Qanita 4

7.2K 1K 103
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

***

Rasanya ada lem yang melekat di mataku sekarang. Aku ingin tidur, tapi rapat dengan klien baru sudah menanti. Cari mati jika aku tidak datang. Tapi aku masih mengantuk. Semalam aku baru bisa tidur jam tiga dini hari dan harus bangun jam enam.

"Kamu nggak apa-apa kan, sayang?" Vino yang saat ini mengantarku berangkat ke agency menatap khawatir. "Wajahmu pucet, lho."

"Aku cuma kurang tidur aja, kok."

Sebelah tangannya yang bebas membelai pucuk kepalaku. "Emang ada masalah yang kamu pikirin?"

Aku mengangkat bahu. "Cuma sering mimpi buruk aja."

"Kamu jangan banyak pikiran, dong. Kadang kamu tuh dikit-dikit dipikirin. Jadi susah sendiri, kan?"

Aku tersenyum, memang benar apa kata Vino, terkadang aku memikirkan hal yang tidak penting, atau sesuatu yang belum tentu terjadi, membuat perasaan makin gelisah. "Iya, aku usahain, kok."

Vino menarik bibirnya,dan sekali lagi mengusap kepalaku. "Kamu cantik hari ini."

Gombalan Vino yang tiba-tiba membuatku terhenyak.

"Aku paling suka lihat kamu pakai mini pants, kakimu terlihat lebih jenjang," katanya sambil melirik nakal.

Decihan ringan terdengar dari mulutku, kugerakkan jariku untuk mencubit perutnya. "Dasar mesum!"

Bukannya kesakitan, lelaki itu malah tertawa. "Eh, mesum apaan? Aku serius kali. Aku beruntung punya kamu, Ta. Cantik, seksi, baik hati, murah senyum, tidak sombong—"

"Ih mulai, deh," ujarku menyembunyikan pipi yang memerah dan itu membuat semakin semangat menggoda.

"Eh, tapi Vin, aku mau tanya." Mendadak sebuah pikiran terlintas di kepalaku.

Vino hanya mengangkat alis sebagai pertanda untukku meneruskan kata-kata.

"Jadi kamu suka lihat pakaianku terbuka kayak gini? Suka risih nggak, sih kalau aku dilihatin orang-orang?"

"Nggak apa-apa cuma dilihatin, yang paling penting kan yang bisa milikin kamu cuma aku." Vino meraih sebelah tanganku dan mengecupnya dan rona pipiku semakin mekar saja.

Ah, lelaki ini memang paling bisa membuatku melayang. 

Beberapa menit kamu menghabiskan waktu bersama, bersenda gurau, bercerita ini dan itu, melenyapkan kantukku. Syukurlah. Aku beruntung pagi ini memilih diantar oleh lelaki ini. Dia mood booster banget.

"Udah sampe nih," kata Vino kemudian, membuat kepalaku melongok ke gedung yang ada di depanku sekarang.

"Oh iya."

Vino mengerem laju kendaraannya. "Kamu baik-baik ya, nanti pulang aku jemput lagi?"

Aku menggeleng. "Aku bareng Amara aja."

"Oh, oke." Lelaki itu mengecup keningku sebelum aku pergi. "Hati-hati, ya. Jangan lupa ngabarin nanti."

"Siap!" Aku turun dari mobilnya, melambaikan tangan dan bergegas ke agency.

Langkahku berayun masuk ke dalam kantor. Kantor ini tidak begitu besar, terdiri dari 3 lantai. Lantai pertama biasanya jadi ruang penerima tamu, lantai kedua, tempat kumpul dan latihan talent, dan lantai ketiga tempat bos serta karyawannya bernaung.

QanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang