05;

27 3 2
                                    

5—Again, Vana?!

Sejak tadi pagi sudah banyak hal yang bisa menjadi deret alasan kenapa wajah Airyn terlihat unmood hingga jam pulang sekolah ini. Sekarang giliran Vana yang ambil bagian untuk menambah alasan gadis itu semakin menekuk wajah manisnya.

Kak Win—Pacar Vana plus kakak kelas Airyn, tadi tiba-tiba mengirimi temannya itu sebuah pesan. Entah dari siapa tapi cowok itu sudah tahu kalau tadi Vana sempat mengobati-dan tidak lebih dari itu-Hezza di UKS tadi. Jadilah isi bubble chat itu ocehan Kak Win. Dari yang Airyn baca sedikit tadi, cowok itu agak takut kalau pacarnya oleng kembali. Elah.

Kalau dilihat-lihat lagi, memang Hezza bisa menang telak jika dinilai dari tampang. Kalau kata gadis-gadis yang biasa teriakin Hezza pas manggung, dia tuh bisa gantiin Iqbaal Ramadhan di film Dilan. Entahlah, Airyn juga tidak mengerti dari sisi mana Hezza bisa disamakan dengan member CJR itu. Untung mulutnya beda sama Dilan, kalau sampai sama bisa-bisa makin menggila fansnya itu. Harus diakui memang setiap manggung, pengunjung kafe kebanyakan perempuan, sih. Katanya mau lihat Hezza. Sepertinya kalau Hezza dibiarkan manggung sendirian, penontonnya akan tetap ramai hingga satu sekolah. Pun sikapnya manis bukan main. Kebaikannya bisa disalahartikan padahal maksudnya murni ingin membantu.

Tapi bukan berarti Kak Win tidak punya kelebihan juga. Kalau masalah keseriusan sikap, dia bisa dipercaya. Buktinya dia mati-matian memperjuangkan Vana bahkan dengan cara yang Airyn pikir konyol. Tapi, khusus Kak Win, kalau dia yang melakukannya maka tidak akan ada kata konyol lagi. Wajah serius dan suara beratnya itu membuyarkan segala yang disebut konyol itu.

Saat Airyn dan Vana berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang, cowok itu terlihat ngos-ngosan karena berlari dari gedung untuk kelas 12 yang memang terletak paling belakang, bersamaan dengan ruang-ruang laboratorium dan aula. Peluh yang tampak mengalir dari sela poninya diabaikan dan malah langsung menodong Vana dengan pertanyaan, "Aku denger kamu abis ngobatin si Mandes Mandes itu,ya?" dan sontak mata Vana langsung melotot ke arah Airyn. Ia tak tahu kemana pertanyaan itu mengarah. Belum lagi dari pengucapannya.

Vana ada keinginan untuk gigitin orang yang cepuin.

"Ng, i-iya, Kak." jawab Vana hati-hati.

"Itu temen satu band kamu kan, Rin?" kini giliran Airyn yang ditanyai oleh cowok itu. Cepat-cepat ia balas dengan menganggukkan kepalanya. "Dikandangin baik-baik ya, jangan sampe lupa diri." ujarnya menusuk kemudian membawa Vana bersamanya. Gadis itu kaget ketika merasa dirinya makin menjauh dari temannya. Sementara mata Airyn mengikuti gerak dua sejoli itu. Baru beberapa langkah menjauh dari temannya, Vana melepas paksa tangan lelaki itu untuk kemudian berjalan balik mendekati temannya.

"Nih, bawa aja motor gue." katanya sambil menyelipkan kunci motor ke tangan Airyn. "Kemarin gue khilaf ga ngasih kuncinya ke lo. Ga guna dong Kak Win seret-seret gue biar ngisi boncengan dia. Orang pulangnya naik motor sendiri-sendiri juga." ceritanya agak berbisik, usaha biar nanti tidak didengar yang lagi diomongin.

"Jok belakang satria tetap kosong dong?" tanya Airyn lalu mereka berdua tertawa. Setelah itu Vana kembali ke Kak Win dengan wajah tersenyum pada Airyn. Meninggalkan gadis itu sendirian, oh, mungkin kali ini dengan motor Vana.

==arfyr==

Di bawah naungan terik matahari jam 2 sore, Airyn duduk diatas motor milik temannya yang sampai saat ini masih dikelilingi oleh motor-motor lain. Ia heran kenapa dari seluas ini parkiran sekolah, hanya di sekitaran tempat Vana memarkirkan motor lah yang masih penuh. Apa Vana parkir janjian dengan anak-anak rajin sekolah?

Airyn turun dari motor lalu membuka jok motor untuk mencari kardigan yang biasa temannya itu simpan di bagasi motor. Lumayan untuk melindungi kulitnya dari sengatan matahari. Namun nihil, hanya ada buku catatan fisika yang di sampul depannya tertulis nama si pemilik—Klivana Phazaya Nirran.

a rainbow for your rainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang