Chapter's #3 SEDIKIT LAGI

43 8 4
                                    

Bel masuk sekolah telah berbunyi karena jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Hari ini ada pelajaran matematika, dimana materi pelajaran ini merupakan pelajaran yang mesti di pahami betul betul cara dan rumusnya. Tapi tidak bisa di bohongi kalau seluruh murid disini lebih banyak yang popularitas nya tidak menyukai mata pelajaran yang satu ini. Sebenarnya ini bukan karena masalah bisa atau tidak nya seseorang menguasai matematika, melainkan berdasarkan guru nya sendiri yang menjelaskan tentang materi dari matematika. Seperti yang dialami Angga, Tasya dan Rio ini lah sekarang, mereka dalam pelajaran pertama yaitu matematika dengan guru yang super duper killer.

Jika salah satu murid yang tertangkap basah sedang mengobrol sendiri atau bahkan sekedar mencatat dari papan tulis, guru tersebut langsung menegur atau bahkan hal yang lain seperti,

"aw!" suatu benda melayang jatuh tepat berada di atas kepala Rio. Rio menoleh ke arah benda yang jatuh dari kepala nya sampai ke mejanya, itu penghapus papan tulis. Yap, seperti itulah contohnya.

Lantas ketika matanya menyorot ke seluruh kelas, semua murid telah memperhatikan dengan tatapan yang seperti ketakukan terutama setelah melihat ekspresi dari wajah Pak Tito.

Rio menelan ludahnya dengan susah payah dan menutup kembali buku tulisnya dan membenarkan posisi duduknya menjadi tegap lurus menghadap Pak Tito. "maaf pak" kata Rio dengan hati-hati dan sesopan mungkin setelah akhirnya Pak Tito kembali melanjutkan materi pelajaran sampai jam pelajarannya usai.

.
Materi pelajaran matematika sudah selesai, kini berganti materi pelajaran fisika. Bayangkan, sehabis pelajaran matematika terus dilanjut dengan fisika. Kurang luar biasa apalagi sekolah mereka? Mungkin setelah ini raut wajahnya akan berubah menjadi pakaian yang belum di gosok selama berminggu-minggu, kusut sekali.

Beruntung guru yang menjelaskan materi ini tidak killer seperti sebelumnya, jadi masih bisa diajak bercanda oleh murid-murid yang mampu membuat seisi kelas dipenuhi oleh gelak tawa, meski terkadang receh.

Kini kembali pada Angga, ia mungkin cocok jika menjadi seorang notulis. Karena setiap Pak Dodi atau guru pelajaran lain selain matematika menjelaskan, ia selalu mendengarkan dan mencatat bagian-bagian yang menurutnya penting ke dalam buku tulis khusus catatannya. Berbeda dengan laki-laki yang lainnya, yang matanya menyorot dengan fokus ke depan dan memegang pulpen di tangan, namun pikirannya yang tak pernah terbesit satu pelajaran pun yang menyangkut ke dalam otaknya. Hanya masuk kuping kiri dan setelah itu keluar kuping kanan.

Namun, tepat setelah ia hendak mencatat, suara buku-buku tebal terjatuh ke lantai yang berasal dari luar kelas Angga dan menyebabkan seluruh pasang mata menyorot kepada arah suara yang tak disengaja terjatuh dari tangan seorang gadis cupu.

Yang tak disangkanya, semua murid justru berubah menjadi gelak tawa yang seakan meremeh ketika melihat kejadian tersebut. Gadis itu langsung menoleh ke arah kelas Angga dengan raut wajah yang berubah memerah seperti menahan rasa antara tangis dan amarah. Tepat setelah itu gelak tawa seluruh murid dikelasnya menjadi semakin kencang, namun tidak bagi Angga. Ia diam dengan mulut yang terkatup dan alisnya bertaut. Ia sendiri justru bingung kepada seluruh murid di sini, mengapa mereka justru menertawakan yang sebenarnya tidak sama sekali lucu? Mereka seperti habis melihat stand up comedy untuk yang kali kedua. Padahal gadis yang baru saja jatuh itu tidak melakukan hal yang lucu sama sekali, bahkan untuk melihatnya ketika jatuh dan di tertawakan saja rasanya tak tega.

Angga sudah pernah menyatakan sebelumnya, bukan? Kalau Angga tidak ingin menyakiti hati seorang perempuan karena sama saja ia menyakiti hati seorang ibu nya. Garis bawahi itu.

Usai gadis itu pergi dari kelas dan hadapan Angga, Pak dodi kembali melanjutkan penjelasannya setelah berusaha mendiamkan murid-murid kelas Angga. Sekarang, pelajaran Pak Dodi pun dilanjutkan.

Bayang & Angan🍃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang