Melupakan Kata; Tiga

65 6 0
                                    

Suara ruangan terbuka terdengar menggema, ketipak langkah kaki yang bersahutan mengisi heningnya salah satu lorong SMA Nusa Bangsa.

"Akhirnya pulang." gumam seorang gadis sembari merenggangkan badannya yang terasa pegal, kakinya melangkah keluar menuju gerbang sekolah yang terasa sepi karena bel sekolah telah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu.

Shenna dan para anggota OSIS baru saja menyelesaikan rapat untuk acara besar sekolahnya, setelah melalui diskusi serta perdebatan alot akhirnya ia dapat keluar dari ruangan itu tepat pukul lima sore hari ini.

Telapak kakinya baru saja terangkat akan berjalan menuju rumah saat netranya menangkap sebuah kecelakaan motor di jalan yang biasa ia lewati.

"Huft, sabar, Shen, sabaarr." keluhnya sembari mengusap mukanya lelah. Dengan langkah berat ia membalikkan badan, melewati jalan pintas yang sebenarnya cepat namun ia tak suka.

Sebab di jalan ini penuh dengan warung sebagai tempat tongkrongan para siswa nakal, ditambah lagi jalannya yang sedikit gelap membuat Shenna ogah-ogahan berjalan disini.

Suara langkah kaki mengagetkan gadis berparas manis tersebut, kepalanya menoleh hanya untuk mendapati dua pria berwajah sangar yang kini berada di sampingnya.

"Dek, kok sendirian aja?" tubuh Shenna menegang, keringat dingin mulai bercucuran pada dahinya, "Kita temani aja ya." sahut teman lelaki itu.

Rasanya Shenna ingin lenyap saat ini juga.

Matanya melirik ke arah kiri dimana warung berjejer di sana, namun sialnya telah tutup. Ia mempercepat langkahnya kala kedua pria itu semakin bertindak aneh-aneh.

Srek!

Mata Shenna membulat, kerongkongannya terasa tersumpal sesuatu sehingga sulit untuk mengeluarkan kata. Tangannya memegang erat tas sekolah miliknya yang beberapa detik lalu ditarik oleh salah satu dari pria ini.

Ia dirampok!

"Dek, udah ya. Lepasin aja tasnya, nanti Abang nggak akan apa-apain Adek." sial, Shenna tak bisa pencak silat atau teman sebangsanya. Rasanya ia mau menangis saat ini juga.

"Nggak! Kembaliin tas gue!" Shenna berontak mengeluarkan seluruh tenaga dengan air mata yang mulai menumpuk di pelupuk mata.

Kedua pria itu berdecak, terlihat jengkel. Lantas lelaki yang satunya terlihat mulai mendekat, membuat Shenna was-was. Tak ada pilihan lain.

"TOLONG!!"

Teriakan Shenna membuat seseorang yang baru akan menaiki motornya berhenti, kepalanya tertoleh kebelakang dan menemukan seorang siswi-yang sepertinya-satu sekolah dengannya sedang tarik-menarik tas dengan dua orang berpenampilan gahar, kedua pria itu terlihat tertawa mengejek.

Yang dapat ia simpulkan, gadis ini sedang dalam posisi bahaya.

Langsung saja remaja lelaki tersebut mengurungkan niatnya, kakinya berlari mendekat pada mereka bertiga tanpa takut membuat dua remaja lainnya yang semula berada di belakang lelaki itu mengernyit bingung namun tak urung mengikuti langkah temannya.

Bugh!

Mata Shenna sedikit terbuka menyaksikan punggung lebar lelaki yang berseragam sama dengannya sedang baku hantam dengan dua preman sialan dihadapannya.

Refleks Shenna melangkah mundur saat tubuhnya hampir tertabrak lelaki yang menjadi malaikat penolongnya ini.

"Bocah! Minggir! Jangan macam-macam lo!"

Bentak preman dengan tato pada lengan kirinya sembari mengeluarkan pisau lipat, kejadian itu tak luput dari penglihatan Shenna. Netranya melotot kala pergelangan tangan lelaki di depannya ini tergores benda tajam milik sang preman.

Darah terlihat mengucur deras dari tangan pria itu, Shenna kelimpungan tak tahu harus berbuat bagaimana. Matanya melirik dua lelaki yang juga berseragam sama kini sedang tonjok-tonjokan menggantikan pria yang kini mengerang sakit.

Brak!

Sial! Remaja yang Shenna tak tahu namanya tadi terkapar pingsan di dekatnya dengan wajah pucat, terlihat darah segar yang mengalir di beberapa bagian wajahnya.

Shenna mendekat lantas berjongkok sembari menepuk pipi lelaki itu, "Hey, bangunn. Woy. Nama lo siapa sih, duh." gumam Shenna gelisah, lalu tanpa sengaja maniknya menangkap name tag yang tertempel di dada kiri seragam remaja itu.

Kalfin A.P

"Kalfinnnn... bangun elah." Shenna terus memukul pelan lengan remaja itu, "Kalfin dibawa ke rumah sakit aja sekarang, cepet!" ucap salah satu remaja yang berhasil mengusir preman tadi.

Shenna mengangguk cepat, lantas kedua lelaki itu membopong Kalfin menuju motor milik ketiganya, "Gak ada yang bawa mobil? Masa bawa Kalfin ke rumah sakit pakai motor?" ujar Shenna bingung sendiri.

Remaja berkulit putih dengan luka di sudut bibirnya lantas membuka mulut, "Nggak ada cara lain. Ini yang paling cepat. Udah ayo! Lo bareng Dito, biar gue yang bawa Kalfin."

Mata Shenna terarah pada lelaki berambut ikal yang telah siap dengan motornya, Shenna mengangguk.

Lo harus tanggung jawab, Shen. Bisik batinnya bersuara.

•••

Shenna menggigit bibirnya bingung, suara pintu terbuka membuat ketiga remaja berseragam sama menolehkan kepala. Wanita muda yang memakai pakaian putih khas pegawai rumah sakit keluar dengan tenang.

"Gimana Sus teman saya?".

"Ananda Kalfin sudah sadar, ia kekurangan darah dan luka dipergelangan tangan serta wajahnya telah dibersihkan. Dia bisa pulang setelah urusan administrasi selesai. Permisi."

Tepat setelah sang suster mengucapkan itu, Valda datang dengan tergopoh mendekat pada Shenna, tangannya memutar tubuh Shenna lalu menatap Shenna dari ujung rambut hingga kepala, "Lo nggak papa? Ngapain di UGD? Mana masih pakai seragam lagi."

Shenna menghela nafas panjang lalu menarik lengan Valda sedikit menjauh, "Bukan gue yang sakit. Lo tau nggak cara ngurus administrasi di rumah sakit gimana? Gue nggak tau nih." ucapnya lirih sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Valda terlihat berpikir, detik berikutnya gadis berlesung pipit itu menggeleng pelan, "Gue juga nggak tau." keduanya baru saja akan menuju meja administrasi saat remaja yang dipanggil Dito tadi menghampiri keduanya, "Administrasi udah gue urus, lo tenang aja." ujarnya

"Kalau gitu gue gantiin, masa iya lo yang bayar kan kalian yang nolongin gue. Gue minta nomer rekening lo aja nanti gue transfer." Dito hanya diam lalu menyodorkan secarik kertas berisi serentetan angka meskipun sebenarnya dia pun tidak merasa keberatan bila uangnya tidak diganti.

Setelah Shenna mengucap terimakasih, lelaki itu pamit menuju ruangan Kalfin, sontak saja Shenna turut mengikuti remaja jangkung di hadapannya ini.

Mulut Shenna mengeluarkan ringisan begitu melihat keadaan Kalfin. Muka lebam, penampilan acak-acakan serta lengan yang dibalut dengan perban.

Shenna mendekat menuju lelaki berambut hitam pekat itu, "Ehem, Fin. Makasih ya udah mau nolongin gue, lo nya udah diobatin, urusan administrasi udah gue tanggung juga, mending lo balik bareng dua teman lo aja. Nah kalau misalnya nanti kedua orang tua lo nanyain kenapa muka lo babak belur, gue yang bakal tanggung jawab. Ah ya, nama gue Shenna. Yang ini teman gue, Valda."

Sontak saja kedua lelaki yang sedang disamping Kalfin saling lirik, merasa tak enak. Bisa-bisa Kalfin terpancing emosi bila ini diteruskan.

"Shen, lo bisa--"

"Ok, kayaknya gue butuh kalau-kalau nyokap bokap nanyain kenapa gue bonyok semua. Yang kulitnya putih ini Ardi, satunya Dito." ucapan Ardi terpotong kala Kalfin bersuara, membuat kedua teman Kalfin itu terbengong-bengong.

Shenna mengangguk lalu kembali berucap, "Kalau gitu, gue kasih nomor ponsel gue. Minimal gue tanggung jawab lewat telepon meskipun kelihatan kurang sopan, siniin hp lo."

•••

tertanda

sudutharapan

Melupakan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang