L for Lemon (iykwim)
time set : after chapter nine (part I)
Dewa ingat bagaimana dia panik dan hampir gila setengah mati ketika tahu Ren dan Wanda hilang. Jujur saja, sejak insiden dulu dia rada trauma dan paranoid tiap Ren nggak bisa dia hubungi. Gimana kalau dia mati? Gimana kalau dia terlambat? Gimana kalau itu salahnya?
Maka dari itu, malam mereka ditemukan di kawasan Jakarta Utara, dia bela-belain menggonceng Ren balik ke rumah karena cowok itu nggak bisa berhenti gemetar dan menangisi keadaan Bram yang cukup kritis. Dewa sendiri sudah meminta Kavin mengecek apa ada luka Ren yang parah, tapi omnya bilang luka dia maupun Wanda nggak terlalu signifikan.
Sementara Bram... ugh. Dewa bergidik ketika di otaknya terputar rekaman peristiwa tubuh Bram yang digendong Kavin tampak seperti karung beras merah yang bocor dan rusak dimana-mana, sementara Wanda dan Ren mengikuti dengan ekspresi horor dan pias dengan air mata, darah, lecet dan lebam di sekujur badan mereka.
Pagi ini setelah semuanya teratasi, Dewa kembali membonceng Ren ke rumahnya. Dia tahu seharusnya sugesti Ren mengajaknya 'olahraga' itu cuma bercanda, tapi ketika sadar bagaimana hangat di punggungnya menandakan si rambut pirang benar-benar dekat dan nyata, mau nggak mau dari balik helm Dewa merasa wajahnya memerah.
Mereka sampai di rumah Dewa lima belas menit kemudian. Keadaan sepi seperti biasa, tapi karena rumahnya nggak semewah Ren, masih ada kesan nyaman di dalam sana.
"Lo mau mandi atau makan dulu?" Dewa bertanya sembari berjalan melewati ruang tengah.
"Mandi," jawab Ren kasual.
"Oke, gue siapin makanan kalo gitu." Dewa sudah melepas jaketnya dan hendak beranjak ke dapur untuk mulai memasak, tapi Ren menahan lengannya.
"Gue nggak bisa mandi sendiri," si rambut pirang menghela nafas. "Bisa tolong gosokin punggung gue?"
Dewa mengedip, loading lebih lama.
"... oke?" suaranya mendadak sengau.
Ren tersenyum simpul, menaiki tangga menuju kamar mandi dalam kamar Dewa. Si rambut hitam butuh sedetik untuk untuk sadar dan dadanya berdegup kencang. Oke, saat inilah titel jeniusnya nggak berlaku. Barusan itu Ren literally minta tolong dia atau...? Atau...??
Dewa mengacak kasar rambutnya. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras-keras. Keadaan Ren saat ini lebih penting ketimbang nafsunya. Lagian si rambut pirang lagi luka, jadi harusnya sebagai pasangan yang baik dan benar dia harus mengutamakan kesehatan sang pacar.
Ya kan... ?
Iya lah goblok, gitu aja pake tanya, sang jenius memaki dirinya sendiri yang masih saja ragu.
Dewa menggelengkan kepala, merasa seperti idiot. Dia bergegas menyusul Ren di atas sana. Ketika cowok itu membuka pintu kamar dan mendengar suara samar kran, ingatan tentang insiden dulu kembali muncul dan membuatnya takut. Dia melangkah lebar-lebar, serta-merta membuka pintu kamar mandi yang tak sepenuhnya menutup.
"Hei."
Si rambut hitam mengerjap. Dia melihat bagaimana Ren sudah berada dalam bathtub yang kerannya masih menyala. Hanya kepala anak itu yang muncul, bersandar pada dinding keramik dengan rambut setengah basah. Dewa mengeraskan rahang, berlutut di samping tub dan menarik keluar lengan Ren yang semula terbenam.
Dia menghela nafas ketika tak ada tanda-tanda darah mengucur atau apa, tapi tatapannya terpaku pada bekas luka sayat yang melintang di sana.
Itu gara-gara dia. Ren luka gara-gara dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Give Two Fucks [in ed.]
Romance[sekuel i dont give a fuck.] lanjutan kisah Renaro, mantan playboy sekolah yang jatuh ke tangan Dewata, si Ice Prince yang katanya sih dulu aseksual, disaat hubungan mereka kecium anak satu sekolah. Juga tentang Wandaru, temen Ren sekaligus tetangga...