Yuddhakanda adalah kitab keenam epos Ramayana dan sekaligus klimaks epos ini.
Secara singkat, dalam kitab ini diceritakan Sang Rama dan sang raja kera Sugriwa mengerahkan bala tentara kera menyiapkan penyerangan Alengkapura.
Karena Alengka ini terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagaimana mereka harus menyerang. Maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat jembatan dari daratan ke pulau Alengka.
Para bala tentara kera dikerahkan. Pada saat pembangunan jembatan ini mereka banyak diganggu tetapi akhirnya selesai dan Alengkapura dapat diserang.
Syahdan terjadilah perang besar. Para raksasa banyak yang mati dan Rahwana gugur di tangan Sri Rama. Lalu Dewi Sita menunjukkan kesucian dan kesetiaannya terhadap Rama dengan dibakar di api, ternyata ia tidak apa-apa.
Setelah itu sang Rama, Sita, Laksmana pulang ke Ayodhyapura, disertai para bala tentara kera yang dipimpin oleh Sugriwa dan Hanuman. Di Ayodhyapura mereka disambut oleh prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya kepada sang Rama. Sri Rama lalu memerintah di Ayodhyapura dengan bijaksana.
Rahwana mendapat laporan dari mata-matanya bahwa Rama dan pasukannya telah sampai di gunung Mahendra. Ia lalu mengadakan sidang untuk mempersiapkan perang yang pasti akan terjadi.
Kumbakarna yang mendengar kata-kata kakaknya yang telah memiliki hasrat untuk memiliki Sita berkata seperti guruh.“Penculikan Sita merupakan tindakan seperti menaruh racun dalam makanan. Untuk keselamatan Negara ini, aku sependapat dengan Wibisana, yaitu kembalikan Sita kepada Rama.”
Rahwana tidak berkenan dengan kata-kata Kumbakarna. Menteri-menteri lain ikut member dukungan yang serupa, sehingga Rahwana menjadi puas. Iapun menyuruh agar semua pasukan disiapkan.
Setelah sidang dibubarkan, Rahwanapun keluar sidang dengan pikiran tertuju kepada Sita. Ia ingat bahwa dulu Sita pernah berjanji, bahwa Sita mau dikawini apabila Rahwana berhasil membawa kepala Rama dan Laksmana.
Sementara itu, Dewi Sita di taman Asoka berada dalam kegelisahan. Ia juga teringat akan janjinya kepada Rahwana. Tiba-tiba ia melihat Rahwana datang menenteng dua kepala menyerupai wajah Rama dan Laksmana. Dewi Sita tidak sanggup berkata apa-apa. Trijata yang melihat kedua kepala tersebut menjadi curiga, bahwa kepala tersebut adalah kepala putra kembar Rahwana Sundara dan Sundari. Ia lalu menyampaikan keyakinannya kepada Sita. Untuk meyakinkan Sita, Trijata mengecek keadaan Rama dan Laksamana ke gunung Mahendra dengan menaiki penyu raksasa. Kebetulan Hanoman sedang berjaga-jaga di sana dan iapun diantar oleh Hanoman menghadap Rama dan Laksamana.
Alangkah kaget dan gembiranya Trijata ketika melihat ayahnya dalam keadaan sehat bugar. Setelah ia menyampaikan maksud kedatangannya iapun mohon pamit. Hanoman bersama Trijata langsung menghadap Dewi Sita dan menceritakan keadaan Rama dan Laksmana.
Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Wibisana, adik Sang Rahwana, datang menghadap Rama dan mengaku akan berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan persahabatan yang kekal, Rama menobatkannya sebagai Raja Alengka meskipun Rahwana masih hidup dan belum dikalahkan.
Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Lalu diperintahkannya Sugriwa memimpin seluruh pasukannya agar mencari batu untuk menguruk selat Bandalayu tersebut. Akhirnya, dalam waktu lima hari jalan menuju ke Alengka sudah bisa dirampungkan. Jalan tersebut diberi nama Jembatan Bandalayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitab Ramayana (Terjemahan)
Ficción históricaRāmâyaṇa (dalam Bahasa Sanskerta) berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama") Sebuah cerita/kisah kepahlawanan dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki dari cerita Dewi Sita.