🌵🌵🌵
Shodaqallahul 'adziim..
Hanif menutup kitab suci itu dan menyimpannya di nakas ranjang yang ada disampingnya.
Hanif mencium kening Salwa sekilas sebelum air matanya kembali berurai.
Gadis manis nan riang yang selalu ia puja dan impikan untuk menjadi pendamping hidupnya, kini terbaring lemah.
Impian Hanif sudah terwujud, gadis itu bahkan lebih cepat menjadi istrinya. Tapi, keadaan sudah semakin larut gadis itu bahkan sudah tak peduli dengan dirinya.
Hanif memegang tangan istrinya itu diciumnya dengan air mata yang sudah mengalir di kedua pipinya.
Apakah Hanif terpukul?
Tentu ia sangat terpukul, sangat dan sangat.
"Aku bahkan tak mampu berbicara meski kau sedang tidur, aku terlalu takut, kau tahu Sal.. Keadaanmu memang lemah. Tapi aku lebih lemah, dan takut akan dirimu.. Setiap detik adalah kecemasan bagiku... Menitku semakin ranjau ketika ku selalu bermimpi kau mengecup keningku dan membangunkanku berlomba dengan fajar yang telah siap menyingsingkan sinarnya ....."
Tangan Hanif sudah meremas tangan kanan Salwa yang sudah dibanjiri tangisan Hanif.
Dikecupnya untuk kesekian kalinya.
"Ku tahu kau sangat terpukul, tapi aku yang lebih terpukul. Kau kehilangan seluruh keluargamu, ku tahu kau sangat sedih tapi apa yang lebih sedih ketika mereka melihatmu bagai mayat hidup. Aku tak akan memaksamu untuk bisa hidup sebagai istriku. Aku tahu, aku tak bisa menjadi imam yang kau impikan. Aku bukan laki-laki yang memiliki segudang prestasi atau bergelimpah kekayaan. Maafkan aku, aku sudah berani menikahimu, sayang...."
"Syafakillah Qolbu 😘" ucap Hanif mengusap air matanya setelah mengecup kening Salwa.
Keberadaan Hanif mulai mengusik kesadaran Salwa, entahlah seperti sebuah momentum berharga dan rutinitas candunya melihat mata beriris biru itu membuka dunianya, gelap.
Hanif hanya tersenyum pilu, mentarinya sudah siap untuk memberi cahaya harapan untuk Hanif.
Hari ini Hanif akan mengatur beberapa kegiatan rutin yang akan ia lakukan dalam mengatur urusan Salwa dan dirinya.
Setelah ia melaksanakan Shalat Shubuh ia akan mengaji disamping Salwa. Seperti membangunkan Salwa, namun lewat lantunan do'a dan permohonan kepadanya.
"Selamat Pagi Salwa 😊, kau tampak lebih cantik hari ini, kau tau hari ini Mas mulai bekerja. Jadi Mas titip kamu sama ibu ya, jaga diri baik-baik, banyak beristighfar ya..." ucap Hanif memandang Salwa yang masih terbaring di tempat kasur.
Detik berikutnya Salwa berusaha untuk bangun, dengan telaten Hanif membantu setiap hal yang Salwa lakukan.
"Sekarang makan ya, Mas suapin" ucap Hanif memandang Salwa ambigu. Entah apa yang dipikirkan gadis mungil dihadapannya, apakah ia menyimak pembicaraan Hanif atau tidak. Pandangannya terkesan kosong dan seperti melamun.
Matahari seakan enggan menampakkan dirinya walaupun jam sudah menunjukkan hampir pukul tujuh, mungkin prakiraan cuaca hari ini adalah mendung.
Tetapi Hanif tidak terlalu memikirkan hal itu, yang ia harapkan adalah mentari harapannya dapat kembali bersinar meski dalam keadaan apapun.
Pemandangan yang tak kalah indah dengan seribu ciptaan sang Maha Pencipta karena dia adalah salah satu ciptaanya.
Ya, dia wanita yang selalu Hanif harapkan untuk hadir dalam setiap segi kehidupanya. Bingung sudah pasti ia bingung akan apa yang harus dilakukan untuk sang pujaannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Senja Malaikat
RandomSebuah cerita yang mengangkat haru biru suasana seorang remaja yang ditinggalkan oleh seluruh keluarganya bahkan hampir fungsi seluruh anggotanya ikut pergi lenyap dari nafas kehidupan dan asanya. Bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya saat ia tersa...