Jangan membenci terlalu besar, karna dikemudian hari kamu bisa mencintai sebesar membencinya dulu.
🏫🏫🏫
Setelah bel pulang berbunyi Nadira dengan terburu-buru melangkah ke toilet untuk mengganti bajunya, karena hari ini ia latihan rutin paskibra yang akan mengikuti lomba akhir bulan nanti.
Begitu sampai Nadira memasuki salah satu bilik kamar mandi. Ia terburu-buru karena waktu yang sudah mepet dan juga kamar mandi yang sangat sepi. Tiba-tiba gerakan Nadira terhenti begitu mendengar suara isak tangis yang berasal dari bilik disampingnya.
Dengan susah payah ia menelan ludah. Keringat dingin sebesar biji jagung mulai bercucuran disertai meremangnya bulu kuduk, Nadira mengucap istighfar berkali-kali.
Astagfirullahaladzim, astagfirullahaladzim
Rasanya gerakan Nadira menjadi kaku. Namun dengan nekat ia membuka pintu sedikit demi sedikit lalu melongokan kepalanya melihat keadaan diluar. Pintu disamping bilik kamar mandinya tiba-tiba terbuka membuat Nadira refleks memasukan kepalanya kembali dan menutup pintu rapat-rapat.
Tidak sadar, Nadira telah menggigiti kuku jarinya.
Samar-samar Nadira mendengar suara yang ia kenal, "Dari sekian banyak cowok, kenapa harus Raka?"
Hah?
🏫🏫🏫
Maura menatap layar handphone dengan khidmat menyaksikan oppa oppa tampan didepan ruang guru. Wifi ruang guru kecepatannya menyaingi motor balap, membuat betah berlama-lama disitu. Risma yang ada di sampingnya menggeleng-gelengkan kepala melihat Maura senyum-senyum sendiri, sesekali memekik girang.
Sampai dimana netra milik Risma menemukan seseorang yang berjalan kearah mereka. Refleks Risma menepuk punggung Maura tidak sabaran. "Apasih, Ma?" Maura hanya melirik sekilas.
"Risma!" Panggil seseorang dari jauh. Maura yang amat sangat mengenali suara tersebut menegang ditempat dengan mata membulat. Matanya sudah tidak fokus melihat ke layar Handphone.
"Kenapa, Ham?" Tanya Risma heran sesekali melirik ke arah Maura yang membatu.
"Jangan lupa pulang sekolah rapat osis, kita mau bahas proker pensi." Ujar Ilham sambil membenarkan letak dasinya yang miring. Maura yang mencuri-curi pandang membuat Risma harus menahan tawa. "Oke." Angguk Risma.
Ilham memandangi Maura yang terus menunduk membuat ia mengerutkan keningnya bingung. "Maura liatin apaan sih? Dibawah ada uang? Apa cowok ganteng?" Kekeh Ilham.
Maura ketar-ketir sendiri dengan mata melirik ke kanan dan ke kiri tidak sabaran, sementara tangan kirinya mencubiti pinggang Risma, membuat Risma meringis tertahan.
Risma menatap Ilham lalu tersenyum paksa sementara tangannya berusaha menyingkirkan tangan Maura dari pinggangnya. "Lagi jerawatan dia, malu."
Seketika Ilham tergelak geli, "coba liat masih cantik apa nggak?" Sambil berusaha menetralkan tawanya Ilham menundukan badan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Maura. "Ahh masih cantik kok."
Setelah itu Ilham langsung berpamitan untuk pergi ke ruang guru meninggalkan Maura yang nyawanya sudah berada di langit ke tujuh.
"Buset, Maura lu ngapa?" Tanya Aby yang kebetulan lewat bersama Asgar dan Anggara. Mereka bertiga heran melihat ekspresi Maura yang jauh dari kata baik-baik saja. Matanya melotot, mulutnya menganga, dan pipinya yang bersemu merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASUSA
Teen FictionClass without rules *** Mereka bukan kumpulan manusia berbakat. Biasa. Tak lebih. Mereka bukan kumpulan manusia yang selalu menghangatkan suasana. Kadang dingin dan menyebalkan. Mereka hanya kumpulan manusia yang bersedia dengan sukarela untuk salin...