3. Roda berputar

135 5 0
                                    

✴✴✴

Dan kini keberadaanku sekarang, masih berada di sebuah ranjang rumah sakit.

Setelah beberapa hari keadaanku kembali drop dan tak punya kekuatan untuk kembali hidup.

Tujuan hidupku sudah musnah, bahkan harapanku sudah hilang saat seluruh tubuh berharga yang aku punya harus lebih dahulu meninggalkan pemiliknya.

Rencananya hari ini aku diperbolehkan pulang. Aku senang, keluargaku akan menjadi penyemangat untukku lebih merasa hidup.

Aku tahu, keluargaku pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk diriku.

Setidaknya itu harapan terakhirku yang bisa membuat hatiku lebih tenang saat ini.

Walaupun pikiranku masih belum tenang karena tak ada yang menjengukku sampai saat ini.

Tapi, aku masih berprasangka baik. Mungkin mereka masih sibuk dengan urusan umrah keluarga yang berada di Bogor.

"Salwa Hasna Az-Zahra, Anda diperbolehkan pulang hari ini" ucap seseorang membuyarkan lamunanku.

Aku hanya diam dan mengabaikan apa katanya. Aku sudah kehilangan arah dalam hidupku.

Bahkan sekarang aku tak tahu siapa yang akan menjemputku hari ini.

Tanganku terasa berombang-ambing ketika seseorang mulai mencabut infusanku.

Setelah semuanya terlepas dari seluruh tubuhku. Dia, mulai membawa tubuhku dan menundukkanku di sebuah kursi. Yang tak lain adalah sebuah kursi roda.

Dan dia mendorongku yang entah kemana.

Inginku menjerit dalam diamku ini, begitu menyedihkannya hidupku ini.

Setelah semuanya harta berhargaku hilang dan terampas, bahkan tak ada yang sekedar peduli dan mencariku serta menjemputku untuk kembali ke rumah.

Roda kursi yang kududuki mulai berjalan meninggalkan ruangan yang aku tempati kurang lebih dua bulan berdasarkan penuturan tadi.

Setelah beberapa menit roda itu berputar menjajal beberapa ruang pasien dan kini rodaku terhenti tak ada yang mendorong.

"Dimana keluarganya?" tanya seseorang yang kudengar sangat dekat denganku.

"Aku tak tahu, aku titip dia disini, mungkin keluarganya pertama kali akan mendatangi receptionis, jadi kupikir ku bawa dia disini" jawabnya enteng.

"Kau pikir sepasti itukah? Bawa saja dia ke keluargamu? Hahaha ... Kau sudah menghubungi keluarganya yang lain?" tanyanya kembali.

Bagaimana bisa ia masih bisa bercanda melihat keadaanku seperti ini? Ingin ku jambak hatinya dan melihat bagaimana keadaanku saat ini.

"Beberapa perawat sudah bekerjasama dengan polisi dan ia hanya menemukan sebuah nomor di dompetnya dan tak ada lagi" jawabnya runtut.

"Lalu sudah dihubungi? Bagaimana responnya?" tanyanya penasaran.

"Sudah, dan entah apa jawabannya. Bukan aku yang menghubunginya. Aku titip dia disini. Aku tugas kembali."

"Sebentar, kau tak bisa menanyakan akun media sosial padanya? Mungkin itu bisa membantunya."

"Dia tidak berbicara, apalagi nanti ditambah mendengar kenyataan tentang keluarganya. Dia mengalami trauma yang berat."

"Yap, trauma berat bisa mengalami stress dan-"

"Sudah, jangan memperkeruh suasana, aku titip dia. Tunggu saja keluarganya." ucapnya sambil berlari.

"Heyy, kau menyuruhku menunggu yang tidak pasti. Huh" kesalnya sambil mendorong rodaku agar tidak menghalangi jalan orang yang akan melintas.

Sehangat Senja Malaikat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang