Walau terik matahari sangat menyengat, permainan tak sedikitpun berhenti. Mereka bukan club futsal, namun rutinitas ini sudah menjadi kegemarannya. Hafid menendang bola, bermaksud menciptakan gol di gawang lawan, namun dua sosok di pinggir lapangan sungguh mengganggu konsentrasinya.
"Fid! Awas..." teriak Raka, namun belum sempat Hafid menghindar seorang lawan merebut bola di kakinya kasar, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.
"Eta bocah ngapa dah?" Ucap Agam tak percaya.
Belum sempat mereka menghampiri Hafid, pak Soleh bersama pak Marsi datang membawa alat paling keramat seantero sekolah. Cukur rambut. Sontak para lelaki yang berada di sekitar lapangan berlari berhamburan, termasuk Hafid yang dengan sigap bangkit lalu berlari meninggalkan lapangan.
Sepandai-padainya tupai meloncat pasti terjatuh juga, mungkin itu sebab kumpulan siswa laki-laki berambut gondrong di jemur ditengah lapangan menunggu giliran mereka untuk di cukur, memang tak banyak rambut yang di potong namun cukup membuat kepala pitak.
Hafid masih terpaku pada satu laki-laki yang enggan berlari sedari tadi, mungkin memang karena potongan rambutnya tak mengkhawatirkan.
"Lu suka sama Yuta? Ngeliatin mulu." Ucap Aby lelaki berbehel, rambut keriting gondrong, belum lagi wajahnya yang mampu membuat banyak orang beristigfar.
"Homo lu anjing! Ya nggak pel? Eh tompel!" ucap Agam sambil menoyor wajah Asgar.
"Songong lu!" Ucap Asgar tak terima martabat tompelnya diinjak-injak.
Dari balik punggung Yuta, Aqella memperhatikan Hafid yang masih dapat bersanda gurau di tengah-tengah ketegangan hukumannya.
"Selanjutnya!" ucap pak Marsi tegas, sedangkan pak Soleh siap dengan guntingnya.
Agam meneguk salivanya, jantungnya bersedar kencang ingin rasanya ia berlari namun Raka dan Asgar menahan kedua lengannya.
"Astagfirulloh! Ya Allah! Eh Asgar, gua gigit ya tompel lu! Astagfirulloh!" Agam memberontak namun tetap saja hasilnya sama, kepala pelontos pitak-pitak.
Para penyamun Ips 2 duduk-duduk di pinggir lapangan sambil mengelus-ngelus nasib kepalanya yang kini terlihat berbeda dengan rambut pitak-pitak.
Allifa yang melihatnya tertawa terbahak-bahak sampai menepuk-nepuk punggung Maura.
"Anjir itu kepala si Agam udah kayak kobangan, hahaha.." tawanya bersama Maura mendapat sambutan tatapan tajam dari Agam.
"Eh langsing! Model nih model." tunjuk Agam geram pada kepalanya, Allifa yang merasa tersindir dengan ucapan Agam yang bertolak belakang dengan fakta mendengus, lalu meninggalkan lapangan bersama Maura.
⚓⚓⚓
Kinan mendengus dengan segelas es teh di tangannya, Miranda dan Indri yang melihatnya hanya terheran-heran tak habis pikir kejadian apalagi yang menimpanya.
"Lo tau kan pojok lorong deket lemari piala, yang di depan kelas unggulan?" Ucap Kinan menggebu-gebu, Indri dan Miranda yang mendengarnya hanya mangguk-mangguk tahu.
"Gue bingung ya itu anak Ipa unggulan atau apa, ngapain coba siul-siul gitu pas gue lewat, mana mereka godain gue gitu lagi, ih jijik!" Kinan menyedot es tehnya dengan menggebu-gebu.
Indri dan Miranda yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala sambil terus melahap bekal mereka.
Alam yang melihatnya tersenyum sambil mendengus lalu beranjak dari kursi menghampiri Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASUSA
Dla nastolatkówClass without rules *** Mereka bukan kumpulan manusia berbakat. Biasa. Tak lebih. Mereka bukan kumpulan manusia yang selalu menghangatkan suasana. Kadang dingin dan menyebalkan. Mereka hanya kumpulan manusia yang bersedia dengan sukarela untuk salin...