"Bagaimana keadaannya Han?" ucap seorang ibu yang berkisar usia menginjak kepala lima.
"Demamnya belum turun Bu, dia selalu mengigau keluarganya" ucapnya stress mengacak kasar rambutnya.
"Kau yakin?" tanyanya kembali.
"Maksud Ibu?" jawab Hanif bingung.
"Ibu hanya khawatir dengan keadaanmu Nak" ucapnya melas.
"Aku yakin Bu, mohon percayalah" ucap Hanif yakin dan tersenyum dan berlalu meninggalkan ibunya yang berdiri di depan pintu kamar miliknya.
Sang ibu hanya mengangguk.
"Han, ibu nanti mau ke pasar. Ada yang perlu dibeli?" teriak sang ibu setelah menutup kamar anaknya.
"Enggak bu, dua jam lagi akan ada keluarga Hasna. Ibu jangan lama-lama." teriaknya di bawah tangga setelah meneguk sebuah gelas yang berisi air dingin.
Hanif meneruskan kegiatannya yakni sedikit mengisi perut kosongnya setelah satu bulan ke belakang ia hanya makan seadanya dan minum seadanya.
Ia mulai menuangkan beberapa sayur dan nasi ke dalam piring yang telah ia ambil tadi.
Sebenarnya tak ada nafsu sedikitpun bagi Hanif untuk bisa makan lahap selahap-lahapnya meski perutnya sudah meronta-ronta untuk diisi segera.
Bukan tak apa dan kenapa. Ia terlalu khawatir dengan seorang gadis yang baru saja mengajaknya masuk ke alam bawah sadarnya.
Gadis yang baru satu bulan bertemu dengannya itu sudah menguras pikiran dan tenanganya.
Sangat, dan sangat.Tapi, ini sudah menjadi tanggung jawabnya atas ikrar yang ia ucapkan saat gadis itu terbaring lemah dan tak sadar diri untuk menanggung seluruh hidupnya, meski sang gadis belum mengetahui hal itu.
Drrt..drrt...
Getar ponsel membuyarkan angannya..+628 ......
Siapa ya?Segera ia membalas pesan yang sudah ditunggu-tunggunya itu.
Salma? Sahabat Salwa Hasna Az-Zahra?
+628..
Iya kenapa emang? Ini siapa ya?Salwa kecelakaan
Hanif baru teringat, bahwa jam sudah menunjukkan pukul 09.00 dan itu artinya obat Salwa sudah hampir telat satu jam.
"Astagfirullah" ucap Hanif menepuk tangannya ke keningnya. Rasanya ia baru saja meninggalkan Salwa namun jam berlalu begitu sangat cepat.
Segera ia berlari menuju tangga dan belok di kamar kedua sebelah kanan, tepat dimana sang gadisnya berada.
Dibukanya pintu kamar berwarna paduan hijau dan putih itu bernuansa sedikit roma ada seorang putri yang sedang terbaring lemah.
Tidak seperti di negeri dongeng, puteri yang cantik hanya mampu terbangun saat ciuman cinta sejati mendarat di bibirnya, namun Hanif hanya mampu berdo'a dan berusaha agar Salwa bisa kembali sembuh seperti semula meski ia harus memakai kursi roda atau tongkat, tidak terbaring seperti ini.
Meski sudah satu minggu sejak sang puteri mengetahui bahwa seluruh anggota keluarganya telah terlebih dahulu meninggalkannya Hanif tahu kesedihan tak dapat dibendungnya lagi.
Hampir setiap saat pagi dan malam ia terus menangis, itu pun ia berhenti jika ia sudah lelah dan tertidur begitu saja tanpa ia sadari, meski igauan demi igauan sudah jelas memperlihatkan buruknya kesehatan dan keadaan mentalnya untuk saat ini.
Bagaimana tidak, saat kedua matanya sudah tak bisa melihat, kedua kakinya sudah tak bisa berjalan kedua orangtua beserta kedua saudara kandungnya ikut meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Senja Malaikat
RandomSebuah cerita yang mengangkat haru biru suasana seorang remaja yang ditinggalkan oleh seluruh keluarganya bahkan hampir fungsi seluruh anggotanya ikut pergi lenyap dari nafas kehidupan dan asanya. Bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya saat ia tersa...