihanku dalam membaca alqur'an tidaklah menjadi jaminan akan lamaran ku yang di terima.
Sesungguhnya aku begitu was-was sejak kepergian kakak keduanya untuk memanggilnya. Hampir setengah jam aku menunggu dan belum melihat kedatangan keduanya. Kulirik Donny, Ed dan juga Lily. Jika aku menemukan di wajah Ed, sebuah wajah yang penasaran, berbanding balik dengan wajah putriku Lily yang sejak tadi di tekuk tidak suka dengan acara yang tengah berlangsung ini.
seperti kata pepatah meski menunggu itu sangat membosankan tetapi pasti ada batas waktunya, dan kini aku melihat wanita itu diiringi oleh saudarinya menuju tempat kami duduk. Dengan pakaiannya yang serba tertutup dan wajahnya yang tertunduk, aku bersumpah aku belum pernah menatap wajahnya dengan waktu yang cukup lama. Karena saat pandangan kami bertemu 3 detik setelahnya dia sudah merundukan wajahnya kembali. Memandangi lantai yang kurasa lebih menarik dari wajahku yang masih sangat tampan.
Dia duduk diantara Ayah dan ibunya, masih dengan wajah yang tertunduk. "Bunda, kapan Bunda ikut Donny sama Ayah kerumah kami?" Aku tersendak mendengar penuturan si kecil Donny.
"Donny, tidak boleh begitu sayang. Kan Eyang sama Ayah tidak pernah mengajari Donny untuk bicara seperti itu," Aku hanya diam saat Mama menasehati cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Terakhir
SpiritualJika dulu aku berharap memiliki suami yang bisa membimbingku dan seorang yang sendiri akan datang melamarku, maka sekarang semuanya berbeda. Seorang pria yg masih gagah di umurnya yang mungkin telah berkisar 34th datang dan memintaku menjadi istri...