Euforia mengenang kisah klasik

41 9 6
                                    

Suara petikan gitar dan sorak sorai nyanyian menggema hingga ke ruang guru, siswa laki-laki yang belum menyanyi kini dipaksa harus menyanyi jadi beginilah hasilnya, asal, yang penting nyanyi mungkin begitu prinsip mereka.

"Equality... Equality...
For you and me and forever...
You and me sing and drunk together...
Skin Rude Punk and Herbert walk together...
Drinking arak beer TM together...
C’mon everybody les go join us..." Ikaf, yang kerap disapa Idoy bernyanyi sambil sibuk bergoyang asik sendiri.

"Anjir si idoy ngakak!" Kira-kira begitu respon teman-temannya yang diselingi gelak tawa.

Bumi bergetar, Agam yang mengiringi lagu itu dengan gitar diam, termasuk dengan seantero kelas. Pijakan kaki seakan bergeser, seperti pening melihat sekeliling.

"Gempa woy! Lari bego!" Teriak Idoy histeris. Teman-temannya yang lain, yang baru menyadari ikut berteriak histeris lalu berhamburan ke lapangan.

Sudah puluhan siswa yang panik berada di lapangan, beberapa cemas beberapa lagi sibuk bercerita kejadian saat gempa tadi dengan teman-temannya.

"Astagfirulloh!" Agam berteriak dibuat agak histeris sambil menunjuk Asgar.

"Gara-gara gempa idungnya Asgar ampe item begitu! Sabar Gar sabar" ucap Agam lalu tertawa terbahak-bahak, diiringi dengan teman-temannya yang lain yang ikut tertawa. Asgar mendengus.

Bonang mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan, panas karena mati lampu akibat gempa katanya.

"Gerah gue liat muka lo Nang" ucap Devi yang juga kegerahan. Bonang mendengus sambil mendumal sendiri mendengar Devi.

🏫🏫🏫

Aqella mengumpat karena gerah, ia mengipas-ngipas tangannya belum lagi terik matahari menyengat dan menusuk ubun-ubunnya. Tidak ada siswa yang berani masuk kelas karena usut punya usut tersebar rumor akan adanya gempa susulan yang lebih besar dari sebelumnya.

"Eh La, noh ada yang nyamperin" tunjuk Indri dengan wajahnya.

Hafid mendekat, tampilannya seperri biasa urakan, bajunya dikeluarkan, peluh memenuhi pelipisnya.

"Gak pa-pa?" Tanyanya agak ragu memulai pembicaraan. Aqella mendelik.

"Apaan sih! Gak jelas, cuma gempa gitu doang aja!" Jawab Aqella sarkas. Bukan apa-apa Aqella tidak nyaman berada dekat dengan Hafid, malas saja ia itu khawatirnya berlebihan, tampilannya urakan berbeda seratus delapan puluh derajat dengan penampilan Aqella.

"Tapi gak pa-pa?"

"Iya gak pa-pa, udah gih sana!" Jawab Aqella agak risih lalu berbalik membelakangi Hafid.

"Gilak, sabar Fid sabar, orang sabar lobang idungnya lebar" ucap Ega menyemangati. Ega memiliki mata coklat hazel, katanya ia memiliki darah Belanda dari ayahnya, mungkin benar saja karena perawakannya yang sesuai.

🏫🏫🏫

"Eh Ra, coba ada bapak lo pasti gak bakal gini nih" ucap Damar.

"Bapak gue?" Tanya Maura bingung.

"Iya, noh si supratono."

"Heh! Anggota Justice tuh!" Bela Allifa sekaligus meledek. Maura mendengus lalu menoyor kepala Allifa.

"Hey wanita-wanitaku, my love" Ucap Agam yang tiba-tiba datang sambil merangkul Nadira.

"Ih apaan sih Gam! Geli ih, gak suci!" Bentak Nadira sambil mendelik.

Agam memang aneh, sama seperti perawakannya walau begitu ia salah satu anggota basket sekolah walau... ya perawakannya tetap saja senada dengan kelakuannya.

Seperti sekitar tiga minggu yang lalu, kumpulan anggota paskibra sedang serius latihan mendengarkan evaluasi dan arahan pelatih mereka, namun Agam mengubah suasana seratus delapan puluh derajat. Ia datang dengan boxer ketat sepaha, belum lagi corak boxernya pisang-pisang. Sontak seluruh anggota paskibra nyengir menahan tawa, belum lagi Asani juga sesekali menggodanya.

"Agam seksoy!"

"Agam menggodah!"

Begitulah kira-kira guyonannya. Agam itu gilak, tau apa responnya setelah di ledek? Ia malah meleok-leokkan bokongnya seakan tak sudi namun malah membuat mata yang melihatnya makin terpingkal-pingkal.

"Awh awh, aku tersakiti, awh!" begitu responnya lebay.

🏫🏫🏫

Salwa datang menghampiri kumpulan temannya yang sedang mengeluh.

"Hey you you semua," ucapnya sambil menunjuk temannya satu-satu.

"Jangan kebanyakan ngeluh, gue ada kabar baik!" ucap Salwa seolah ia adalah malaikat pembawa berkah.

"Apaan?" Sahut Allifa tak sabaran.

"Woy pulang woy! Kita dipulangin!" Teriak Tulus girang.

"Eh Tulus! Ah! Lo nyamber aja kayak tiang listrik, baru pengen gue kasih tau!"

"Banyak omong lu Sal, udah ah balik " ucap Tulus tak menggubris.

🏫🏫🏫

Mendung, gemuruh, hujan yang awalnya turun malu kini deras mengguyur. Sorak sorai mendengar kabar dipulangkan seakan lenyap.

"Yah ujan lagi." Dengus Risa. Ia memandangi anggota futsal, tak habis pikir dengan mereka yang masih saja asik bermain tak menggubris derasnya hujan.

"Belum pulang Ris?" Tanya Arsyad dengan senyum mengembang membuat matanya menyipit.

"Belum, hujan. Mau naik grab car tapi bingung ke parkirannya nggak bawa payung." ucap Risa seakan mengadu.

"Bareng gue aja yuk!" Ajak Arsyad, Risa diam melihatnya. Tanpa meminta persetujuan dari lawan bicaranya, Arsyad menarik tubuh Risa mendekati lengannya yang ia tumpukan di balik tas gemblok hitam bunga-bunga kecil milik Risa.

"Ayok Ris." ucap sambil mendorong pelan tubuh Risa agar mulai berjalan.

Berasa drakor gilak! Jerit Risa dalam hati.

Risa diam, Arsyad sama bungkamnya hingga hanya suara hujan yang berbisik riang di telinga mereka.

Bruukk, seorang anggota futsal yang sedang asik merebut umpan bola menubruk tubuh Arsyad berdampak pada tubrukkan tubuh Risa. Risa terjatuh terendam becekkan, tubuhnya pun ikut di guyur hujan.

"Heh! Jalan hati-hati dong!" Protes Risa tak terima, namun mulutnya kembali bungkam setelah tahu siapa yang menabrak. Dia Rifan. Masih ingat Rifan? Yang terjatuh di tengah kemacetan, lalu di tolong Risa namun di balas tanpa tahu terimakasih. Risa sudah malas melihat mukanya.

Rifan diam sejenak, "maaf." katanya. Risa mendelik lalu pergi.

"Ris, pake payung!" Ucap Arsyad berusaha menyamai langkah besar Risa.

"Percuma! Udah basah!"

"Nanti dingin."

"Udah kedinginan." Arsyad diam mendengarnya, terus mengikuti Risa saja hingga parkiran.

"Ris, nih pake aja biar gak dingin." Risa diam sedangkan jaket bisbol terulur padanya. Jaket bisbol Arsyad untuk Risa. Risa suka wanginya.

🏫🏫🏫

Sungguh, waktu belum membisikkan perpisahan namun mengenang seakan mengancam rasa takut.

Takut berpisah...

Takut rindu...

Takut hilang...

Jelaskan! Mengapa bisa takut hilang walau mendumal tentang mereka?

Mengapa bisa takut rindu walau katanya membosankan jika bersama?

Mengapa bisa takut berpisah walau sering saling memendam amarah?

Katanya, itu yang dinamakan— euforia mengenang kisah klasik.

Holaaa, maaf ya jarang apdet penulis sedang sibuk gabut Wkwk. Sampai bertemu lagi bubay😘
(Salam rindu dari 11 ips 2) horas!✊

PASUSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang