lima : pertengkaran

1.6K 354 7
                                    

Nino POV

Harusnya gua pulang minggu depan. Terima kasih kepada Ayu, hari Kamis ini kerjaan udah selesai. Kita dapet free time. Gua sama Ayu memutuskan ke Bandung. Gua mau ngapelin Sabina, dia katanya mau ke rumah temennya. Gua sengaja juga ga ngasih tau Sabin bakalan ke Bandung hari ini.

"Temen lo Bandungnya dimana Yu?" Tanya gua.

"Di Gerlong katanya. Jalur macet ya?" Tanya dia.

Gua ngangguk. Mana ini udah jam lima sore. Udah masuk jam pulang kantor Sabina.

"Gua naik ojol aja No. Kan lo mau nyamperin cewek lo." Katanya.

"Lo ga tau Bandung Yu. Jangan sok - sokan. Gua anter aja."

"Terus cewek lo gimana?" Tanya dia.

"Ya abis anter lo gua samper. Deket kok turun dikit dari tujuan lo." Jawab gua.

"No beneran nih. Gua jadi ga enak." Kata Ayu lagi.

"Iya bener Zahra." Timpal gua.

"Makasih ya No." Ujarnya.

Gua nganterin Ayu semata - mata karena tanggung jawab. Dia bukan orang Bandung. Mana hari menjelang malam. Kalau ada apa - apa gua kan yang ajak dia. Mana gua juga suka keinget Teteh di Jakarta kalau liat anak cewek sendirian gitu. Makin lah gua ga tega. Ketemu Sabin kan tetep bisa malam ini.

Selepas mengantar Ayu, gua langsung menuju kosan Sabina. Sudah gua bayangkan dia akan kaget dengan kedatangan gua yang tiba - tiba. Ekspresinya pasti sangat menggemaskan. Apalagi beberapa hari ini kita ga sempet video call. Gua yakin dia akan senang gua datang.  Membayangkannya saja membuat gua senyum sendiri. Nyatanya sampai ke rumah kost, Sabina sedang keluar.

"Bin kamu kemana malam - malam gini?"

Jam menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Apa dia lembur? Rasanya tidak, hari biasa dia akan di kosan paling telat pukul delapan. Ini pun bukan akhir bulan. Setengah jam sudah gua menunggu Bina. Ia tak juga datang. Demi mensukseskan kejutan gua menahan diri untuk tidak menghubunginya. 

Sebuah mobil berhenti tepat disebelah mobil gua. Tak lama keluarlah Sabina darisana. Semua akan terasa biasa jika saja cowok itu tidak ikut turun dan mengacak rambut Bina. Gua kaget dengan apa yang gua lihat. Sabina selingkuh? Gua menggeleng, jangan berprasangka Nino.  Setelah dia pergi, gua keluar mobil dan menghampirinya.

Sabina POV

"Sabina baru pulang?"

Suara Nino? Gua pun berbalik dan sosoknya nyata di depan mata gua.

"Nino. Ya Tuhan. Kamu beneran kesini?"

"Iya Bin ini aku. Kejutan." Katanya.

"Kok ga bilang mau ke Bandung. Bukannya kamu kerja." Cecar gua.

"Kerjaan aku percepat demi ketemu kamu Bin. Tau nya malah nungguin lama disini. Eh liat kamu dianter cowok. Mana pake elus kepala. Cemburu aku." Katanya dengan nada bercanda. Namun tatapan matanya tajam.

"Kamu pasti capek, minum dulu ya." Ajak gua.

"Bin. Tadi siapa?" Tanya Nino.

"Tadi Kak Nico. Kamu udah tau kan No. Dia aku anggap kakakku sendiri." Jawab gua.

"Kakak kok so sweet banget gitu." Kata Nino.

"Nino biasanya juga kamu ga sensi kaya gini." Timpal gua.

"Bin, kamu dianter pulang sama dia malem - malem. Dia elus kepala kamu depan mata aku sendiri. Wajar aku cemburu." Katanya.

Nyolotnya Nino mulai keluar.

"Padahal aku udah usahain cepet kerja supaya bisa kosong beberapa hari buat ketemu kamu. Sengaja juga aku kasih kejutan. Taunya aku malah lebih terkejut liat kamu mesra sama cowok lain." Katanya.

"Kamu ga percaya sama aku?" Tanya gua.

"Aku percaya Bin. Aku cuma ga suka kamu terlalu dekat. Aku aja selalu jaga jarak sama semua cewek." Jawabnya.

"Tapi kan kamu ke Pangandaran juga sama cewek. Eh iya kemana temen kerja kamu?" Tanya gua. Ya saat kepepet cewek akan mencari segala jurus.

"Ayu? Dia udah balik. Kenapa?" Tanya Nino.

"Aku juga cemburu kamu pergi sama dia. Kita aja belum pernah ke Pangandaran." Jawab gua. Ya ini kenakan.

"Gracia Sabina. Aku kerja, sedangkan tadi kamu apa? Jalan kan? Seberapa sering kamu jalan sama dia dibelakang aku?" Cecar Nino.

"Aku sama Kak Nico udah kaya adik kakak Nino." Lawan gua.

"Tapi kalian bukan adik kakak Bina, keluarga kalian saling kenal, dan kalian seiman. Sedangkan aku terus sembunyi dari orang tua kamu dan ada benteng diantara kita." Ujar Nino.

Kalimat yang menusuk ke hati gua. Membakar emosi gua.

"Kamu gini karena ada Ayu kan?" Tanya gua.

"Jangan bawa orang lain Bina. Aku nanya ini karena aku lihat sendiri seberapa dekat kamu sama Nico. Selama ini aku sslalu jujur apapun ke kamu. Kenapa kamu ga bilang kamu sedekat ini sama Nico?" Nino balik bertanya.

Gua diam. Bingung harus menjawab apa. Gua jujur menjawab semua pertanyaan Nino. Pasti Nino tidak akan puas dengan jawaban gua.

"Aku sengaja ke Bandung karena kangen kamu. Nyatanya ini yang aku dapet, nyesek." Katanya.

"Udah malem. Masuk gih. Aku balik ya ke Jakarta." Ujarnya.

Gua masih berdiri mematung saat Nino pergi. Nino marahnya diam. Ah Sabina bodoh kamu. Kenapa juga malah bete ga jelas dia pergi kerja sama cewek. Kenapa juga malah bilang gitu kaya nutupin kesalahan. Ujungnya gua cuma bisa nangis. Ya menyesal.

Nino POV

Gua ga habis pikir sama Bina. Bisa - bisanya dia malah bilang gitu. Gua jadi curiga selama ini ada yang Bina sembunyiin soal Nico. Angan gua soal hari ini akan menyenangkan gagal total. Gua juga langsung menuju Jakarta. Kebut - kebutan disaat emosi dan tengah malam begini bagai refreshing. Perjalanan Bandung - Jakarta beserta macetnya hanya tiga jam. Terima kasih Sabina membuat gua emosi.

Pagi harinya gua mendapat puluhan panggilan tak terjawab. Semua dari Sabina. Gua memilih mendiamkannya. Hati gua masih panas. Karena hari ini masih libur gua memilih hibernasi ala - ala Egi. Bermalas - malasan saat libur memang menyenangkan.  Pukul dia siang kamar kost gua diketuk. Gua buka Sabina berdiri disana dengan mata bengkak.

"Nino maafin aku." Katanya dan langsung memeluk gua.

"Udah jangan nangis nanti aku dikira ngapa - ngapain kamu." Kata gua menenangkannya.

"Abis kamu marah sama aku. Aku takut ga kamu maapin." Kata Bina.

"Ke Jakarta sama siapa?" Tanya gua.

"Sendirian." Jawabnya.

"Bin. Aku marah karena kamu ga ngasih penjelasan sejelas - jelas nya. Kamu malah membawa - bawa urusan kerja aku. Maaf ya aku juga emosi tadi malam. Sekarang cerita kenapa kamu sedeket itu sama Nico."

Sabina pun mulai menceritakan kenapa malam kemarin dia pergi dengan Nico. Dia juga menjelaskan baginya Nico hanya kakak. Tidak lebih. Bahkan dengan beraninya dia bersumpah demi Tuhannya.

"Iya aku percaya Sabina. Jangan nekat lagi ya kalau aku ngambek." Kata gua.

"Kalau kamu ga suka aku mau jaga jarak dari Kak Nico." Katanya.

"Ga perlu sayang. Asal kamu tahu batasannya."

Bina memeluk gua lagi.

"Bin, ga bau gitu meluk aku. Aku belum mandi dari kemarin." Ujar gua.

"Pantesan bau ikan asin. Nino ih jorok." Katanya.

"Aku mandi dulu ya. Abis ini kita jalan."

Dia tersenyum mengiyakan. Drama sekali hubungan gua dan Sabina ini. Entahlah episode selanjutnya bagaimana. Jelasnya gua sayang dia.

Untuk Sabina dari Nino ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang