Seo Changbin, seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika yang tengah melaksanakan PKL di salah satu sekolah putra swasta.
Tentunya, di sekolah itu sembilan puluh delapan persennya diisi oleh laki-laki.
Karena merasa senasib seperjuangan, tak ayal para siswa di sana suka berunding di luar maupun dalam jam pelajaran.
"Perkenalkan, saya Seo Changbin dari Universitas Y. Di sini saya sementara menggantikan guru kalian mengajar Matematika, dalam rangka memenuhi nilai di mata kuliah saya. Mohon kerjasamanya." Kata Changbin yang tengah berdiri di depan kelas.
"Ya, kak." Sorak seluruh siswa balas membungkuk hormat.
Hari ini adalah hari pertama Changbin mengajar. Changbin menggembungkan pipi, rautnya tegang karena gugup.
Changbin berdiri di hadapan para siswa yang notabene berusia tidak beda jauh darinya. Sama seperti melihat teman sebaya. Changbin pun teringat masa dimana ia menjadi ketua kelas, berdiri di hadapan banyak orang. Tapi sekarang berbeda, ia bukanlah sedang menjadi ketua kelas.
Untuk mengurangi kegugupannya, Changbin berusaha menyibukkan diri dengan segera menulis materi di papan tulis.
Setelah menulis materi di luar kepalanya, Changbin pun berbalik menghadap seisi kelas.
"Baik, jadi pengertian limit adalah..."
Banyak dari siswa yang tak bersungguh-sungguh menyimak penjelasan Changbin. Ada yang sibuk mengobrol satu sama lain, yang tertidur di kelas, yang sedang memainkan ponselnya, bahkan mengerjakan pekerjaan rumah mapel lain karena kepepet.
Namun Changbin masih belum berani untuk menegur para siswa. Secara dia pun sadar diri dengan statusnya yang juga masih belajar.
"Sampai di sini paham?" Tanya Changbin demi mengembalikan perhatian mereka.
"Paham..." Jawab seisi kelas serempak. Paham atau tidak paham, yang penting sudah dijawab. Pikir mereka.
"Kalau begitu, mari beralih ke pembahasan selanjutnya. Cara mengubah bentuk tak tentu menjadi bentuk tertentu. Bentuk tak tentu merupakan..."
Lagi, seluruh murid memiliki kesibukan masing-masing di saat jam pelajaran. Mereka tak lagi menyimak penjelasan Changbin, bahkan banyak dari para siswa yang berunding dengan suara yang hampir terbilang nyaring.
Namun Changbin tetap bersabar. Ia tetap terus menjelaskan materi hingga selesai dan kembali bertanya,
"Sampai sini sudah paham?"
"Paham..."
"Kalau begitu, kerjakan soal yang sudah saya tulis di papan tulis ya."
"Ya, kak."
Changbin pun menduduki kursi keguruannya. Seketika dia merenungkan gaya mengajarnya.
Changbin merasa gaya mengajarnya terlalu kaku kepada para siswa. Apalagi bahasa yang ia gunakan selalu formal, wajar saja para siswa jenuh dengan penjelasannya.
Seketika Changbin menyadari, seisi kelas telah sesak akan suara riuh para siswa yang berunding. Mereka sampai lupa pada tugas yang diberikan, hingga akhirnya Changbin mencari cara untuk menghentikan keriuhan yang terjadi.
Sesuatu yang mengalihkan perhatian. Changbin berpikir keras, apakah ia harus bertindak kasar dengan cara mendobrak meja? Memukul penggaris? Atau membentaki siswa?
Sepertinya Changbin lebih memilih cari aman dengan tidak mengambil hal-hal beresiko seperti yang disebutkan tadi.
"Yo, guys. Sorry mengganggu waktu kalian tetapi don't wasting your time so execute in ya front. Be enjoy nikmati tugasmu. Yo, yo, yo~ aku belajar, kamu juga belajar, sama-sama belajar intinya jangan berisik yo~"
Keheningan pun, berlangsung.
Tidak ada yang salah dari berderet kata yang Changbin lontarkan, bahkan cara Changbin terbilang sukses dalam merebut kembali perhatian seisi kelas.
Changbin menatap seluruh siswa di hadapannya. Ia mulai merasa lebih gugup dari sebelumnya karena sudah nekat menyanyi rap diiringi dengan gaya, di tempat dan waktu yang tidak tepat.
Lisan para siswa yang membisu sesaat pun akhirnya bersorak kagum dan bertepuk tangan ria. Mereka kagum akan kemampuan Changbin yang mahir dalam membawakan rap.
"SWAG man!"
"Woah dia bisa ngerap?"
"Kenapa ngga ambil jurusan musik aja, kak?"
"Bertahun-tahun belajar akhirnya dapat pencerahan juga..."
Pujian datang bertubi-tubi kepada Changbin yang masih duduk terpaku di meja guru.
Changbin mengangguk, ia sudah menemukan cara baru untuk mengatasi kebisingan siswa disaat jam pelajaran; ngerap.
"Yo, kerjakan saja tugasmu. Harus dikumpulkan hari ini juga." Ujar Changbin dengan nada biasa, tapi masih bergaya swag.
Yah, meskipun berhasil membuat keadaan kelas hening sesaat toh ujung-ujungnya mereka kembali berunding lagi.
•••
Di lain kesempatan, Changbin ditempatkan mengajar di salah satu sekolah putri swasta. Sekolah yang berpopulasikan gadis-gadis remaja.
Changbin tak habis pikir, tenaga didik sepertinya yang bergender laki-laki malah ditugaskan mengajar di sekolah putri.
Jalani sajalah. —Changbin
Berdiri kokoh menghadap para siswi, Changbin pun memperkenalkan diri.
"Perkenalkan, saya Seo Changbin dari Universitas Y. Di sini saya sementara menggantikan guru kalian mengajar Matematika, dalam rangka memenuhi nilai di mata kuliah saya. Mohon kerjasamanya."
Bukannya balas membungkuk hormat, para siswi justru lancang menyapa Changbin dan tidak menunjukkan sikap hormat sama sekali.
"Hai kak Changbin!"
"Uh, gantengnya kakak itu..."
Changbin yang mendengar omongan semacam itu hanya bisa menyunggingkan senyuman tipis. Tanpa berlama-lama, Changbin pun menuliskan materi di papan tulis seraya menunggu kegaduhan di antara para siswi mereda.
Namun begitu Changbin telah menyelesaikan kegiatan menulisnya, para siswi masih tetap berunding satu sama lain dan menimbulkan kebisingan.
Seketika Changbin teringat akan kiat ampuh yang ia temukan sendiri. Ngerap.
"Hey my sweetie gurls, kalian bisa bicara di belakangku tapi tidak untuk saat jam pelajaran~ yo, yo, yo~ akulah yang akan jadi spotlightmu yo, yo, yo~"
Senyap melanda.
Keringat dingin perlahan menetes dari pelipis Changbin. Sepertinya, Changbin sudah salah bertindak.
Seketika para siswi di kelas itu menjerit histeris, meneriakkan nama Changbin seraya bertepuk tangan. Seisi kelas diwarnai keriuhan bak menonton konser seorang idol.
The power of tampan.
"Kak coba nari dong, kak!"
"Iyaaa kak ngerap sambil nari!"
"Yaa ampun kakak itu udah ganteng, jago ngerap lagi...!"
"Ayo kak nari!"
"Nari!"
"Nari!"
Serentak para siswi berseru meminta Changbin untuk menari di depan kelas. Pelajaran Matematika pun berujung menjadi ajang berdemokrasi.
Changbin menggaruk kepalanya, tantangan makin kesini makin berat saja. Pikirnya.
Emang bagusnya gua jadi artis saja ketimbang mengajar. —Changbin
║▌║▌║█│▌
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayangkanlah ➖ Stray Kids ✔
NouvellesBayangkanlah jika member Stray Kids ada di keseharianmu, namun bukan sebagai boygroup melainkan profesi lain! Begin: 25.05.2018 ▪semi-baku ▪500-800 words ▪sebagian ide cerita terinspirasi kisah nyata orang lain