Ksatria Papan Langit

135 4 0
                                    

Selarik cahaya putih dari Lawang Alus turun di puncak Pegunungan Dieng. Tak lama kemudian tampak seorang Ksatria berkuda berpakaian layaknya seorang pangeran dari sebuah kerajaan melintas menuruni sebuah jalan setapak di lereng dataran tinggi itu. Ksatria itu memacu kudanya menyusuri jalan tanah berbatu dan berdebu. Kanan kiri jalan berupa hutan belantara yang gelap dan lembab. Sesekali dia memperlambat laju kudanya ketika melewati jalan menanjak berbatu dan tebing-tebing terjal dengan jurang yang dalam. Semua itu tidak menyurutkan tekad dan langkahnya untuk mencari seorang gadis tercantik di bumi seperti yang telah dia lihat wajahnya di Telaga Cermin.

Berhari-hari Ksatria itu keluar masuk desa-desa melintasi lembah, hutan, gunung-gunung, areal persawahan dan menyeberangi sungai tapi belum bisa menemukan desa tempat tinggal gadis itu. Sudah cukup jauh perjalanan ditempuhnya menjadikan pakaian yang dia kenakan terlihat kotor penuh debu. Hingga akhirnya Ksatria itu melintasi sebuah bukit dengan pemandangan yang begitu indah, yang dikenal dengan nama Perbukitan Menoreh.

Disekitar perbukitan itu terhampar lembah dan areal persawahan yang subur menghijau. Sang Ksatria berhenti pada sebuah sungai yang cukup bersih dan bening airnya. Dia berhenti sejenak sambil memberi minum pada kudanya.

"Perbukitan itu mungkin yang di gambarkan di Telaga Cermin. Dan diseberang sungai ini ada sebuah desa. Aku akan menuju ke sana. Mudah-mudahan di desa itu dapat kutemukan gadis itu," kata Ksatria dalam hati.

Saat beristirahat Ksatria itu melihat selarik cahaya putih yang muncul dari langit di balik perbukitan itu. Cahaya putih itu meluncur dengan cepat menuju desa di seberang sungai.

"Cahaya itu, apakah dari Lawang Alus? Sepertinya ada yang mengikuti perjalananku ini. Apakah ada pangeran lain di Papan Langit yang juga melihat wajah gadis bumi di Telaga Cermin?" tanya Sang Ksatria dalam hati.

"Saat itu hanya aku yang pergi ke telaga dan melihat gambar wajah gadis itu. Dan aku tidak memberitahukan pada siapapun di sana." Sang Ksatria mencoba mengingat-ingat kembali kejadiannya.

Cahaya putih itu turun di tepi desa. Rupanya pangeran lain itu sudah mengetahui keberadaan gadis tercantik di desa itu. Sang Ksatria segera memacu kudanya menyeberangi sungai menuju tempat jatuhnya cahaya putih tersebut.

Cahaya itu jatuh di semak-semak di tepi jalan setapak menuju desa dan berubah menjadi seorang prajurit berkuda utusan dari sebuah kerajaan di Papan Langit.

"Aku telah sampai di desa yang di maksud oleh Pangeran Biru junjunganku. Semoga dapat kutemukan gadis tercantik itu," kata utusan itu.

Utusan itu segera memacu kudanya menyusuri jalan setapak menuju sebuah desa di lembah yang subur di kaki sebuah perbukitan. Di sepanjang jalan itu terhampar pemandangan alam yang indah.

Tak lama kemudian dia berpapasan dengan rombongan gadis-gadis desa yang akan mandi dan mencuci di sebuah sumber mata air di tepi ladang. Salah satu gadis itu begitu menarik perhatiannya karena memiliki wajah sangat cantik seperti bidadari di Papan Langit.

"Wahai gadis desa, siapakah namamu? Engkau memiliki kecantikan seperti para bidadari. Siapakah namamu?" tanya utusan itu sambil menunjuk gadis tersebut.

Rombongan gadis itu terkejut melihat ada seorang prajurit berkuda berpakaian lain, tidak seperti pakaian dari kebanyakan prajurit kerajaan di bumi. Gadis itu merasa takut dan cepat-cepat pergi bersama teman-temannya.

"Jangan takut. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya akan menyampaikan amanat dari junjunganku di Papan Langit. Junjunganku telah memilihmu untuk dijadikan permaisurinya di sebuah kerajaan di Papan Langit," kata utusan itu sambil mengeluarkan sebuah stempel kerajaan di sana.

"Papan Langit? Negeri yang sangat indah. Aku sebenarnya ingin ke sana, tapi ...." kata gadis cantik itu.

Para gadis terlihat saling berbisik. Mereka ragu-ragu dengan berita yang di bawa prajurit dari Papan Langit itu.

Dewi Suli Dewi Kupu-Kupu (The Butterfly Goddess)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang