A

27.1K 2.1K 507
                                    

WANDARU

Dalam hatinya, Wanda merutuk, serta merta berpikir bagaimana dengan bodoh dan sembrononya ia sudah mengundang Andira ke rumah. Lupa dia tadi kalau di sana ada cewek 14 tahun yang kelakuannya macam hyena. Tapi mau gimana? Mereka udah sampai, keluar dari mobil dan sekarang, Wanda menghela nafas sambil memutar kenop pintu depan.

"Wanda pulang~!" serunya seraya melangkah masuk. Dia melirik ke arah Andira yang nggak tau kenapa sejak dari rumah sakit senyam-senyum terus kek sakit jiwa. "Dan lo bisa berhenti senyum sekarang, Dira. Serem tau nggak."

Andira menatap matanya, mengangkat alis. "Abis lo lucu amat, ngucapin salam kek anak SD."

Wajah Wanda mendadak panas. Beneran malu dia dikatain begitu.

"Bukan mau gue juga! Ini kebiasaan yang disuruh mama lestariin atau gue nggak boleh masuk, ngerti?" tukasnya sebal. "Udah lo diem aja!"

Andira menutup mulutnya dengan punggung tangan, jelas banget nahan ketawa. Wanda hanya mendengus, melenggang masuk melewati ruang tamu menuju ruang keluarga. Andira mengekor dengan baik seperti anak bebek, memberi senyum inosen ketika sekali lagi Wanda memberinya lirikan dari sudut mata.

Merasakan pemuda itu begitu dekat di belakangnya membuat Wanda bertanya-tanya sudah seakrab apa mereka sebenarnya. Dia baru kenal sepupu Dewa 2 mingguan, tapi sudah banyak sekali merepotkan Andira. Dan jangan lupa skinship mereka yang nggak bisa dihitung normal. Refleks Wanda menyentuh telinganya yang masih terasa panas disentuh bibir Andira beberapa jam lalu di rumah sakit, ketika membisikkan 'Biarin mereka berduaan, Nda. Kita keluar dulu, hmm?' pasca dihajar Dewa.

Mengingat hal itu lagi membuat dia mendadak gerah. Dan haus. Dia perlu minum, jadi kaki Wanda berbelok ke arah dapur.

Mereka sampai ruangan yang bernuansa lebih kalem dari bagian rumah lain, dengan lubang untuk daylight di atas serta banyaknya tanaman pot warna-warni. Tangan Wanda mengambil dua gelas kaca dari rak cuci piring cepat-cepat, kemudian membuka pintu kulkas dan mengeluarkan se-pitcher jus jeruk.

"Whoa! Lo tau aja favorit gue," Andira berkata memujinya, menyodorkan gelas biar diisi duluan.

"Anjir, lo cari minuman favorit laen sana! Ini punya gue!" Wanda menepis gelas Andira, mengisi gelasnya sendiri dan mendengus geli melihat Andira mencoba merungut.

Hubungan apa yang tadi dia cemaskan, lagi?

Ketika itulah Wanda mendengar derap langkah dari tangga atas, dibarengi suara setan yang dia hapal betul dari kecil.

"KAK WAAAAAN~"

Wanda kesedak. Dia mengabaikan Andira yang kaget terkena semprotan jus dari mulutnya, memilih untuk mengambil posisi di belakang meja dapur. Tak lama kemudian sosok Dinda datang, hanya memakai baby-doll pendek dan rambut diikat dua. Adik ceweknya emang culun abis di rumah, tapi jadi ratu modis pas udah keluar teritori mereka. Wanda nggak pernah ngerti apa yang ada di otak adeknya bahkan setelah sekian lama.

"Kak Wan! Lo kan kemarin janji mau nganterin gue ke Gramed buat nyari referensi―oh."

Hening.

"... lo kenapa?" Wanda mengangkat alis melihat adiknya mematung di depan pintu dapur.

Dinda sendiri kelihatan masih gak sadar. Dia natap ke arah Andira yang langsung senyum dan ngangkat tangan kanannya.

"Hai," sapa Andira ramah. "Adeknya Wandaru ya? Kenalin gue Andira, temen dia."

"Temen," ulang Wanda sinis, tapi sang target mengabaikannya. Hal itu membuat si rambut cokelat mengangkat satu alis. Jadi fix mereka cuma temen? Cih.

I Don't Give Two Fucks [in ed.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang