💣 dua

3.7K 566 54
                                    

_oo0oo_

Aku berdiri mengantri untuk mengambil pesanan. Tersisa dua orang lagi yang berdiri didepanku saat ini. Aku maju saat tiba giliranku. "Bakso campur satu, Bu!" pesanku. Aku menunggu sambil mengedarkan pandanganku, mencari tempat kosong. Dan aku tersenyum simpul saat mendapat tempat di ujung kantin.

"Makasih, Bu!" seruku pelan sambil mengambil semangkok bakso pesananku setelah membayarnya. Berbalik dan melangkah cepat ke kursi paling ujung. Rasanya sudah tak sabar menyantap makanan favoritku apalagi perutku rasanya sudah keroncongan.

Dug!

PRANG!

Aku terperangah menatap mangkuk bakso yang sudah mendarat manis dilantai kantin. Isinya sudah tumpah. Aku mendongak menatap siapa pelaku yang dengan sengajanya menabarakku.

"Ups. Sorry!" serunya pelan. "Sengaja!" sambungnya dan berjalan angkuh meninggalkanku.

Aku kembali menunduk dan menatap makanan tak berdosa itu. Saat ini aku hanya bisa menelan saliva pelan. Pengganjal perutku sudah berserakan dibawah sana dan bagaimana aku bisa mengisi perutku?

Aku menoleh saat mendengar suara cekikikan dari arah belakang dan saat aku menatap mereka, seketika mereka menghentikan tawanya. Mereka sepertinya senang sekali melihat penderitaanku. Kulirik baju dan jilbab putihku, sebagian warnanya sudah kehitaman karena terkena kuah bakso yang bercampur dengan kecap.

Aku melangkah menuju sudut kantin dan mengambil gagang sapu beserta cikrak-nya. Saat aku tengah sibuk membereskan bakso itu, Kia datang dan menghampiriku.

"Loh, itu kenapa bisa tumpah, Pril?" tanya Kia sambil melongok kebawah, menatap ceceran bakso dan kuahnya.

"Gak sengaja jatuh, Ki!" jawabku lemas.

"Ada yang ngerjain lo lagi?" tanya Kia lagi. Aku hanya menggeleng pelan dan memilih melanjutkan membersihkan lantai kantin ini.

Kia lalu berjalan menjauhiku dan tiba-tiba ia berteriak lantang. "SIAPA YANG LAKUIN INI? SINI MAJU!!"

Aku menoleh cepat dan menarik lengan Kia, berusaha meredam amarahnya. "Udahlah, Ki. Gak ada yang jahilin gue kok. Gue tadi jatuh!"

"Gue mesti buat perhitungan. AYO SIAPA YANG BIKIN ULAH. SINI MAJU!" teriak Kia lagi.

Kali ini aku tak bisa mencegah Kia, ia semakin emosi saat tak ada yang mengakui perbuatan ini.

"Oke. Kalian tau akibatnya!" ancam Kia.

Aku menghela nafas panjang. Masalah ini pasti akan bertambah panjang mengingat Abinya Kia adalah guru Agama di sekolah ini.

"Gue!"

Aku menoleh kearah sumber suara dan mendapati Bayu berdiri dari kursinya dengan angkuh. Tangannya terlipat di depan dada.

"Lo lagi. Mau lo apa sih, Bay?" seru Kia.

"Mau gue? Mau gue, dia gak ada lagi di sekolah ini. Gue juga gak sudi sekelas sama anak teroris kayak dia. Mungkin satu sekolah ini juga setuju kalo dia dikeluarin dari sekolah ini!"

Perkataan Bayu sungguh sangat menyakitkan bagiku. Dia kembali mengungkit masa laluku. Aku mencoba menguburnya dalam-dalam tapi mereka menggalinya lagi.

Aku memilih tak mengubris perdebatan mereka dan meletakkan sapu ketempatnya semula. Meninggalkan kantin dengan langkah tergesa. Langkahku berbelok ke musholla sekolah.

Aku masuk ke tempat wudlu perempuan. Mengambil air wudlu untuk menetralkan rasa marah dan sesak didadaku. Tapi rasa itu semakin sakit. Aku menangis hingga aku kembali mengulangi wudluku beberapa kali.

I'm Not TerorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang