💣 tigabelas

2.8K 537 72
                                    

_oo0oo_

Aku tak habis pikir dengan semua cowok yang aku temui. Mereka baru mengenalku tapi sudah berani melamarku. Awalnya Ikbal yang ternyata punya niatan terselubung. Dan sekarang Ali.

Aku pernah mengalami kejadian ini dan hal ini membuatku berpikir dua kali untuk menerima niat baik Ali.

Siang ini aku menolak diantar pulang oleh Ali. Bagaimana tidak? Syila terus menatapku tajam dari ujung koridor kelas. Walaupun Syila tidak ada disana, aku tetap tidak akan menerima tawaran Ali. Tapi semakin aku menghindar, Ali semakin gencar mengerjarku.

Aku sedikit beruntung karena mendapatkan taxi dengan cepat. "Jalan, Pak!" ucapku pada sopir taxi.

"Kemana ini, Mbak?"

"Kantor polisi, Pak--" ucapanku terhenti seketika saat kepala sopir itu menoleh kearahku dengan kening mengernyit. Sebelum salah paham, aku harus segera menjelaskannya. "Orang tua saya kerja disana, Pak!"

Sopir taxi itu menghela nafas panjang dan mengangguk. Aku terpaksa memilih ke tempat itu lagi karena aku tau, Ali mengikutiku dari belakang.

Kalau dipikir-pikir, Ali lebih agresif daripada Ikbal. Dulu Ikbal memakai cara lembut untuk mendekatiku, beda dengan Ali.

Ngomong-ngomong apa kabarnya Ikbal ya?

Sesekali aku menoleh kebelakang dan aku melihat Ali mengekor dengan motor besarnya. Sebenarnya aku panik tapi aku berusaha baik-baik saja.

Aku merogoh saku bajuku dan mengeluarkan ponselku. Tanganku tampak bergetar saat menggulir layar ponselku, mencari kontak Papa.

"Halo, Pril. Ada apa?" sapa Papa saat telponku sudah tersambung.

"Papa ada dimana?" tanyaku balik.

"Di kantor sayang. Kenapa?"

"Prili mau ke kantor Papa!"

"Pril, kamu kenapa?"

Mungkin Papa bisa mendengar suaraku yang bergetar, menahan tangisku yang ingin pecah. "Prili takut, Pa!" lirihku dan akhirnya tumpah juga buliran bening itu.

"Kamu dimana sayang?" suara Papa terdengar panik.

"Aku diperjalanan, sebentar lagi sampe kantor Papa!"

"Baiklah, Papa tunggu. Hati-hati, ya!"

Aku menutup sambungan telpon dan menoleh lagi kebelakang. Walaupun tidak menoleh kebelakangpun sebenarnya aku tau, Ali masih mengikutiku. Terdengar dari bunyi deru motornya yang begitu menggema.

"Pak, sedikit cepat ya!"

Dan sopir itupun mengikuti perintahku. Aku tersus berdoa dan berharap segera sampai di kantor Papa.

_oo0oo_

Begitu taxi berhenti, aku melesat keluar dan bergegas masuk kedalam kantor Papa. Tapi langkah kaki Ali begitu cepat, ia berhasil menahan langkahku dengan mencekal lenganku.

"Pril, tunggu!"

Aku menatap wajahnya sebentar dan seketika aku menepisnya saat tiba-tiba bayangan wajah Ikbal terlintas. Aku melangkah meninggalkan Ali dan hendak membuka pintu kantor Papa, saat itu juga Papa keluar dan tampak bingung menatapku.

"Prili? Ada apa sayang?"

Aku tak menghiraukan pertanyaan Papa dan langsung masuk kedalam. Entah kenapa aku begitu takut dengan Ali. Ia begitu agresif dan lebih parahnya, Ali menginginkan aku untuk menjadi istrinya.

I'm Not TerorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang