dua : kita sama sama takut

2.6K 530 61
                                    

Sambil dengerin lagu Virzha - Kita Yang Beda atau Marcell - Peri Cintaku ngena banget chapter ini.

Sabina POV

Pulang dari rumah Rere gua dianter Nino. Seperti biasa cuma sampai gerbang depan. Gua masih belum bernyali ngenalin Nino secara resmi ke orang tua gua. Keluarga besar gua itu sangat taat. Salah satu kakak Ayah gua jadi pendeta. Gua yakin respon yang Nino terima ga akan baik kalau mereka tahu perbedaan kita.

"Maaf ya aku belum berani ajakin kamu masuk." Kata gua.

"Ga apa Bin. Aku paham kok. Masuk cepetan." Katanya.

Selama ini, kalau Nino jemput gua di gereja. Gua akan bilang ke orang tua gua pergi sama temen gereja. Kadang gua minta bantuan kak Nico. Sejak di Bandung gua sama Kak Nico selalu se gereja. Makanya dia jadi tameng gua kalau pergi sama Nino. Untuk hal ini Nino ga tau. Gua yakin Nino pasti marah kalau dia tahu gua boongin orang tua. 

"Katanya temen kamu tunangan. Ayah tanya Nico dia ga tau Bin." Kata Ayah pas gua masuk rumah.

"Ya kan ini temen seangkatan aku Yah. Bukan temennya Kak Nico."

"Padahal pergi sama pacar Bin. Jangan sendirian. Dianggap jones loh." Goda Ayah.

Gua hanya senyum. Ayah orangnya jenaka. Tapi bisa jadi serem kalau ada yang salah. Gua yakin urusan gua sama Nino itu termasuk hal yang salah buat beliau. Makanya gua masih menyembunyikan semuanya.

"Aku ke kamar dulu ya Yah." Kata gua.

"Bin, sembunyiin sesuatu dari orang tua lama - lama ga baik loh." Ujar Ayah sebelum kembali ke kamarnya.

Denger itu gua berasa disambar petir.  Mungkin selama ini Ayah tahu hal yang gua tutupin. Ayah nunggu kejujuran gua. Tapi nyali gua ga akan pernah sampai. Maafin Bina Yah. Bina lebih takut kehilangan Nino daripada jujur sama Ayah. Maaf.

Nino POV

Gua balik ke rumah Rere karena disuruh nginep sama Ibu. Lama - lama gua berasa jadi saudara kandung Rere. Padahal Teteh gua juga belum nikah sama kakaknya Rere. Tapi penerimaannya tuh udah lebih - lebih.

"Udah anterin Sabina nya No?" Tanya Rere.

"Udah Re. Gua kok jadi kepikiran banyak hal semenjak denger lo tunangan." Jawab gua.

"Wajarlah No kepikiran. Abis jalan lo terjal banget."

"Tadi teteh gua nanya kok setiap ketemu Sabina halangan terus ya No. Gua harus gimana coba Re?" Tanya gua.

"Mau ga mau dunia akan tahu No. Ga selamanya lo sama dia bisa sembunyiin hal sefundamental itu." Jawab Rere.

"Gua ga ngira Re semua berjalan sejauh ini. Gua juga ga nyangka kita berdua punya perasaan sekuat itu. Bayangin loh gua udah LDR aja masih bertahan." Curhat gua.

"Re, ada ga sih jalan tengah buat masa depan gua sama Sabin?" Tanya gua.

"Cuma ada dua pilihan. Salah satu pindah agama atau nyari yang seiman." Jawab Rere.

"Yang pertama ga mungkin gua lakuin Re. Masa gua mengganti keyakinan gua karena cewek. Pasti gua akan mudah ganti cewek. Kepercayaan aja bisa mudah gua ganti. Ngga itu bukan solusi."

"Ya cari yang seiman, lo juga ga mungkin maksa Sabin pindah. Apalagi lo bilang karena cewek masa lo mengganti keyakinan. Ya cewek lo juga ga akan mau juga kali." Timpal Rere.

"Re, ini lebih parah kasus gua apa kasus gagal nikah kakak lo Re?" Tanya gua.

"Ya lo lah Nino celeno! Kakak gua masih bisa ngejar ceweknya. Lo bersama juga belum tentu bermasa depan. Bukan mulut gua jahat ya No. Gua cuma berbicara sesuai kenyataan." Jawab Rere. Mulut dia emang sadis, tapi bener.

Untuk Sabina dari Nino ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang