Pagi itu, tak banyak yang berubah ketika kakinya melangkah masuk ke ruang kelas yang berada di lantai dua, terutama para penghuninya. Masih sama, masih tiga puluh manusia yang mayoritas adalah perempuan. Gadis berambut sebahu yang diikat setengah itu mengeratkan tas ranselnya sambil menghela napas. Hari-hari beratnya di kelas XI baru saja akan dimulai. Mereka baru saja naik kelas tetapi ruang kelas yang mereka gunakan masih sama karena kepala sekolah mereka yang baru mengatur ulang tata letak ruangan yang ada.
Sepatu converse yang talinya masih belum terikat sebelah itu menemani pemiliknya berjalan menuju sebuah meja kosong yang ada di ujung kelas. Sebuah meja yang berada tepat di samping jendela di mana siapa saja bisa melihat lapangan basket dengan jelas.
"Eh, lo tahu nggak? Doi mulai masuk hari ini."
"Katanya dia jago main musik lagi."
"Dia masuk kelas apa ya? Sumpah ya, kalo beneran dia adiknya Kak Dru, gue berharap dia sekelas sama kita!"
Celotehan pagi hari itu membuat telinga Lea segera risi. Rumor-rumor tentang siswa baru sudah mulai bertebaran sejak masa liburan kemarin. Mulai dari grup LINE hingga Whatsapp. Siswa baru yang konon katanya berjenis kelamin laki-laki itu, digadang-gadang sebagai adik dari salah satu siswa kelas XII paling cetar satu sekolah, Dru Sabiru. Kalau itu benar, maka seharusnya paras mereka berdua tidak jauh berbeda.
Dru dan adiknya.
Sebenarnya Lea sedikit risi mendengar nama Dru disebutkan. Laki-laki berhati dingin itu membuat Lea ingin melemparnya dengan sepatu jika bertemu. Jika benar siswa baru itu adalah adik Dru, maka Lea tidak ingin berada di kelas yang sama dengannya. Adik dan kakak, sifat mereka berdua harusnya tidak berbeda.
"Good morning, Lay-lay! Muka lo kenapa lecek gitu sih? Masih pagi juga!"
Seorang siswi lain datang menghampiri gadis yang meletakkan kepalanya di atas meja sembari menatap keluar jendela itu. Membuat Lea mengangkat kepalanya sejenak dan menatap ke arah sumber suara. Aroma parfum khas bunga-bungaan itu segera memberitahu Lea siapa yang datang. Edel, teman sebangkunya sejak jaman putih biru masih ia kenakan. Gadis yang penampilannya berbeda 180 derajat darinya.
Rambut wavy yang baru saja di-blow pagi ini itu dihiasi dengan pita kecil berwarna merah jambu. Berbagai macam jenis gelang sudah berada di tangan kiri Edel. Mulai dari gelang olahraga sampai braid bracelet warna merah hingga ungu. Jam bundar berukuran kecil warna merah jambu dengan banyak aksesoris di sana serta barang-barang serba merah jambu lainnya yang Edel kenakan. Barang-barang yang sebenarnya membuat mata Lea nyeri melihatnya.
"Gue bosen denger nama Dru dan adiknya," jawab Lea dengan nada dan tatapan malasnya.
Sementara Edel hanya tersenyum sambil meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di bangku kosong yang ada di samping Lea. "Udahlah, Lay. Lagian si Kak Dru enggak tahu."
"Fine, kalo dia enggak tahu, seenggaknya dia minta maaf ke gue," sahut Lea yang kini sudah menegakkan tubuhnya dengan wajah bersungut-sungut kesal mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. "Lah itu, malah pergi gitu aja. Rasanya pengen gue remet-remet tiap kali ketemu."
Edel terkekeh melihat wajah ekspresif dari Lea itu. "Lay, tahu enggak? Tadi gue lihat Bu Anita sama Dru."
"Kenapa? Mereka jadian?" ketus Lea yang emosinya sudah terlanjur keluar itu.
"Keknya enggak deh, soalnya mereka bertiga. Ada orang lain yang asing dan dia pake seragam sama," sahut Edel yang segera membuat Lea menatap ke arahnya.
"APA?! SUMPAH YA DEMI ES BONBON DEPAN SD, GUE ENGGAK MAU SEKELAS SAMA ADEKNYA DRUCO MALFOY!" pekik Lea sekeras speaker pengumuman sekolah yang membuat tatapan seisi kelas tertuju padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You-niverse
Teen Fiction[HIATUS] Hai, ini aku. Azalea yang tumbuh di ladang keringmu pada musim semi. Aku menulis kisah ini, agar ingatanku tentangmu ini tidak direset oleh semesta begitu saja. Agar mereka yang pernah mengenalmu bisa mengenangmu dalam lubuk hati mereka. Ak...