Mengapa?

35.2K 1.8K 10
                                    

Inilah Cinta itu dimana ada bahagia pastinya akan  ada rasa sakit

Author

Hilman terlihat memijit kepalanya perlahan di atas sofa, dengan tenang Syafa yang berada di sampingnya membantu memijit untuk meringankan rasa nyeri di kepala sang suami. Hilman menatap Syafa penuh dengan tatapan yang sulit diartikan bagi Syafa sendiri.

"Mas jangan menatapku begitu, kau seperti sedang melihat hal baik sekaligus buruk, jika mas menatapku begitu." Ujar Syafa dengan lirih.

"Aku memang merasa demikian," ujar Hilman membalas.

"Maksudnya mas, begitu bagaimana?" Syafa menatap Hilman sedih, Apa mungkin kehadiranku memang hanya hal buruk bagi keluargamu mas. Syafa membatin.

"Aku merasa buruk dengan semua sifat yang di tunjukan oleh Lily, bukan merasa buruk akan kehadiranmu. Justru aku merasa kau adalah anugerah terindah yang selama hidupku tidak kudapatkan," Hilman merangkul Syafa kedalam pelukannya. Syafa menarik nafas sejenak.

Sesungguhnya Syafa tidak pernah ragu dengan pria ini, semua perkataannya terbukti semenjak pria ini datang dengan sungguh-sungguh memintanya kepada kedua orangtuanya.

Syafa membalas pelukan hangat Hilman, lama keduanya saling terdiam menikmati kebersamaan yang terhalang oleh putri suaminya sendiri. Sungguh Syafa tidak membenci Lily dengan ketidak sukaan gadis itu kepadanya, Syafa paham betul jika putrinya itu masih sangat labil dan emosinya masih sering meledak.

"Aku ingin menginap disini malam ini," Ujar Hilman menatap Syafa, ya Hilman sedang di apartemen Syafa.

"Aku tidak melarang mas untuk menginap, tetapi apa tidak sebaiknya mas pulang. Tadi sore aku melihat Lily menangis dan aku menghawatirkannya, takut terjadi sesuatu dengannya mas," Ujar Syafa. Hilman menatap Syafa curiga.

"Darimana kau mengetahui dia menangis sayang?" Nada yang di ucapkan Hilman memang terdengar biasa saja saat mengucapkan kata demi kata tersebut. Tetapi matanya yang menampakan kecurigaan dan menginginkan penjelasan. Terlihat jelas di bola mata berwarna hazel itu. Syafa melepaskan seketika pelukannya di tubuh aristrokat suaminya.

"Apakah ada yang sedang kau sembunyikan sayang, hmm tidakkah suamimu ini perlu tahu?" Sungguh baru kali ini dia merasa terintimidasi oleh Hilman, setelah pernikahan keduanya yang hampir berjalan dua minggu. Masih terlalu dini memang.

"Mas,"

"Setahuku kau tidak di rumah sore tadi," Syafa menatap Hilman.

"Ceritakanlah," Pinta Hilman lagi. Syafa menarik nafas sejenak.

"Aku minta maaf sebelumnya mas, aku tidak bermaksud untuk menjadi penguntit. Aku hanya merasa suntuk di apartemen maka dari itu aku mendatangi rumah untuk melihat keadaan anak-anak, karena itu bisa membuatku lebih baik," Ujar Syafa. Hilman menatap Syafa meminta wanitanya untuk melanjutkan ceritanya.

"Aku sudah hampir satu minggu ini mendatangi rumah untuk melihatmu dan anak-anak mas, maaf karena aku tidak meminta ijin padamu. Aku merasa bahagia setelah kembali dari rumah dan mengetahui kalian semua baik-baik saja," Tambah Syafa lagi.

Hilman menatap sendu kearah Syafa, apakah pernikahan ini sesungguhnya telah membuat mu menderita? Apakah aku telah begitu jahat denganmu yang membiarkanmu berada di apartemen tanpa diriku? Batin Hilman bergolak sedih.

"Maafkan aku Syafa, tidak seharusnya aku membawamu kedalam penderitaan seperti ini," Hanya menunduk yang bisa dilakukan Hilman.

Rasanya dia ingin marah menumpahkan segela kekesalannya atas derita yang di dapatkan oleh wanita di hadapannya, wanita yang dengan baik-baik ia pinta dari kedua orangtuanya. Yang telah dia janjikan bahagia bersamanya, dan melindunginya.

Pria TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang