BAB 33

2.5K 475 37
                                    

T h i r t y - T h r e e

- More Than An Asphodel -

Suara derapan sepatu terdengar bergemuruh sepanjang koridor gedung Springvale Range—lapangan tembak yang menjadi arena kompetisi. Tim Seoul sudah berkumpul pada pos yang disiapkan. Hanbin tampak mengembuskan napasnya berulang kali, ada Nayeon di samping pria itu. Sedangkan Johnny sudah sibuk memeriksa earing protection dan berbincang dengan pelatih mereka.

Jungkook di sisi pos tampak menggosok-gosokkan tangannya. Sepuluh menit yang lalu Seoyeon baru saja menelepon. Memeriksa keadaan dan kestabilan Jungkook untuk mengikuti kompetisi. Seoyeon juga sempat berbicara serius dengan Jungkook, mengatakan sesuatu. Membuat pria itu sekarang harus berpikir dan menimbang sesuatu.

Sambil asik memeriksa pisir—alat bidik—yang akan digunakan, suara langkah kaki terdengar mendekati Jungkook. Ia segera berbalik.

"Dokter," sapa Jungkook melihat Seungho sudah berdiri lengkap dengan mantel musim dinginnya. Cangkir kopi yang tampak mengepulkan asap dan menguarkan bau cairan hitam berkafein, menyambangi hidung Jungkook. Pria itu mengerutkan kening, sebenarnya terkejut atas kedatangan Seungho. Namun, ia memilih untuk tidak memberikan reaksi berlebihan.

"Apa kamu sudah mengisi perutmu?" tanya Seungho setelah sebelumnya menyeruput kopinya. Suara lega terdengar dari katup bibir penuhnya. Jungkook mengangguk, membuat Seungho ikut mengangguk. "Bagus. Sekarang kamu bisa meminum ini," sahut psikiater itu lagi sambil menyerahkan botol kecil pada Jungkook.

Tangan Jungkook segera mengambil botol tersebut dan memutarnya. Ia membaca keterangan pada permukaan botol yang bertuliskan Valium. Jungkook membuka tutup dan mendapatkan pil-pil obat di dalamnya. Kepala Jungkook otomatis terangkat dan ia memandang Seungho.

"Obat anti kecemasan. Pil berbeda yang lebih kecil itu adalah mental stabilizer. Kamu boleh meminum dua pil berbeda sekaligus secara teratur. Efek jelasnya akan terlihat beberapa minggu untuk memastikan apakah obat ini cocok dengan tubuhmu," jelas Seungho dan kembali menyesap kopinya. "Nyonya Jeon memberitahuku pembicaraan kalian di telepon tadi. Pertimbangkanlah! Ikuti kata hatimu dengan sadar, tapi jangan tinggalkan logikamu. Aku akan duduk di tribun penonton. Good luck." Seungho menepuk pundak Jungkook dan berlalu meninggalkan pos atlet.

Jungkook yang tadi terdiam langsung mengecap bibirnya yang kering. Diambilnya dua pil dari dalam botol dan diletakkannya di atas telapak tangan. Jungkook mengamati dua pil berbeda ukuran tersebut dan langsung menelannya. Hanbin yang sejak tadi memerhatikan pun langsung memberikan sebotol air mineral pada sepupunya itu.

"Ayo, semuanya bersiap dan setelah ini segera menuju arena tembak sesuai cabang masing-masing!" Suara pelatih menginterupsi semua kegiatan mereka di sana. "Broadly benefit humanity!"

"Broadly benefit humanity!" balas semua atlet melantangkan semboyan negara mereka. Para atlet dari Korea Selatan segera berkumpul dan menyatukan tangan mereka, lalu melemparnya ke udara. "Hwaiting!"

Johnny mendatangi Jungkook dan memberikan tinjuan pada lengan pria itu. Jungkook membalasnya dengan anggukan dan segera menghela napasnya pelan. Berjalan menuju lapangan, Jungkook segera memasang kacamata hitamnya dan menenteng earing protection di tangannya. Detak jantung Jungkook seirama dengan derap kakinya yang berbalut sepatu boots hitam. Dua magazin penuh berisi shotgun shell menggantung pada hostler—ikat pinggang untuk menempatkan peluru.

Jungkook memasuki area lapangan cabang Clay Pigeon Shooting dan mengelus badan shotgun di tangannya. Napasnya teratur dan raut wajah Jungkook berubah tegas. Dengan kacamata hitamnya, Jungkook memandang langit biru Melbourne dan menatapnya tajam. Bersiap, Jungkook mengangkat ujung bibirnya—terseyum miring. Tangannya segera memegang shotgun dengan gagah.

More Than GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang