💣 sembilan

2.9K 555 64
                                    

_oo0oo_

Ali. Aku masih ingat senyuman manisnya. Aku masih ingat suaranya. Mata hitam legamnya begitu tajam tapi meneduhkan. Walaupun hanya sekilas aku menatapnya tapi aku bisa melihat deretan bulu matanya yang lebat dan lentik.

"Subhanallah, sungguh indah ciptaanMu!" gumamku tanpa sadar.

Suara sorak sorai membuatku tersadar dan menoleh kearah lapangan. Laki-laki itu, Ali, tengah bermain basket dengan beberapa murid laki-laki lainnya. Dilapangan banyak sekali makhluk Adam lainnya tapi entah kenapa Ali terlihat begitu menonjol.

Ternyata dia cukup tenar juga disekolah ini. Terlihat dari beberapa pekikan beberapa siswi yang berdiri di pinggir lapangan sambil meneriaki namanya.

Dapat aku lihat, Ali melambaikan tangannya kearah siswi-siswi itu membuat mereka semakin berteriak kencang.

Aku mengalihkan pandanganku dan memilih kembali fokus dengan buku ditanganku. Membaca adalah hobi baruku, buku adalah sahabatku saat dunia menolakku.

Entah sudah berapa menit aku tenggelam dalam kesibukanku hingga akhirnya fokusku terpecah karena suara gelak tawa yang mendekat. Aku mendongak dan seketika pandangan mata kami beradu.

Ali tengah berjalan masuk ke dalam kantin dengan beberapa teman-temannya. Dengan segera aku menundukkan kepalaku dan berusaha tak menghiraukan kehadirannya.

Entah sengaja atau tidak, Ali mengambil duduk di depanku. Bukan tepat didepanku tapi di meja seberangku. Aku merasa ia memperhatikanku. Mataku terus meneliti kata demi kata yang tertulis dibuku yang saat ini aku pegang. Aku membacanya tapi aku tak mengerti dengan apa yang aku baca. Aku tidak bisa fokus dengan bacaanku.

Sekali lagi aku mencuri pandang kearahnya, hanya sebentar dan dugaanku benar. Ali tengah menatapku sambil tersenyum. Sedikit terkejut, aku langsung membereskan bukuku dan memasukkannya ke dalam tas selempangku. Mungkin karena terburu-buru aku menyenggol gelas minumanku dan membuatnya terjatuh menjadi kepingan kaca yang membuat seisi kantin melayangkan tatapannya kearahku.

"Maaf!" ucapku lirih dan berniat membersihkan serpihan gelas itu. Tapi sebuah tangan tiba-tiba mencekalku.

"Hati-hati, bahaya. Ntar bisa luka tangan lo!" ingatnya. Dan tak lama kemudian ia melepaskan cekalan tangannya.

"Wuih, maen gas aja lo, Li. Nggak peduli anak baru juga!" celetuk salah satu temannya. Ali tak meresponnya sama sekali.

"Makasih!" ucapku singkat dan bergegas pergi meninggalkannya. Disini memang tak ada pembullyan tapi sepertinya mereka belum terbiasa denganku, apalagi penampilanku yang terlihat mencolok.

Mengabaikan suara mereka, aku melangkah keluar kantin dan memilih kembali ke kelas. Bagaimanapun juga aku harus menghindari Ali.

Langkah kakiku sampai di pertigaan koridor tapi aku merasakan sesuatu menarik hijabku dan menyeretku hingga punggungku terhempas ke dinding kelas.

"Lo anak baru itu, kan? Ada hubungan apa lo sama Ali?" seorang cewek sedang menginterogasiku, disebelahnya berdiri seorang cewek lagi sambil bersedekap.

Apakah aku akan di bully lagi ditempat ini?

"Heh, punya kuping nggak sih lo? Lo apanya Ali?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng takut, aku tidak tau siapa mereka dan kenapa mereka menyerangku?

"Gu--gue nggak kenal Ali---"

"Bo'ong. Kalo nggak kenal ngapain Ali pegang tangan lo dikantin tadi?" potongnya cepat.

Sekarang aku paham kenapa cewek ini menyeretku dan marah-marah padaku.

"Gue bener-bener nggak kenal sama yang namanya Ali!" kekehku.

"Udah habisin aja, dia bisa jadi saingan buat lo!" timpal cewek yang sedari tadi diam.

Cewek yang menarik hijabku tadi tampak tersenyum miring lalu maju selangkah membuatku sedikit was-was dengan apa yang dilakukannya nanti.

"Lo nggak tau gue? Gue anak dari pemilik sekolah ini. Panggil gue Princes Syila. Dan lo tau nggak Ali itu siapa?" cewek yang menyebutkan namanya tadi sedikit memberi jeda pada ucapannya. "Ali itu tunangan gue, gue sama Ali udah dijodohin dan karena lo udah gangguin tunangan gue, gue akan kasih lo sedikit pelajaran!"

Aku menelan saliva pelan. Apa yang akan dilakukannya nanti.

"Cewek muna kayak lo nggak pantes pake cadar ginian!" tangannya tiba-tiba menarik niqab yang aku pakai dan melemparnya ke sembarang tempat. Spontan kedua telapak tanganku menutupi wajahku.

"Gila. Cantik juga nih cewek!" celetuk cewek yang berdiri dibelakangnya.

"TASYAAA!!!" teriak cewek yang bernama Princes Syila tadi. Cewek yang dipanggil Tasya spontan membekap mulutnya sendiri.

Syila kembali menatapku dengan pandangan membunuh. "Wajah lo emang cantik tapi kelakuan lo busuk dan lo nggak pantes pake hijab!"

Tangannya melayang dan langsung menarik hijab yang aku pakai tapi aku berusaha mempertahankannya. Tarik menarik diantara kami tak terelakkan. Syila terus berusaha menarik hijabku sementara aku terus berusaha mempertahankan satu-satunya benda yang menutupi kepalaku.

Perdebatan kami akhirnya berujung setelah ada suara teriakan seorang cowok. Aku hafal betul suara merdu ini.

"SYILA. BERHENTI!!"

Tepat saat itu juga tangan Syila terlepas dari hijab yang aku pakai. Ia mundur beberapa langkah.

"Ali? Kok---kok kamu ada disini?" serunya kaget.

Aku menunduk menyembunyikan wajah dan airmataku yang siap mengalir.

"Atas dasar apa lo lakuin hal ini sama dia?"

Syila diam dengan pandangan menunduk. Kedua jemarinya saling bertautan. Tak jauh beda dengan Syila, cewek bernama Tasya juga tampak ketakutan.

"Lo cewek apa bukan sih, Syil?" geram Ali. "Gue nggak habis pikir kenapa lo bisa brutal kayak gini!"

Suasana sekitar yang terlihat sepi kini sedikit ramai. Ada sebagian siswa menonton perdebatan kami tapi ada sebagian lagi yang tak peduli.

"Tapi---tapi dia udah gangguin lo, Li---"

"Gangguin gue?" potong Ali. "Yang ada lo yang gangguin hidup gue, Syil. Lo nyadar nggak sih, lo itu bukan apa-apa gue tapi lo bersikap seolah-olah gue milik lo yang nggak boleh disentuh oleh siapapun. Inget, Syil. Rencana itu udah batal beberapa bulan yang lalu, setelah lo bikin gue dan keluarga gue kecewa!"

Syila dan Tasya tampak diam. Dapat aku lihat, Ali membungkuk mengambil niqabku yang sempat Syila lempar tadi dan tanpa aku duga sebelumnya, Ali menghampiriku dan menarik tanganku, membawaku pergi meninggalkan tempat ini.

Langkah kami menyusuri koridor kelas. Aku tak tau Ali akan membawaku kemana. Yang jelas saat ini aku merasakan sebuah rasa aman. Aku membaca tulisan diatas pintu.

Ruang UKS.

Genggaman tangannya terlepas dan ia menyuruhku duduk di salah satu ranjang ruangan ini. Aku menunduk, mencoba menyembunyikan wajahku.

"Apa ada yang sakit?" tanyanya lembut. Aku hanya menggeleng dan tanganku bergerak merapikan hijabku yang berantakan akibat tarikan Syila. "Maafin Syila, ya. Dia udah kasar sama lo!"

Aku mengangguk lagi dan masih tak berani mengangkat kepalaku. Dan aku semakin menunduk saat langkah kaki Ali terlihat mendekat. Tangannya yang menggenggam kain niqab putihku tiba-tiba terulur dan memasangkan kain itu untuk menutupi wajahku.

Spontan kepalaku mendongak dan seketila buliran bening itu mengalir.

"Nggak usah takut, gue yang akan jaga lo selama lo ada disini!"

_oo0oo_

Surabaya, 07 Juni 2018
Ayastoria


I'm Not TerorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang