Putri mengerjakan semua tugasnya sebagai sekretaris dengan baik. Bahkan mungkin bisa di bilang, ia sudah pro/professional. Jika Rovie menanyakan sesuatu padanya, sesopan mungkin ia menjawab dengan kalimat formal. Bukankah memang harus seperti itu, seorang bawahan sudah sepatutnya patuh pada atasannya.
Sebenarnya, banyak karyawan yang menolak Putri untuk menjadi sekretaris CEO. Tak sedikit malah. Tapi Putri tak ambil pusing, daripada tambah berabe nantinya.
Tapi, secara perlahan, pandangan para karyawan di tempat ia bekerja mulai merubah cara pandangan mereka terhadap Putri. Saat melihat keuletan Putri dalam menjalankan tugas. Dalam satu hari, sudah banyak yang menghormati dan mengaguminya. Lantaran mereka sudah tahu, menjadi seorang sekretaris CEO bukanlah hal yang mudah.
Sesuai yang Putri janjikan, Putri menceritakan semua yang terjadi di hari interview kepada Cita. Cita mendengarkan dengan baik, sesekali Cita sedikit mengeluarkan sumpah serapahnya mengingat begitu brengseknya laki-laki itu. "Jadi, dia ngancam kamu buat jadi sekretaris pribadi dia, begitu?". Putri menganggukkan kepalanya.
"Cih, lelaki tak tahu diri. Kenapa baru sekarang kamu ceritain, kenapa nggak dari kemarin-kemarin?" Cita kembali bertanya tanpa henti.
Putri menghela nafas menatap makanan di hadapannya yang mulai mendingin. Nafsu makannya menghilang sejak ia bercerita soal pertemuannya dengan Rovie. Cita yang menyadari hal itu segera berinisiatif untuk sedikit menghibur Putri, sedikit bercanda tidak apa-apa, kan?.
"Oh, ya. Nanti malam kita ke restoran O'Latte, yuk. Katanya masakannya enak-enak, dijamin" ucap Cita menggebu-gebu. Putri kemudian tersenyum menandakan ia sudah mulai merasa baikan atas ajakan Cita. Sepertinya akan mengasyikkan, pikirnya.
"Nona Putri?" Tiba-tiba seorang pegawai yang tak dikenalnya menyapanya. "Ya, dengan saya sendiri. Ada apa, ya?" tanya Putri kembali bertanya. Cita juga bingung dengan situasi sekarang. "Tuan Rovie ingin anda menemuinya sekarang di ruangannya" jawab si pegawai. Dengan ragu, Putri menoleh ke arah Cita untuk melihat reaksi wajahnya.
Cita sudah melotot dengan wajah menahan amarah ke arahnya. Tapi kemudian, Cita berucap. "Pergilah, temui CEO kita sekarang" dengan tatapan wajah yang mulai melunak. Putri mengangguk lalu berdiri dan mengucapkan terima kasih pada pegawai tadi sudah memberitahunya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai ketemu di parkiran nanti sore" ucap Putri lalu mengambil tas slambag kecil miliknya lalu berjalan pelan ke arah lift untuk naik ke lantai 25 tempat CEO-nya bekerja. Cita mengangguk dan membalas "Ya, sampai nanti" dengan melambaikan tangannya kecil.
TINGGG...
Suara lift yang menandakan Putri sudah sampai di lantai 25, dengan langkah cepat Putri segera berjalan menuju ruangan tempat Rovie bekerja. Setelah sampai di depan pintu, Putri berhenti sejenak lalu mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Ini untuk mencegahnya untuk tidak nervous. Dengan pelan, Putri membuka pintu ruangan dan melihat Rovie yang tetap setia dengan masih berkutat dengan laptop kesayangannya sekarang.
"umm... permisi, ada apa anda memanggil saya? Pak Rovie" ucap Putri setelah berhasil duduk di kursi menghadap Rovie. Dengan kalimat seformal mungkin dan sesopan mungkin. "kenapa kau lama sekali, aku sudah menunggumu dari tadi, nona Putri" balas Rovie tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptop. Putri menjadi kesal di buatnya.
Dia pikir lantai satu dan lantai dua puluh lima itu dekat apa, "laki laki bodoh" gumamnya.
"Apa yang baru saja anda katakana, nona Putri?". "Tidak ada, Pak" balas Putri yang pura-pura tersenyum. Rovie kemudian berhenti mengetik dan menatap Putri dengan tatapan intens. Putri menjadi risih di buatnya. "Ada yang mau aku bicarakan sama kamu".
YOU ARE READING
Melodi Cinta
RomanceMau sekeras apapun aku mencoba tuk melupakanmu, aku tetap tak bisa. disaat hati ini lelah tuk kau sakiti, saat itulah aku menyadari kebodohanku dipermainkan olehmu. tapi aku tak bisa tuk membencimu, karena jauh dilubuk hatiku... Aku mencintaimu...