03. Queen of Drama

6.9K 882 14
                                        


"Dia lolos. Aku ingin mengenalnya lebih jauh."

Dan kalimat itu keluar dari mulut Sean sendiri.
Ia yang meloloskanku! Ia yang ingin mengenalku lebih jauh!
Ini mungkin terdengar tidak masuk akal. Tapi aku benar-benar mendapatkan sebuah keajaiban.

"Tapi dia---"

Mrs. Dwan bangkit dari tempat duduknya dan melayangkan tatapan protes ke arah pria tersebut.

Yang ditatap hanya membalas sekilas dan tanpa membubuhi kalimat berlebih, ia kembali menjawab, "Sudah kubilang, dia.lolos."

Kalimat itu tegas, setegas tatapan matanya.

Mrs. Dwan tak berkutik. Ia mematung dengan raut muka sebal. Sesekali menatapku dengan tatapan jijik.

Dan aku tak peduli.

Pintu cermin kembali digeser oleh seseorang yang sejak tadi berdiri di belakang Sean, lalu pria itu beranjak ke sana.

Tepat ketika pintu nyaris tertutup, aku berteriak padanya, "Terima kasih!"

Dan aku masih sempat menangkap seulas senyum tipis sebelum sosok itu lenyap dibalik dinding cermin.

Tatapanku kembali beredar ke arah para juri, termasuk Mrs. Dwan, Kai, dan yang lainnya.

Dan tanpa bisa mengontrol kebahagiaanku, aku bersorak gembira.

Ah, masa bodoh dengan keberadaan Sean di dalam sana. Yang penting aku lolos audisi, aku bisa menjadi bagian dari acara ini, dan wajahku bisa wara wiri di televisi.

Selebihnya, aku akan mencari cara agar Sean tidak mendepakku di episode pertama.

***

Dengan buru-buru aku menyeruak masuk ke rumah kontrakan. Ketika melihat Lizzy berdiri sendirian di depan wastafel, aku berjingkat lalu menghambur ke arahnya.

Aku berteriak haru sambil memeluknya.

"Aku lolos audisi!" teriakku.

Lizzy bengong sesaat, dan segera ia ikut berteriak histeris, bahkan lebih histeris dari diriku.

"Hana, selamat!" Ia mendekapku erat.

"Dan kau pasti takkan percaya ini! Aku bertemu langsung dengannya, dengan Sean! Dia yang meloloskanku!"

Lizzy kembali ternganga.

Kedua matanya melebar tak percaya.

"Serius?" Ia kembali berteriak.

Aku mengangguk cepat.

Dan perempuan itu kembali menubrukku, memelukku dengan gemas.

"Kau hebat, Hana! Kau berhasil menarik perhatiannya. Tak jadi soal jika akhirnya kau terdepak. Yang penting kau lolos dan bisa bertahan beberapa episode di sana." Ada nada lega dalam suaranya.

Aku kembali mengangguk haru.

"Tapi akan lebih bagus lagi kalau kau berhasil membuatnya jatuh cinta padamu, dan kau bisa jadi istrinya. Ah, hidup kita pasti luar biasa enak," desisnya.

Aku menarik tubuhku dari pelukan Lizzy, lalu menatapnya dengan tatapan protes.

"Lizzy, aku hanya akan berpartisipasi saja. Aku tak berencana mencari suami. Ayah Yena sudah cukup melukai hatiku, dan aku tak mau menerima luka baru. Aku trauma," jawabku.

Lizzy menarik nafas.

"Iya, iya, maaf mengingatkanmu akan luka lama. Sekarang terserah kau saja." Ia menepuk pundakku.

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang