Menjadi Kupu-Kupu

152 7 2
                                    


Suatu malam Dewi Suli bermimpi bertemu dengan ayahnya. Dalam mimpi itu Sang Ayah menagih janji anaknya untuk sering-sering pulang menjenguknya di bumi. Dewi Suli terbangun dan teringat janjinya. Mimpi itu berlangsung terus hingga beberapa malam. Dan Dewi Suli selalu terbangun dan sering menangis sendiri di tengah malam merasakan kerinduan pada orang tuanya.

"Ada apa sekiranya Dinda Dewi sering terbangun dan menangis sendiri di tengah malam?" tanya Sang Raja Muda.

"Dinda teringat janji pada ayah dan ibuku untuk sering mengunjunginya. Ijinkan Dinda bersama dayang-dayang istana untuk turun ke bumi, Kanda," jawab Dewi Suli.

"Maafkan Kanda, Dinda Dewi. Kanda tidak bisa lagi memenuhi permintaan Dinda seperti janji Kanda dulu."

"Mengapa, Kanda? Mengapa tidak bisa?"

"Karena kita terikat pada peraturan, Dinda."

"Peraturan ...? Peraturan apa, Kanda?"

Sang Raja Muda tidak bisa memenuhi permintaan permaisuri. Sebagai seorang raja dan permaisuri, mereka terikat pada peraturan Negeri Papan Langit. Bahwa Raja dan Permaisuri tidak boleh pergi ke bumi. Dan penduduk bumi yang telah tinggal di sana tidak bisa kembali lagi seorang diri kecuali dalam bentuk makhluk lain.

"Kenapa Kanda dulu tidak pernah memberi tahu Dinda tentang peraturan ini?"

"Karena Kanda tidak ingin kehilanganmu, Dinda Dewi."

Dewi Suli kembali bersedih. Semenjak itu setiap malam dia hanya mengurung diri di dalam kamar dan selalu menangis teringat pada kedua orang tuanya. Dia tidak mau makan dan minum hingga tubuhnya terbaring lemah di pembaringan. Berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan terdengar terus tangisannya. Sang Raja Muda pun tidak sanggup menghibur dan menghentikan tangis isterinya.

Para bidadari datang silih berganti mencoba menghibur kesedihan Sang Permaisuri Dewi Suli. Tapi tidak ada satu pun yang  bisa menghentikan tangisannya. Tangis kerinduan Dewi Suli terdengar setiap malam menyayat hati bagi yang mendengarnya. Irama tangisan itu bagaikan kidung permohonan untuk para dewa. Istana Kerajaan Angin-Angin dan Negeri Papan Langit pun terguncang.

Begitu dahsyatnya irama tangisan itu hingga dapat menggetarkan langit dan terasa sampai di Istana Puncak Mahameru, tempat bersemayamnya para dewa di Gunung Semeru. Istana Mahameru pun ikut bergetar karena tangisan Dewi Suli. Hal itu sangat mengganggu ketentraman dan kedamaian para dewa. Hingga Mahadewa perlu mengadakan pertemuan para dewa untuk menyelidikinya.

"Beberapa hari ini aku mendengar suara-suara yang mengusik ketentraman istanaku. Para dewa merasa tidak nyaman dan terganggu meditasinya. Begitu juga aku. Suara apakah itu, wahai para dewa?" tanya Mahadewa.

Para dewa terdiam dan saling pandang karena tidak mengetahui secara pasti suara itu. Mereka hanya bisa menduga-duga.

"Sepertinya itu suara ranting dan dahan pohon bergesekan tertiup angin."

"Bukan, itu seperti suara anak seekor binatang."

"Bukan, sepertinya suara seruling bambu."

Dewa Bayu yang telah lama menyelidiki dan mengetahui asal suara itu menyela pembicaraan para dewa.

"Itu suara tangisan, Mahadewa," kata Dewa Bayu.

"Mengapa di istanaku ini bisa terdengar suara tangisan? Tangisan siapakah gerangan?"

"Tangisan itu berasal dari seorang permaisuri dari Kerajaan Angin-Angin di Papan Langit. Dia Dewi Suli, gadis bumi yang dipersunting oleh Sang Raja," jawab Dewa Bayu

"Hmm ... gadis bumi itu .... Mengapa dia sampai menangis seperti itu?"

"Hamba tidak tahu, Mahadewa."

Dewi Suli Dewi Kupu-Kupu (The Butterfly Goddess)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang