Kepalaku pening luar biasa. Seperti ada palu yang menghantam keras. Bahkan mataku sulit terbuka.
Susah payah aku tetap mencoba, hingga akhirnya sinar terang muncul, menyilaukan. Selanjutnya aku bangkit, melihat sekeliling. Ada banyak orang berpakaian putih mereka tertunduk, seperti meratapi sesuatu, dan yang paling menyita perhatian tentu saja Mama yang tengah terisak. Beliau kenapa?
"Ma."
Tak ada jawaban. Ia masih saja mengalirkan air matanya, sesekali mengelap dengan tisu. Rasanya hatiku tersayat-sayat melihat beliau seperti ini. Tak ada anak yang suka melihat orangtuanya menangis.
"Mama kenapa? Kenapa Mama nangis?"
Tapi aku mencoba setenang mungkin bertanya. Aku tak ingin tangisnya semakin pecah. Wanita memang seperti itu, kan? Hatinya sangat rapuh hingga seperti gelas kaca.
"Kenapa kamu pergi secepat ini, Nak?"
Deg! Mama bergumam pelan disela isakannya. Apa maksud Mama?
"Mama belum ikhlas. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik."
Sebentar, Mama kan hanya mempunyai dua anak, aku dan kakak. Apa jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kakak? Kenapa aku tidak tahu?
"Nak, tenang di sana ya, Nak." Tangan Mama terulur, menyentuh orang yang ada di depannya, mengusap pipinya pelan.
Pandanganku mengikuti uluran tangan itu.
Dan semuanya seperti runtuh. Mataku membulat tak percaya. Ada tubuh yang terbujur kaku di sana dan itu ... aku?
Tidak.
Apa ini? Aku ada di sini, aku berdiri di samping Mama.
Tidak! Ini tidak mungkin!
"Ma, aku di sini, Ma." Aku mencoba meraih Mama, tapi tak berhasil. Apa yang aku sentuh lolos begitu saja. Seperti sebuah benda tak kasat mata.
Tubuhku bergetar, merinding. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Jangan menangis. Aku ada di samping Mama," teriakku kencang, tapi seolah menuli, Mama tak mendengar suaraku sama sekali. Ia terus terisak, menyeka air mata yang menganak sungai.
Aku mengedarkan pandangan lagi, ada papa dan kakak di sana. Dan aku menghampiri mereka dengan langkah cepat.
"Kak, kakak lihat aku kan? Ini cuma becanda kan, Kak?"
Lalu aku beralih ke Papa. "Pa, gadis kecil kesayanganmu ada di sini. Putri kecil Papa. Bilang sama Mama dan Kakak. Aku ada di sini."
Tapi percuma, mereka bahkan tak bereaksi dengan ucapanku.
Perasaanku tercampur aduk, marah, kecewa, dan penyesalan yang paling mendominasi. Banyak hal yang belum aku lakukan di dunia ini. Tidak, ini tidak benar.
Ya Allah, aku bahkan baru saja mencoba untuk lebih dekat denganMu. Kenapa kau sudah mengambil semua dariku?
Air mata lolos begitu saja. Sesak, hatiku seperti terhimpit dinding tak kasat mata. Aku memukul-mukulnya. Mencoba untuk memberi ruang pada hati, tapi yang ada malah semakin sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Qanita
EspiritualUpdate setiap hari Rabu dan Minggu **** Aku punya segalanya. Tampang rupawan, body yang diimpikan hampir semua wanita di dunia, keluarga yang sangat peduli dan menuruti apa pun yang aku inginkan, hidup yang serba berkecukupan, sahabat yang selalu a...