II. A Dorm Life

689 86 8
                                    

Hari pertama ini terasa begitu melelahkan bagi Lea. Apalagi dia kembali ke asrama dan harus terus berdiam diri di tempat itu hingga enam bulan kemudian. Ya, sekolah menengah atas tempat Lea dan kawan-kawannya ini mengeyam pendidikan memang mewajibkan semua peserta didiknya untuk tinggal di dalam asrama. Membuat hidupnya terasa lebih hampa apalagi tak boleh memegang ponsel android di sini. Hanya ada ponsel monokrom dan laptop, itu pun hanya boleh digunakan satu jam sehari saat waktu rekreasi.

Daftar panjang segera muncul di kepala gadis yang melangkah gontai di sepanjang koridor menuju asrama itu. Mencuci, menyeterika, PR, tugas, ekstrakurikuler, ulangan. Semua hal itu segera berputar di kepalanya, hidup monotonnya akan segera dimulai. Ralat, memang sudah dimulai. Hingga akhirnya si pemilik sepatu converse itu menghentikan langkahnya, teringat akan suatu hal yang membuatnya kembali berlari menuju gedung sekolah.

"Haish, kenapa bisa lupa sih? Gila ae kan kalo belum apa-apa gue udah kena denda buku perpus," dumelnya sambil berlari menaiki anak tangga menuju ruang kelasnya.

Lea menghembuskan sisa napasnya dengan lega ketika berada di depan pintu kelasnya. Napasnya yang terengah-engah itu terbayar sudah dengan buku paket biologi yang masih rapi di atas mejanya. Cepat-cepat dia mengambilnya dan memasukan benda yang tadi ia pinjam dari perpustakaan itu ke dalam tas sebelum akhirnya berjalan kembali menuju asrama.

Tak ada langkah cepat atau larian lagi, tenaga Lea sudah terkuras ketika kembali menuju kelasnya. Apalagi ini sudah jam makan siang dan dia tak yakin mendapat jatah makan di refter. Matanya menatap sekeliling, bangunan sekolah yang segera sepi ketika bel pulang sekolah berbunyi. Para siswa di sini biasanya segera kembali ke asrama untuk mengambil makan siang, toh nanti akhirnya mereka kembali lagi ke sekolah untuk ekstrakurikuler. Namun untuk hari pertama ini, mereka hanya ingin kembali dan tidur di dalam unit.

Lalu sebuah melodi balada menyapa indra pendengaran Lea dengan lembut. Sebuah melodi yang tak pernah ia dengar sebelumnya, mengalihkan perhatian gadis itu. Ekstrakurikuler tentunya masih belum dimulai hari ini, lalu darimana suara gesekan biola itu berasal? Lea menyusuri koridor mencari sumber suara yang ternyata berasal dari ruang musik yang masih belum terkunci. Langkah Lea itu terhenti di depan pintu. Jemari lentiknya itu memegang gagang pintu yang terbuka setengah itu, menatap seseorang yang sedang memainkan biola dengan begitu apiknya hingga Lea bahkan tak bisa bersuara saking takjubnya.

Rama.

Mungkin hanya penghayatan saja atau memang perasaan laki-laki itu yang sedang sedih. Gadis bertas jeans itu memang tak tahu apa judul lagu tersebut, tapi perasaan sedih dari lagu itu tersampaikan kepadanya. Lea tak tahu harus berbuat apa, dia terpaku pada setiap nada yang Rama mainkan sampai akhirnya lagu itu selesai. Laki-laki yang berdiri di depan jendela itu tak memutar tubuhnya sama sekali setelah merapikan biola yang tadi ia pakai pada tempatnya, tapi dia bisa melihat bayangan Lea yang berdiri di ambang pintu yang terpantul di kaca jendela.

"Masuk aja, Azalea," ucap Rama sambil menatap Lea dari ekor matanya. Membuat gadis itu salah tingkah karena ketahuan, tapi akhirnya Lea memilih melangkahkan kakinya masuk.

"Eh, tadi gue cuma lewat doang kok," sahut Lea memberi penjelasan mengapa dirinya berada di sana. Takut Rama salah paham atau bagaimana.

"Enggak apa-apa." Rama memutar tubuhnya, menatap Lea seraya tersenyum simpul sejenak sebelum akhirnya melangkah mendekati gadis itu. "Mau balik ke dorm?"

Lea mengangguk kaku.

"Kalo gitu bareng aja," ajak Rama sembari mengambil tasnya yang ada di atas meja, lalu memakainya dengan sebelah tangan.

"Tapi kan aspa sama aspi beda arah," sahut Lea, membuat sedikit alasan agar tak pulang bersama. Dirinya tadi bersikap judes kepada Rama lalu sekarang mereka pulang bersama? Gadis itu harus mempertahankan harga dirinya.

You-niverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang