"Hei, Song Arin, cepat bereskan semua bola ini, dan simpan ke gudang olahraga!"
Arin yang sejak tadi hanya diam—duduk di sisi lapangan lantaran tidak membawa baju olahraganya di hari pertama sekolah, tiba-tiba mendapatkan teriakan dari satu orang gadis bertubuh jangkung juga berambut panjang yang diikat tinggi-tinggi. Gadis itu menatap heran dengan gadis lain yang ada di hadapannya, memangnya siapa dia berani menyuruhnya seperti itu?
"Kenapa aku?" tanyanya, begitu santai nyaris tanpa ekspresi.
Dua gadis lainnya terlihat menghampiri si gadis jangkung, dan ikut menyilangkan kedua tangan di depan dada bersamaan dengan tatapan mengintimidasi saat berteriak, "Jangan banyak bicara! Kau ini hanya anak baru, kerjakan saja apa yang aku suruh."
Tidak. Tidak, Arin tidak mau bersosialisasi dengan siapa pun di sekolah ini. Ia hanya ingin lulus dan pergi dengan segera dari rumahnya—maka belajar yang baik dan tidak membentuk ikatan atau masalah dengan siapa pun adalah pilihan terbaik, bukan? Jangan. Ia tidak mau topeng yang selama ini ia kenakan terbongkar begitu saja. Tak mau ambil pusing, lantas Arin berdiri dan berniat meninggalkan segerombol gadis-gadis itu, tetapi kendati meninggalkan mereka, Arin malah merasakan rambutnya ditarik begitu kuat karena berhasil berada dalam cengkraman gadis lain, ah sial, bahkan Arin malas hanya untuk menanggapi omong kosong yang terasa busuk ini.
"Lepaskan!"
"Ikuti perintahku dulu, baru aku lepaskan."
"Tidak akan pernah."
Gadis itu menjerit, "YA! SONG ARIN!"
Arin sudah menutup mata terlebih dahulu saat melihat tangan gadis itu terangkat ke udara; berniat memukul wajahnya. Namun, satu—dua—kemudian tiga detik berlalu ia tidak merasakan apa pun. Wajahnya baik-baik saja tidak terasa sakit dan bahkan perlahan kulit kepalanya yang sakit lantaran rambutnya yang tertarik juga mulai terlepas. Arin membuka matanya, dan menangkap sosok lelaki yang terlihat memunggunginya tengah menahan tangan gadis lain itu.
"Biar aku yang membereskan bola-bola itu, Kang Sora. Kau tidak usah mengganggu gadis lain dan menyuruhnya melakukan pekerjaanmu hanya karena kau malas mengerjakannya. Cukup pergi dan berhenti menindas gadis lain."
Gadis itu—Kang Sora—lantas melepas kasar cengkramannya dan menatap lelaki itu penuh amarah tak tertahankan kemudian mendelik ke arah Arin sebelum benar-benar pergi dari ruangan olahraga ini.
Lelaki itu mendekat, menatap Arin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sedang Arin masih diam—heran karena semua terjadi secara mendadak dalam satu waktu.
"Kau tidak apa-apa, Rin?"
Rin?
Gadis itu lantas membenarkan rambutnya; menyisir dengan gerakan lambat juga hati-hati dengan jari-jari tangannya. Merapikan seragam sekolahnya yang sedikit berantakan juga karena ulah Kang Sora sebelum menjawab, "Tidak apa-apa, tak usah khawatir. Terima kasih."
"Tunggu, mau kemana?" lelaki itu menarik lengan Arin—menahannya agar tidak pergi, ketika gadis itu hendak meninggalkan Jimin begitu saja.
"Kurasa itu bukan urusanmu," Arin menjeda kemudian memicingkan matanya dan membaca name tag yang ada di seragam lelaki itu. Rupanya mereka berada di kelas yang berbeda ternyata. Seingatnya ia tidak pernah mendengar ada nama ini di kelasnya, saat melanjutkan, "Park Jimin-ssi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] SLECHT | ✓
Fiksi Penggemar[Completed] [Dark Romance] "We are made of all those who have built and broken us." ©2017