Bab 4

4.4K 556 58
                                    

Jadi, itu siapa?

Pertanyaan itu terus tergiang-giang di pikiranku. Aku tidak pernah ingin tahu siapa sebenarnya wanita itu, tetapi mengingat dia berada di rumahku, aku mau tidak mau menjadi penasaran. Namun, aku juga cukup lega karena hanya aku yang merasa aura rumah ini suram. Walau Leo, lelaki tampan itu malah bisa melihat dengan jelas 'itu'.

Aku ingin sekali menanyakan perkara itu pada Leo tetapi batal kulakukan. Aku tidak ingin menakutinya. Kalau sampai dia merasa takut dan enggan kemari, aku tidak tahu harus memohon bantuan pada siapa lagi. Hanya Leo satu-satunya kenalan yang kumiliki sekarang. Terlebih, aku merasa nyaman bersamanya. Walau aku belum sepenuhnya yakin, apakah ini adalah rasa nyaman persahabatan atau lebih dari itu.

"Kakak,"

Aku menoleh, menatap Toto yang sudah berdiri di depanku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kamarku sudah bersih? Boleh aku kembali ke sana?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Sudah," jawabku. "Silahkan!"

"Terimakasih," kata Toto girang lalu berlari menuju kamarnya.

Aku hanya tersenyum tipis lalu beranjak menuju dapur, hendak memasak untuk makan malam.

Brak.

Aku tertegun, menatap bingkai foto yang tiba-tiba jatuh. Cukup heran, karena lokasinya strategis dan ia hanya jatuh dari kedudukannya tanpa terjun bebas dari atas lemari.

Aku hanya mengelengkan kepalaku, meyakinkan hatiku bahwa semua baik-baik saja. Kuteruskan langkahku. Kuputar kran, hendak mengambil air untuk memasak.

Trak.

Macet.

Tidak ada air yang keluar.

Aku menghela napas ringan. Rumah ini memang sudah cukup tua, jadi wajar rasanya jika kran airnya begini.

Aku berbalik, hendak ke depan, berencana mengambil air dari kran air yang berada di samping rumah.

Bur...

Kran air di dapur mengalirkan air.

Kutautkan alisku, heran. Aku pun kembali, mengambil panci dan hendak menampung air.

Tak.

Mati lagi.

Kesal, kututup kran air itu lalu beranjak pergi.

Bur...

Menyala lagi.

Aku berdiri, menatap aliran air itu lalu entah kenapa tergoda menatap kaca jendela yang berada di samping kiri. Disana, sebuah bayangan terpantul. Seorang wanita seperti yang Leo terangkan, berambut panjang hingga pinggang, berpakaian putih, berkulit pucat dengan wajah yang sedikit ngeblur berdiri di luar rumahku. Lama kutunggu dan tak ada pergerakan yang terjadi.

Aku merasa mataku panas, hingga aku mengedip.

Deg.

Wanita itu yang awalnya berada cukup jauh, di luar rumahku rasanya tapi kini hanya dalam satu kedipan, sudah berada di dekat jendelaku. Keringatku menetes. Dingin kurasakan. Dari kaki, tengkuk hingga membuat ususku nyaris terpilin kuat.

Aku menolehkan pandanganku ke kran air yang masih menyala. Perlahan airnya mulai berubah warna, dari bening menjadi merah, merah darah lalu menjadi hitam pekat. Aku nyaris berteriak ketika beberapa helai rambut keluar dari sana tetapi suaraku tidak keluar.

Aku kembali mengarahkan pandanganku ke wanita tadi dan hanya mampu membelalakkan mataku ketika kini dia hanya berjarak beberapa meter dariku. Dia menyeringai dengan mulut lebar yang nyaris sampai ke telinganya. Dan aku mulai gemetar saat kini wajahnya bisa kulihat dengan jelas.

THE SATANIST ( TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang