Arvan dan Kayla kini sedang berada di lokasi foto pre-wedding. Mereka mengambil tema alam. Kayla memakai gaun putih yang panjangnya selutut. Pita merah melingkari pinggangnya. Ia juga memakai rompi hitam atas saran calon ibu mertuanya. Rambutnya di kuncir satu ke belakang. Cantik seperti biasanya. Sementara Arvan mengenakan stelan kemeja dan jaket dengan celana jeans panjang.
Mereka kini sedang berada di ayunan. Kayla duduk di ayunan sementara Arvan dibelakangnya memegang tali ayunan tersebut. Seolah Arvan yang mendorong ayunannya. Mereka tersenyum ke arah kamera.
Setelah selesai dengan foto pre-wedding yang menghasilkan 20 foto. Dari 20 tersebut akan dipilih 3 foto pre-wedding yang cocok dipajang di depan pintu masuk tamu saat mereka menikah nanti.
Mereka pun kini duduk di sofa panjang. Arvan memegangi mulutnya yang terasa pegal karena terus-terusan tersenyum. Ia melirik Kayla yang sedang memainkan ponselnya. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard. Ia tampak cuek dengan sekitar.
'Kenapa orang tuaku memilih jodoh yang seperti ini sih? Apatis gini orangnya.' batin Arvan dalam hati. Merasakan getaran dari saku jeansnya, ia pun mengambil handphonenya lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Tidak bisa. Harus ada 1 unit rumah di setiap perumahan. Rumah itu akan kita jadikan sebagai contoh. Dania, buat perjanjian rapat dengan perusahaan Phoenix, perusahaan kita butuh produk dari mereka."
Arvan mematikan ponselnya secara sepihak. Ia mengecek beberapa pesan WhatsApp. Beberapa nama tertera di layarnya. Kebanyakkan isi chattingan itu berkaitan dengan pekerjaanya. Setelah selesai membalas pesan-pesan yang menurutnya penting, ia menutup ponsel layar sentuhnya itu. Ia menolehkan kepalanya ke samping karena merasa diperhatikan.
"Ada apa?" tanya Arvan.
"Kau sibuk terus ya?" bukannya menjawab, Kayla malah balik bertanya.
"Sibuk. Tapi nanti aku masih bisa kok meluangkan waktuku untukmu."
Kayla memukul lengan Arvan keras. "Apa ini termasuk salah satu dengan perjanjian kita? berpura-pura mesra di depan orang-orang?"
"Tentu. Ini di tempat umum. Apalagi kita baru saja selesai foto pre-wedding. Kenapa kau bertanya?"
Kayla menatap pria itu dalam. Takut-takut ia bertanya. "Bagaimana, kalau nantinya kita akan saling suka? Saling jatuh cinta? Pernahkah itu terlintas dipikiranmu?"
"Tidak mungkin terjadi. Semua sikap kita hanyalah akting. Kau jangan terbawa perasaan." jawab Arvan denga suara keras. Ia tidak suka dengan topik ini. Jatuh cinta. Hal itu tidak mungkin terjadi setelah melihat peruntungan cintanya yang gagal dengan Jenna dimasa lalu.
Kayla berjengit kaget mendengar suara keras dan tatapan tajam dari Arvan. Sadar dengan eksitensinya, tatapan Arvan kini berubah. Gadis di depannya ini tampaknya takut dengan dirinya yang tiba-tiba marah. Ia membelai pipi Kayla lembut.
"Maaf. Aku tidak sengaja. Tiba-tiba teringat masa lalu. Kalau kembali diingat hanya membuatku marah." ucap Arvan menyesal. Kayla menepis tangannya.
"Tidak apa-apa. Tapi, kau menakutkan tadi." Kayla mengubah posisi duduknya menyamping.
"Habis ini kita mau kemana?" tanya Kayla.
"Fitting gaunmu." jawab Arvan singkat.
Arvan mendekatkan mulutnya ke telinga Kayla. Dengan napasnya yang menerpa leher membuat gadis itu geli. Arvan meniup-niupkan telinga Kayla. Tangannya terulur untuk menutup telinganya. Ia menolehkan kepalanya untuk melayangkan protes.
Cup!
Bibir mereka bersentuhan. Kayla terkejut, namun Arvan tidak. Mata mereka masih terbuka. Dengan mata jahilnya, Arvan menekan tengkuk Kayla agar ciuman mereka semakin dalam. Hanya mengecup. Tidak ada lumatan. Setelah cukup lama, mereka melepaskan tautan bibir mereka dan langsung Kayla tampar keras pipi calon suaminya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweet Liar
RomansIbu sungguh niat sekali menjodohkanku dengan seorang gadis jutek. Terlebih dia benci laki-laki karena dulu ayahnya pernah mencampakkan ibunya. Aku baru tau kalau dia benci laki-laki setelah menikah dengannya. Pernikahan kami jadi tidak jelas begini...