ARVAN POV.
"Pokoknya kamu harus nikah!"
Aku menggerutu pelan tanpa bisa didengarkan oleh ibuku. Oh ya ampun! Yang namanya ibu kalau lagi marah memang selalu mengerikan!
"Bu-"
"Apa? Mau protes?" delikkan tajam dari ibuku membuatku urungkan ucapan protes dariku. Aku melirik ke ayah sekilas. Ayahku hanya diam dengan senyum dipaksakan disana. Ibuku ini sebenarnya termasuk orang introvert. Tapi ketika dia sedang marah, tidak ada yang bisa menandinginya. Memang benar apa kata orang. Marahnya orang introvert itu lebih menyeramkan.
Ibuku melengos pergi ke dapur setelah dirasa mencium bau gosong dari arah dapur. Ayahku mendekat ke arahku. Ia menepukkan bahuku seraya berkata :
"Nurut ajalah sama ibumu. Ayah tidak bisa membantu membalas perkataan ibumu. Cari wanita yang baik-baik. Kami tidak menekanmu mencari wanita yang berpendidikan tinggi, cantik, atau kaya. Bagi kami adalah seorang wanita yang mau mencintaimu apa adanya disaat duka maupun bahagia. Arvan... Ibumu benar. Kau harus menikah." ucap ayah dengan sorot mata bijak dan serius. Aku menghela napasku berat. Ibu kemudian datang sambil membawa 2 cangkir kopi diatas nampan. Ia meletakkan kopi itu diatas meja kemudian menghampiri kami. Ibu melingkarkan tangannya di lengan ayah yang membuat kening ayahku itu mengerut heran.
"Hari sabtu, datanglah ke Phaomany jam 20.00 tepat. Tidak telat. Kau boleh langsung ke tempat itu setelah pulang kerja."
Aku mengangguk pasrah.
"Memangnya mau ada acara apa? Seingatku tidak ada yang ulang tahun di rumah ini." tanyaku penasaran. Senyum miring ibuku tercetak jelas di mulutnya.
"Kau akan tahu nanti."
~oOo~
Aku menghisap rokokku dengan gusar sambil memikirkan ucapan ibuku tadi yang menyuruhku untuk nikah. Sebenarnya aku penasaran mengapa kedua orang tuaku itu menyuruhku datang ke resturant Italia itu hari sabtu nanti. Apa mereka jangan-jangan berniat untuk menjodohkanku dengan salah satu kenalan mereka? Oh ya ampun! Memangnya ini zaman apa? Sudah kuno yang namanya perjodohan. Aku menghela napasku kasar. Aku meminum seteguk Curacao merah. Minuman anggur yang paling kusukai. Suara ribut yang berasal dari lantai dasar sama sekali tak membuatku tertarik untuk mengikutinya. Seteguk demi seteguk Curacao merah kuminum hingga hampir habis namun belum juga kurasakan mabuk di kepalaku. Aku mematikan rokokku yang sudah hampir abis di asbak yang sudah disediakan oleh bartender. Suara decitan bangku disebelahku membuatku menoleh. Seorang wanita dengan pakaian minim dan make-up menor menghampiriku.
"Dude, do you want to play with me? You looks so hot." tawarnya dengan senyum nakal. Matanya menatapku penuh nafsu. Tangannya meraba rahang tegasku bermaksud untuk menggodaku. Namun aku sama sekali tidak tergoda. Aku memang sering klub malam. Tapi itu hanya sekedar untuk minum-minum. Aku sama sekali tidak tertarik ke yang namanya one night stand. Aku menepis kasar tangan wanita itu.
"No, thanks." tolakku kasar.
Wanita itu tidak menyerah rupanya. Ia malah dengan berani membuka kancing kemeja atasku dengan gerakkan pelan.
"Tapi aku menginginkanmu sayang... Ayolah. Mari bersenang-senang denganku." mata wanita itu mengerling nakal. Aku mencegah perbuatannya keras-keras. Aku mencengkram kedua tangannya yang akan membuka kancing ketiga kemejaku. Sebuah tepukkan keras dari bahu wanita itu membuatku menoleh untuk mencari tahu siapa pelakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweet Liar
RomanceIbu sungguh niat sekali menjodohkanku dengan seorang gadis jutek. Terlebih dia benci laki-laki karena dulu ayahnya pernah mencampakkan ibunya. Aku baru tau kalau dia benci laki-laki setelah menikah dengannya. Pernikahan kami jadi tidak jelas begini...