17 ~ Pada Ruang Hampa Bernama Hati

730 78 20
                                    

🎶 Fiersa besari : April

🌸🌸🌸

Kini, sudah satu bulan lamanya Ghifari dan Arsyila menjalani harinya masing-masing. Persahabatan keduanya benar-benar merenggang, sementara hubungan Arsyila dan Panji semakin lengket saja bak perangko.

Meskipun seringkali berpapasan di sekolah, tapi Arsyila dan Ghifari hanya saling bertegursapa dan mengulas senyuman. Pria berkaca mata itu merasa begitu hampa saat menjalani hari-harinya tanpa gadis berkepang itu, tetapi Arsyila tidak peka karena perhatiannya teralihkan pada kekasih hatinya, Panji.

Ghifari membatin sembari menatap punggung Arsyila dan Panji yang sedang berjalan berdua di ujung koridor sana, "Semesta, aku telah melakukan kesalahan besar. Harusnya dulu aku meminta dia untuk menjadi pendamping hidupku saja, bukan cuma sekadar sahabat seperti ini."

"Aku mencintaimu laksana dedaunan yang jatuh cinta pada bumi,
Tak perlu kuucapkan,
Cukup kau rasakan."

Ghifari menulis empat bait puisi hatinya pada ponsel, lalu memostingnya beserta gambar dedaunan yang jatuh ke tanah.

🌸🌸🌸

Di bawah lembayung senja dan langit yang dihiasi magenta, sepasang insan bernama Panji dan Arsyila duduk berdua di tepi dermaga. Keduanya terhanyut dalam lamunan masing-masing sambil memandang laut lepas di depan mereka.

"Arsyila, aku akan sangat merindukanmu," kata Panji tiba-tiba.

Spontan, Arsyila menoleh pada pria di sampingnya itu seraya menatap heran. "Kenapa merindukanku, Kak? Bukankah kita setiap hari bisa bertemu?"

"Besok tidak lagi, Kesayanganku. Nggak bisa."
"Kenapa?" Mata indah Arsyila berkaca-kaca.
"Kakak mau menghilang dulu sebentar." Panji mengusap puncak kepala Arsyila dan menatapnya.
"Menghilang? Kakak mau ke mana?" Arsyila tidak bisa menahan air matanya lagi. Dadanya sesak seketika. Dan sembilu mulai merambat ke relung hatinya.

"Kakak akan sibuk kursus dan ada penambahan jam pelajaran di akhir semester ini, Sayang. Jadi, kita akan jarang ketemu." Panji menggenggam tangan Arsyila lembut. "Jangan rindu, ya," lanjutnya sambil menarik hidung gadis bermata cokelat itu.

Arsyila hanya diam membeku dan menunduk. Sementara, hujan terus berjatuhan dari mata indahnya. Keindahan senja pun bagai tiada artinya lagi saat itu karena hatinya sedang pilu.

"Sudah, jangan menangis lagi ya, Sayang. Kembaranmu sedih, tuh, lihat!" Panji menyeka air mata di pipi gadisnya.
"Kembaran?" Arsyila bertanya.
"Iya, kembaran kamu. Tuh, senja."
"Ada apa dengan senja?"
"Senja dan kamu adalah mahakarya terindah yang telah Tuhan ciptakan. Bukan sekadar indah, tapi juga selalu dirindukan. Bagaimana aku tidak jatuh hati pada makhluk seindah kamu," tutur Panji sambil memegang pipi Arsyila yang mulai merah merona.

🌸🌸🌸

Malam itu, setelah belajar bersama di rumah Reza, Ghifari langsung meluncur ke rumah dan masuk ke kamar. Wajahnya tampak kusut sekali, rambutnya acak-acakkan, dan tatapannya sendu. Siapapun pasti bisa melihat bahwa pria penyuka puisi dan buku itu sedang kalut. Kalau anak zaman sekarang, sih, menyebutnya dengan kata 'galau'.

"Arsyi, aku rindu kamu, Arsyi... Aku rindu...," erang hati Ghifari sambil terduduk di lantai, menekuk lutut, dan mengusap rambutnya kasar.

Luka dalam Rindu #KyFaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang