Aku menghabiskan makan pagiku dengan buru-buru. Sementara Lena, putriku yang baru berusia sembilan bulan bergelayut dengan rewel di pangkuanku. Tangannya sibuk meraih apa saja yang berada di sekitarnya. Menarik rambut, baju, bahkan makanan di piringku.
Lizzy yang tadinya terlihat sibuk di depan komputer akhirnya bangkit menghampiri lalu meraih putriku.
"Ayo sayang ikut tante dulu ya. Biarkan mamamu menghabiskan makan paginya," ucapnya gemas sambil mendekap balita tersebut di gendongannya.
Awalnya Lena merengek, tapi toh akhirnya ia tertawa geli ketika Lizzy menggelitikinya terus menerus.
"Terima kasih," ucapku sambil buru-buru memasukkan nasi ke mulutku. Merasa bersyukur atas pertolongannya.Ah, punya anak memang betul-betul merubah segalanya. Dulu aku terbiasa makan ala-ala table manner, elegan, pelan, dan betul-betul menikmati setiap sajian yang masuk ke mulutku. Sekarang? Jangankan table manner, makan biasa ala militer pun terasa kurang cepat karena si kecil keburu rewel dan merengek-rengek minta gendong.
Sebetulnya tidak hanya makan. Aktivitas lain seperti mandi, bersih-bersih, memasak, mencuci, durasinya harus kupangkas sedemikian rupa karena ya, begitulah, aku harus mengerjakan segalanya dengan cepat karena jika tidak, anakku keburu rewel dan menjerit histeris.Aku baru bisa mengerjakan aktivitas lain jika Lizzy di rumah dan membantuku menjaganya. Bagaimanapun juga Lizzy sudah seperti ibu sendiri bagi Lena, mereka akrab, dan putriku juga menurut sekali padanya. Jika sudah berada di gendongannya, balita itu takkan rewel lagi.
"Aku berencana mencari pekerjaan," ucapku sembari membawa piringku yang telah kosong ke bak cuci dan segera membersihkannya.
"Mencari pekerjaan?" Lizzy mengulangi kata-kataku. Aku menatapnya sekilas lalu mengangguk, kemudian meletakkan piringku yang telah bersih ke rak.
"Sudah hampir satu tahun aku fokus merawat Lena, aku tak punya penghasilan dan tabunganku menipis," jawabku.
"Lalu apa rencanamu?" Lizzy mengayun-ayun Lena hingga balita itu tertawa lepas.
"Aku sudah bicara dengan Paman Jo dan dia mengijinkanku bekerja di rumah makan miliknya," jawabku, menyebutkan nama seorang paman baik hati yang tinggal dua blok dari rumah kontrakan kami, dan mempunyai usaha rumah makan kecil di samping rumahnya.Lizzy tampak kaget mendengar jawabanku. "Pramusaji?" ucapnya tak percaya.
Aku kembali mengangguk. "Hanya tempat itu yang mengijinkanku bekerja dengan membawa Lena. Paman Jo tak keberatan jika aku membawa Lena bekerja. Tugasku hanya mengantarkan makanan ke pelanggan, dan itu bisa kulakukan sambil menjaganya." Aku menatap putriku yang terus saja terkikik ceria di gendongan Lizzy.Lizzy tampak ternganga. "Kau? Bekerja di rumah makan kecil?" Ia tampak tak mengerti.
Aku kembali mengangguk.
"Hana, jujur saja itu tak cocok untukmu. Maksudku, lihat dirimu. Kau cantik, kau elegan, dan kau pantas mendapatkan pekerjaan yang lebih berkelas daripada sekadar jadi seorang pelayan restoran." Ia protes.
Aku mengangkat tanganku. "Aku tak keberatan," jawabku cepat.
"Tapi aku yang keberatan," dan ia tampak kekeuh.
"Hana, kau terlalu cantik untuk menjadi seorang pelayan restoran. Bagaimana mungkin seorang mantan model berakhir di tempat seperti itu? Tempatmu bukan di sana. Kau seharusnya ada di catwalk, fotomu terpampang di majalah-majalah, dan kau bisa jadi artis atau bintang iklan.""Aku sudah berhenti, Lizzy. Aku tak akan masuk ke dunia itu lagi. Aku ingin hidup tenang dengan putriku," jawabku.
"Dan miskin," cetus sahabatku.
"Lizzy ...." Aku mengerang lelah.
"Hana, sebentar." Perempuan cantik berambut sebahu itu beranjak.
"Mau kemana?" tanyaku.
"Ke rumah bibi Tricia, menitipkan Lena padanya. Karena setelah ini kita akan terlibat pembicaraan serius, kau dan aku." Dan belum sempat aku menjawab, Lizzy sudah pergi membawa Lena ke rumah bibi Tricia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
RomanceHana Maria harus membuang jauh-jauh impiannya untuk bisa menjadi model terkemuka karena sebuah kesalahan fatal, di mana ia harus menjadi single mother di usia yang teramat muda, 20 tahun. Sempat merasa putus asa karena ia harus melahirkan sendirian...