TANPAMU
Author
Seminggu sudah Syafa tanpa Hilman, dan wanita itu kini terlihat kacau, ya memang Hilman sering berkunjung, namun rasanya tetaplah berbeda karena Hilman tidak lagi tidur bersama dengannya. Hilman pria itu tak kalah kacau dari Syafa, bahkan Donny putra bungsunya yang tiap hari merengek menanyakan Syafa, kini diabaikan olehnya.
Ed, dia sungguh kasihan dengan keadaan Hilman, namun ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Sementara Lily gadis itu seakan membutakan penglihatannya terhadap kejadian di keluarga Zain. saat ini dia lebih memilih mengunjungi Vania di apartemen wanita itu .
"Bagaimana keadaan Ayahmu?" Tanya Vania datar.
"Ayah terlihat buruk dengan perginya wanita itu." Balas Lily acuh.
"Mam, bisakah Mama kembali lagi pada Ayah?" Bukannya menjawab Vania justru tertawa renyah.
"Hahaha, kamu tidak sedang panaskan sayang? Mama tidak akan pernah kembali lagi sama Ayahmu" Ujar Vania santai.
"Tapikan, Lily sudah melakukan semua yang Mama perintahkan" Ujarnya menautkan kedua alis tebalnya. Wanita timur memang selalu memiliki alis mata yang cukup tebal.
"Ayahmu tidak akan sudi kembali dengan Mama Ly, Ayahmu mau menerima Donny saja itu merupakan sebuah keajaiban," Ujar Vania. Vania tiba-tiba terlihat murung.
"Maksud Mama,?" Tanya Lily semakin bingung.
"Ah Nanti kau akan mengerti, sekarang pulanglah. Mama mau pergi," Ujar Vania lagi.
"Pergi Mam, Bahkan aku baru tiba 5 menit yang lalu," Ujar Lily tidak percaya.
"Terserah padamu sayang, silahkan jika kau ingin tetap disini. Yang jelas Mama akan pergi karena David sudah ada di bawah menunggu Mama," Vania bergegas dan Lily mengikuti dari belakang.
Lily terkejut saat melihat Vania yang dengan santainya mengecup bibir pria di hadapannya, bahkan mereka tidak malu dengan lidah yang saling menaut itu, Lily meneteskan airmatanya saat melihat kelakuan Vania.
"Kau tidak seharusnya melihat itu semua Lily," Suara itu seakan mengembalikan Lily kedunia nyata. Lily membalikkan tubuhnya dan menatap seseorang di hadapannya.
"Kakak," Dengan segera tubuhnya menubruk tubuh yang mulai membentuk tersebut.
"Jangan katakan apapun, Sekarang kita pulang," Ujarnya.
"Apa yang Mama lakukan terhadap pria itu kak Ed?" Tanya Lily sesenggukan di dalam pelukan Ed, ya pria itu adalah Ed.
"Aku sudah katakan, jangan bertanya. sekarang kita pulang," Ujar Ed membimbingnya menuju mobil.
Selama perjalanan Lily tidak henti-hentinya menangis, bahkan dia tidak berhenti untuk berbicara dan menanyakan atas apa yang dia lihat. Ed anak remaja itu hanya berkata
"Nanti setelah dewasa kau akan mengerti" Hanya kata itu yang di ucapkan Ed.**
Syafa
Aku masih setia berada di dalam taksi ini, memperhatikan rumah besar yg 6 hari lalu aku tinggali. Rasanya aku tidak sabar ingin melihat ketiga anakku untuk pulang. Memang semenjak kepindahanku aku selalu datang kerumah mas Hilman tanpa sepengetahuannya. Aku akan merasa lebih baik saat melihat tawa mereka, terutama Donny, aku merasa beban yang aku tanggung menguap begitu saja saat melihat mereka tertawa bahagia.
Aku tersenyum melihat mobil Ed yang kini memasuki pagar, Namun senyum ku seketika surut saat melihat Lily yang keluar dari dalam mobil Ed dengan derai airmata. Ada apa dengan putriku itu? kulihat Ed merangkul Lily kedalam rangkulannya. Ingin rasanya aku keluar dan merangkul Lily, menanyakan apa yang sudah terjadi.
Putraku Ed terlihat sangat dewasa, dia terlihat menenangkan putriku. Aku percaya Ed akan menjadi abang yang baik dan melindungi nantinya, mereka memasuki rumah. Aku melirik sekali lagi ke dalam pintu gerbang rumah mas Hilman.
"Mari pak kita pergi," Ujarku menghapus airmata yang tanpa kurasakan sudah menganak di kedua pipiku.
"Maaf non, kenapa anda setiap hari mengajak saya kesini. Maaf kalau saya lancang," Ujar si bapak supir taksi. Ya, selama 1 minggu ini aku memang berlangganan taksi dengan bapak supir taksi ini.
"Tidak apa-apa pak," Ujarku.
"Lalu kenapa non, terus menatap rumah besar itu, bahkan anda akan mengajak pulang setelah penghuninya tiba," Ujar si bapak lagi.
"Mereka anak-anakku pak." Ujarku mengingat wajah kusam sembab milik Lily, Apa yang terjadi pada putri egoisku itu ya Allah?
"Astaga, bahkan nona terlihat masih seperti gadis. Apakah yang pria juga anaknya non,?" Aku tersenyun kepada si bapak.
"Ya, Mereka memang bukan anak yang lahir dari rahim saya pak, tapi mereka anak saya karena saya telah menikah dengan Ayah mereka," Ujarku lagi.
"Jadi anak tiri anda nona, Lalu mengapa anda tidak masuk kerumah tadi? Maaf non," Ujarnya.
"Kami lagi ada masalah, jadi sementara saya tinggal di apartement suami saya," Ujarku.
"Kalau begitu maafkan saya non," ujar si bapak supir lagi.
"Tidak apa-apa pak," Balas ku lagi.
Aku turun dari taksi saat sudah sampai apartemen. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada si Bapak supir.
**
Hilman
Aku kaget melihat Ed dan Lily saat masuk dengan keadaan wajahnya Lily yang di penuhi airmata, ada apa dengan Lily, pagi tadi dia berangkat dengan wajah yang begitu ceria. Lalu mengapa sekarang wajah itu terlihat begitu terluka? Pertanyaan demi pertanyam bermunculan di otakku tiba-tiba.
Aku menatap Ed, "Lily, tidak apaa-apa Ayah,"
Ujar Ed, tentu aku tidak semudah itu percaya.
"Ayah akan pergi sebentar Ed, tolong kamu jaga Lily. Donny akan Ayah bawa," Aku berujar sambil melirik wajah Kedua anakku.
"Apa Ayah akan menemui istri Ayah lagi,?"Tanya Lily.
"Belum cukupkah pengusiran yang kamu lakukan Ly, Apakah kamu juga menginginkan Ayah untuk menelantarkan istri Ayah sendiri?" Aku sebisa mungkin menahan emosiku yang belakangan memuncak akibat putriku ini.
"Apa Ayah tidak ingin tahu aku kenapa, Apa istri Ayah memang segalanya bagi Ayah?" Ujar Lily terlihat kesedihan di mata biru yang sama persis seperti bola mata milik Vania.
"Kamu, Ed, Donny serta Bunda Syafa adalah segalanya bagi Ayah. Tolong mengerti Ly, Ayah membutuhkan istri dan kalian juga membutuhkan sosok Ibu," Aku menatap keduanya.
"Tetapi tidak dengan tante Syafa Yah, apakah Ayah sebegitu percayanya kepada tante Syafa?" Apa maksud anak ini.
"Setiap Wanita yang menjadi Ibu tiri tidaklah selalu baik. Bahkan Ibu tiri lebih banyak yang jahat," Dia berlari menaiki tanggga.
"Nanti Ed Akan coba bicara Yah dengannya." Aku mengangguk.
Saat ini memang aku cukup sabar untuk menghadapi Lily, Tapi aku tidak yakin akan bisa terus bersabar melihat tingkah lakunya yang semakin hari semakin buruk. Apa sebenarnya yang terjadi dengan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Terakhir
SpiritualJika dulu aku berharap memiliki suami yang bisa membimbingku dan seorang yang sendiri akan datang melamarku, maka sekarang semuanya berbeda. Seorang pria yg masih gagah di umurnya yang mungkin telah berkisar 34th datang dan memintaku menjadi istri...