Chapter II : Kenangan Pahit *___________________________________________*

8 1 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Putri dan Cita bekerja, jadi mereka bangun pagi sekali untuk bersiap. Tak ada kata terlambat lagi di kamus mereka, kamus khusus mereka berdua. Bukan kamus yang di jual di toko-toko, jadi jangan salah paham.

Semalam, Cita terbangun begitu mendengar suara pintu yang tertutup kasar. Dengan cepat ia turun dan melihat Putri yang terduduk di belakang pintu apartemen mereka. Cita menjadi khawatir dan segera turun ke bawah, lalu membopong Putri ke dalam kamar. 'Dari mana saja dia', pikirnya.

Dengan sigap ia menelentangkan tubuh Putri di atas Kasur, lalu secara tak sengaja telinga menangkap suara kendaraan seperti suara mobil. Jadi ia segera mendekat kea rah jendela, lalu membuka tirainya. Cita melihat dari kejauhan, ia merasa kalau ia pernah melihat sosok itu. Setelah ia ingat-ingat, ia baru tahu kalau pria tadi adalah Rovie. Laki-laki yang sangat di bencinya karena melukai hati sahabatnya.

Tapi, ada apa gerangan ini. Mengapa Putri dapat bertemu dengan Rovie, apa yang baru saja terjadi?. Mendadak, Cita teringat dengan masa lalu yang membuat Putri menjadi seperti ini. Tertutup terhadap masalah di sekitarnya, jarang tersenyum, dan lain sebagainya.

*_____________________________*

[2 tahun sebelumnya]

"Ta, kamu tahu. Rovie baru saja mengirimiku pesan yang isinya..., coba kamu tebak". Cita yang sedang sibuk membuat proposal teralihkan perhatiannya oleh yang dibicarakan Putri. Untuk apa Rovie mengirimi Putri pesan, dan juga. Apakah gadis ini bodoh?, sudah beberapa kali Rovie menyakiti hatinya. Tapi masih saja ia memaafkannya.

Kalian tahu yang di ucapkan Putri jika Cita bertanya soal itu, ia selalu menjawab. 'Cinta memang membutakan, tapi aku bersyukur dapat mencintainya karena ku yakin. Ia adalah yang terbaik yang di kirimkan tuhan kepadaku'. Siapa saja, tolong rubah pemikiran sahabat karibnya ini.

Cita hampir di buat geleng-geleng kepala oleh tingkah Putri, berulang kali Putri selalu pulang dalam keadaan menangis. Dan kalian tahu siapa penyebabnya?. Ya, Rovie Prasetyo. Laki-laki brengsek yang selalu membuat sahabatnya tersakiti, entah karena ucapannya, ataupun karena sikapnya. Oke, kembali ke topik. Setelah berpikir lama, Cita kemudian menjawab. "Kamu akan di ajak pergi menonton ke bioskop malam ini?" jawab Cita asal-asalan.

"Bukan, yang lain" balas Putri dengan tetap tersenyum manis, siapa pun yang melihatnya pasti akan meleleh. "Bukan, ya. Kalau begitu...Dinner?" jawab Cita, namun Putri menggeleng pertanda jawabannya salah lagi. Akhirnya Cita menyerah, lalu Putri menjawab dengan riangnya. "Kami akan pergi ke Taman Bermain besok pagi" ucapnya dengan bersorak kegirangan.

"Benarkah?, wah syukurlah kalau begitu. Pukul berapa?, jangan pulang terlalu larut" Nasehatnya. Putri mangut-mangut lalu masuk ke dalam kamarnya. Cita kemudian melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Keesokkan paginya, entah karena memang terlalu bersemangat atau apa. Mungkin kerasukan setan kali,ya. Putri bangun pagi sekali untuk bersiap, Rovie bilang ia akan menjemputnya di taman Indonesia sekitar pukul 7 pagi. Sekarang jam menunjukkan pukul setengah tujuh atau jika di tulis angka, menjadi pukul 06.30.

Sama sih gak ada bedanya. Putri kemudian memakai flat shoes-nya lalu berpamitan pada Cita, Cita kemudian menemani Putri ke pintu gerbang menunggu datangnya 'Pangeran Es'. Panggilan Cita kepada Rovie, karena jika di ajak bicara, Rovie hanya menjawab seadanya. Singkat, padat, dan jelas.

Kembali ke cerita, Rovie kemudian tiba dengan mobil hitammya. Cita berpesan kepada Putri, jika ada masalah jangan lupa untuk mengabarinya. Cita juga berpesan kepada Rovie, tapi bukan pesan yang baik-baik. Malah terlihat seperti ancaman, kedengarannya.

Melodi CintaWhere stories live. Discover now