#3

8K 516 28
                                    

2 minggu, Usai kejadian Kaila memberitahuku soal dirinya yang disebut dalam sholat istikharahnya Akbar, membuatya semakin hari semakin gencar memperbaiki diri, mulai menjaga cara bicara dan gaya berpakaiannya yang mulai menggunakan rok, Aku sangat senang melihat perubahannya tapi aku juga takut jika perubahan yang ia lakukan bukan untuk Allah semata.

Aku juga sudah berulang kali memberitahunya untuk tidak berharap lebih pada Akbar selain pada Allah, ia pun hanya mengiyakan saranku, namun tetap saja komunikasinya seperti chat via whatsapp masih saja rutin ia lakukan dengan Akbar, aku juga tidak menyalahkan keduanya, karena aku sendiri juga fakir ilmu, aku hanya mencoba menasehati yang aku tau saja.

Kini, aku sedang dirumah Kaila membuat makalah untuk bahan presentasi minggu depan, karena giliran kami yang maju, berhubung memang perkelompok terdiri hanya 2 orang, jadi benar saja jika dikamarnya Kaila hanya ada aku dan dia, aku yang sibuk mencari referensi materi dibuku-buku yang aku pinjam di perpus dengan Kaila yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Alfira!" teriak Kaila tepat ditelingaku yang membuatku spontan melihatnya dengan kububuhi tatapan tajam mata cokelatku

"Apaan sih La? Bisa nggak, nggak usah teriak gitu, sakit telingaku" balasku seraya mengusap-ngusap telingaku

"Liat deh, Akbar bilang dia suka sama perubahan penampilanku" kata Kaila seraya menyodorkan ponselnya agar aku melihat balasan pesannya dari Akbar

"Astagfirullahaladzim La, aku pernah bilang kan? Jangan berubah dan berharap sama manusia nanti kalau tidak sesuai diri kamu sendiri yang terluka" jelasku pada Kaila

"Ahh hmm iya Ra, aku tau. Aku berubah karena Allah kok beneran deh, cuma aja aku seneng dia kaya udah nerima perubahan aku gitu" balas Kaila yang kembali mengetikkan sebuah pesan untuk Akbar yang aku tak tau isi pesannya apa.

"Yaudah iya, sekarang mau aku tinggal pulang terus kamu lanjutin ini makalah sendirian atau tetep ngerjain bareng aku tapi kamu bantuin cari referensi materi makalahnya didalam buku ini?" tanyaku yang mengalih fokuskan pandangan Kaila dari ponselnya dan lalu menatapku dengan cengiran kudanya

"Ehhh, gitu aja ngambek. Iya ini udah aku taro ya ponselnya, sini aku cariin. Di bab berapa sekarang?" jawab Kaila seraya mengambil buku yang kusodorkan

"Bab 2A ya, aku cari 2B nya" tungkasku yang diangguki oleh Kaila

***
Sementara ditempat lain, seperti biasa pada minggu sore seperti ini, biasanya dulu saat masih SMA, Airfan tak pernah absen melakukan jogging disekitar komplek rumahnya dan berakhir dengan bermain sepak bola bersama teman-teman kompleknya, kini saat Airfan sudah tak lagi sering melakukan rutinitas itu, tiba-tiba saja rindu menyusup kalbu yang menggerakkan Airfan untuk mengulang dan bernostalgia pada masa SMA nya dulu.

Airfan berpamitan pada Ayah dan Ibunya untuk bergegas melakukan jogging disekitar komplek rumahnya, kakinya melangkah menuju blok F kompleknya, entah apa yang membuatnya kini telah sampai tepat didepan rumah minimalis berpagar hitam dan ber cat putih. Meski Alfira tidak mengetahui persis rumahnya, namun Airfan selalu tau semua tentang Alfira.

Kapan ya aku bisa mengkhitbahmu Ra? Gumam Airfan dalam hati dengan masih menatap rumah Alfira

Airfan masih intens menatap rumah bercat putih itu, hingga getaran dari ponselnya membuyarkan pandangannya. Terlihat ada satu pesan masuk dari whatsapp.

Mas Adipati:
Jangan liatin terus rumahnya, sini bertamu sekalian bertemu😉

Ha? Yang bener Mas Adi dirumah? Tanya Airfan pada diri sendiri seraya mencoba mencari keberadaan dimaan Mas Adi, ponselnya kembali bergetar,

Takdir Imamku [SELESAI, PROSES SELF PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang