Melupakan Kata; Delapan

48 4 0
                                    

“Oke.” Jawab Shenna singkat lantas berbalik badan hendak berjalan menuju ruang OSIS.

“Eh, Shen!” suara Kalfin menghentikan Shenna yang sudah berjalan beberapa langkah, yang dipanggil hanya diam dan menoleh tanpa mendekat karena jarak keduanya pun tidak terlalu jauh.

“Apaan lagi?” Shenna merendahkan nada suaranya karena tidak ingin terkesan jenuh meskipun faktanya Shenna sudah jenuh, belum lagi urusannya ke ruang OSIS yang tak kunjung terlaksanakan, sebentar lagi pun bel masuk hampir berbunyi.

“Nng,, itu, kemarin bokap gue, yang teleponan sama lo semalem, katanya pengen tau lo itu yang mana orangnya.” dusta Kalfin. Ini hanya sekedar modusnya untuk mengganggu Shenna.

Shenna menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, “Jadi maksudnya gue ketemu gitu sama bokap lo?”

Kalfin hanya mengangguk dalam diam. Shenna sedikit resah disini. Beberapa minggu ini seluruh anggota OSIS sangat dikejar waktu untuk menunjukkan perealisasian event yang mereka adakan.

“Mm, gue mau minta maaf dulu nih sebelumnya. Sekitar seminggu-dua mingguan ini gue sibuk banget sama urusan OSIS udah mau deket sama event juga. Bukannya pengen menggampangkan atau gimana nih, gue cari waktu luang yang pas dulu ya. Sorry banget, tolong bilangin ke bokap lo ya.” jawab Shenna. Kalfin hanya manggut-manggut.

“Ya udah kapan-kapan aja kalau lo uda sempet kabarin gue di nomer kemarin. Ada whatsappnya itu, kalau lo butuh line juga nanti gue kasih. Gak usah buru-buru amat sih, bokap gue santai kok.” Kalfin takut kalau bohongnya ini berdampak ke Shenna, apalagi kalau dampaknya buruk.

“Ya udah. Gue buru-buru ada urusan OSIS. Duluan.” akhirnya Shenna mengakhiri rundingannya dengan Kalfin dan masuk ke dalam ruang OSIS. Kalfin pun pergi dari situ setelah Shenna masuk ke ruang OSIS.

•••

“De, lo lagi santai kan? Gue masih males mau balik sekarang. Ntaran aja ya, sorean dikit.” Ucap Kalfin pada Dean yang mendapat acungan jempol dari Dean.

Kalfin, Ardi, Dito, dan Dean sekarang sedang berada di warung sekitar sekolah. Mereka memang biasa nongkrong disini sepulang sekolah. Meskipun kadang juga lumayan sering pindah tempat, tidak melulu di warung sini.

Mereka berempat biasanya melakukan apa yang mereka suka, kecuali hal-hal yang di anggap haram dimata mereka. Contohnya saja merokok, merekapun juga jarang merokok meskipun notabenya termasuk kumpulan anak nakal dari SMA Nusa Bangsa.

Dan, begini-begini, diantara mereka berempat sama sekali tidak ada yang punya 'pacar'.

Weitss, jangan mengira mereka tidak ada yang mau. Jelas banyaknya. Iya, kayak di novel teenlit gitu, tapi mereka bukan ice prince atau apalah itu.

“De, lo kok bisa santai banget ya. Padahal anak IPA lainnya tuh ya gue denger-denger, pulang sekolah kerja kelompok, bikin klipingan, tugas, tugas, tugas, gitu semua. Lah ini bocil santai banget.” ujar Dito merasa heran kepada Dean.

Mereka bertiga sedang main game diponselnya, tapi Kalfin tidak ikut karena permainan ini membutuhkan pergerakan aktif dari kedua tangan.

“Lu masuk IPA terus lo belajar sampe seribet itu, beuhh, stress sendiri lo lama-lama. Yakin gue.” jawab Dean “MANTAPP MANN.” lanjut Dean dengan teriakan membahananya.

“De, apa-apaan sih lo. Musuh gue itu tadi. Kok lo yang ngehabisin. Kampret.” protes Ardi ditengah-tengah permainan.

Kalfin hanya diam cengengesan sambil memainkan hal lain diponselnya dengan satu tangan.

Jujur Kalfin juga sedikit bingung, kalau biasanya dia sangat cuek pada hal apapun terutama wanita, kenapa kali ini dia mempunyai hasrat yang kuat untuk mengganggu Shenna. Bahkan ia ingin meng-contact Shenna. Shenna pun sepertinya masih didalam sekolah, sedengarnya tadi seluruh anggota OSIS berkumpul dulu sampai bel pulang pun mereka belum terlihat keluar.

Waktu terus berjalan hingga sekarang jam menunjukkan pukul 5 sore. Kalfin, Dean, Dito, dan Ardi masih betah duduk diwarung ini meski hari sudah hampir larut. Bahkan satu-persatu warung sudah hampir tutup.

Kalfin yang sedang duduk diam tiba-tiba netranya melihat segerumbulan anak yang baru keluar dari gerbang sekolahnya masih dengan seragam lengkap. Pasti itu anggota OSIS.

Diam-diam Kalfin pun melihat satu-persatu murid yang keluar, sengaja, ia ingin mencari Shenna. Deretan anak yang keluarpun sudah semakin sedikit, tapi Shenna belum terlihat keluar.

Satu detik, enam detik, sebelas detik Shenna belum tertangkap dimata Kalfin. Sampai akhirnya Kalfin melihat seorang gadis berjalan dengan setelan seragamnya masih full berjalan keluar gerbang, tangan kirinya menenteng beberapa map dengan beberapa warna dan tangan kanannya memegang ponsel yang ditempelkan ke telinga kanannya dan mulutnya komat kamit mengeluarkan berbagai perkataan.

Gadis yang dilihat Kalfin itu masih terus berjalan lalu berhenti didepan salah satu mobil kecil berwarna putih. Ia mematikan teleponnya sejenak lalu membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya.

Shenna masuk ke mobilnya siapa? batin Kalfin.

“Eh, balik kuy, udah jam segini, Bu Lilik juga udah mau tutup. Makasih ya, Bu, kita balik duluan.” ujar Kalfin tiba-tiba. Akhirnya Dean, Dito, dan Ardi pun juga bangkit dan bersiap ke motornya masing masing.

“De, Fin, ati-ati lo berdua.” ucap Dito yang mendapat anggukan serta acungan jempol dari Dean dan Kalfin.

Keduanya mempunyai arah pulang yang sama, sedangkan Dito arah pulangnya searah dengan Ardi.

“Duluan ya.” teriak Dean lalu mengegas motor Kalfin meninggalkan Dito dan Ardi.

Melupakan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang