V

32 6 5
                                    

Kemarin Ayldina ngambek seharian karena langsung berhadapan dengan Ezra begitu turun dari pesawat. Sebenarnya Andreas ada jadwal rumpi bersama timnya dan belum sempat memberitahu Ayldina akan hal itu, tapi kebetulan Ezra sudah menunggu di bandara ketika mereka pulang. Alhasil Andreas bisa langsung pergi karena Ayldina tak mungkin membantah ucapan kakaknya itu.

Rumpi tim Andreas berlanjut hari ini, hanya saja berakhir setengah hari karena keperluan masing-masing anggota. Theodore bilang ada janji makan siang dengan Ezra, lalu yang lain entah ke mana. Akhirnya Andreas turut pergi. Dipacunya Mitsubishi Xpander putih itu ke sebuah rumah di kawasan Soulite, sebuah kompleks perumahan elit yang isinya semua orang berduit. Andreas berhenti di depan salah satu rumah berpagar hitam kemudian masuk.

"Ah, kukira kau Raegis," tutur Andreas ketika pintu dibukakan.

Reijess menautkan alis. "Kenapa? Kau terlihat hendak memukulku," jawabnya.

Andreas terkekeh. "Lupakan. Mana Raegis?"

"Ada. Ayo masuk."

Selayaknya pemandu wisata, Reijess mengantar Andreas ke ruang tengah dimana Raegis nampak sibuk fokus pada video gamenya. Reijess kemudian mengenakan jaketnya.

"Aku pergi dulu, ada perlu," tutur pria itu.

Raegis tak menjawab—masih sibuk.

"Hati-hati," balas Andreas menggantikan. Ia duduk di sofa belakang Raegis setelah Reijess pergi. Sembari menunggu tuan rumah menyelesaikan Overwatchnya, Andreas menyempatkan diri untuk membalas beberapa pesan masuk.

Tak lama Raegis berhenti. Ia menggaruk tengkuknya dan menoleh ke belakang. "Hai," sapanya.

"Hm," sahut Andreas yang sibuk mengetik.

Raegis beranjak untuk menyeduh tiga gelas minuman—satu lagi untuk yang belum datang. Ia duduk di sebelah Andreas yang bertanya padanya, "Kau main dengan siapa?"

"Temanku di Jerman."

Hening.

"Apa?" Raegis mengangkat alis.

"Jauh sekali."

"Ya, dengan Kalandra, staff Ganesha. Ah, kau tak mengenalnya."

"Memang."

Hening.

Andreas menyeruput minumannya. Anak pemilik perusahaan senjata terkenal di dunia ini memang suka sekali bermain game—Raegis dan Reijess sama saja. Ia kemudian teringat sesuatu.

"Byan belum datang? Jadi datang?" tanyanya.

Raegis mengangguk. "Jadi. Dia bilang akan menghubungiku jika tidak jadi, entahlah."

Andreas ber-oh ria.

"Btw, aku jadi malas pulang."

"Kenapa?"

"Aku malas bertemu orang tuaku. Kau tahu sendiri lah, padahal sebenarnya aku dan Rei sama saja."

"Kenapa lagi?" Dahi Andreas mengerut.

"Salahkah aku kalau kubilang mereka pilih kasih? Aku bahkan tidak berbuat sesuatu yang merugikan."

"Tidak. Tak apa. Kau berhak merasa demikian." Andreas menepuk bahu kawannya itu. "Bagaimana nanti jika suatu hari ayahmu meminta uangnya untuk rumah ini dikembalikan?"

Mereka bersitatap.

"Kau gila? Harus mengemis berapa lama aku? Uang tabunganku bahkan masih setengah harga rumah ini!"

Bel rumah tiba-tiba berbunyi. Raegis membukakan pintu dan kembali bersama seorang pria.

"Aku ada urusan mendadak tadi, maaf," tutur pria itu.

"Santai saja. Kau jadi ke Singapura?" Andreas menjabat tangan pria itu yang mengangguk mengiyakan pertanyaannya.

"Belum pasti kapan aku akan berangkat."

Abyan Dewangga, teman main dakon Andreas sejak belia. Awalnya mereka bertemu di taman bermain ala ala anak kecil yang dilepas ibunya. Setiap akhir pekan kebetulan mereka rajin ke sana, sehingga semakin sering bermain hingga rupanya bersekolah di SD yang sama. Pertemanan mereka berlanjut hingga hari ini, yang mana tak lagi bersama bagai Upin Ipin sejak bangku SMA. Abyan bersekolah di Singapura saat itu karena ikut ayahnya yang sehabis bercerai. Di sana ia meneruskan usaha ayahnya yang tergolong bergaji banyak, sambil beberapa kali pulang kampung ke Cassa untuk mengunjungi ibu dan teman ilerannya. Ia sempat tak percaya saat Andreas bilang ia diterima sebagai anggota CIA. Hari itu ketika ia pulang untuk merayakan kesangaran hidup Andreas, barulah ia percaya. Kemudian beberapa waktu lalu Andreas mengenalkan padanya seorang teman baru. Namanya Raegis Kresna, 'anaknya yang punya Ganesha'.

"Ajak aku ke Singapura, dong. Aku ingin berfoto di patung singa," ujar Raegis.

"Edit saja fotomu," sahut Andreas. Raegis mengerucutkan bibir.

Abyan menimpali, "Sini biar kueditkan."

"Oh, hei. Aku punya cerita!" Andreas menarik dua kawannya itu untuk duduk.

Raegis semakin mengerucutkan bibir.

***

Initials : The First [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang