Kai duduk di sisiku, meraih tisu di meja lalu membantu menyeka air mataku yang terus saja berderaian."Dengan siapa?" Ia bertanya dengan nada pasrah.
"Dengan siapa kau hamil? Dengan Sean?"
Aku menatapnya dalam diam. Dan lelaki itu tahu, diamku berarti iya.
Kai menegakkan punggungnya, tampak terpukul.
"Aku sudah menduga bahwa telah terjadi sesuatu di antara kalian," ujarnya."Kau harus memberitahunya, Hana. Sean harus tahu soal kehamilanmu." Kali ini sorot matanya menunjukkan rasa iba.
Aku menggeleng. "Tidak," ucapku lirih.
"Kenapa kau tak ingin memberitahunya?"
Lagi-lagi aku hanya terdiam.
Tidak, setelah apa yang terjadi di antara kami selama ini, apakah aku masih punya muka untuk bertemu dengannya dan mengatakan bahwa aku mengandung anaknya?"Kau harus memberitahunya, ia berhak tahu. Walau sekarang kau kehilangan bayimu, tetap saja Sean harus tahu tentang kenyataan ini."
Lagi-lagi aku menggeleng.
Kai mendesah sambil meremas rambutnya.
"Hana, menyembunyikan kenyataan ini dari Sean, itu terdengar tak adil baginya. Entah lelaki itu merasa senang atau sebaliknya, dia harus tahu.""Kai ...."
"Lagipula aku tak yakin berita ini tidak akan sampai padanya."
Keningku berkerut. "Ada apa?" tanyaku lirih.
Kai kembali menarik napas.
"Ada banyak wartawan di luar sana. Entah dari mana, berita bahwa kau dirawat di klinik ini menyebar dengan cepat. Mungkin salah satu staff atau perawat yang membocorkannya hingga banyak wartawan yang berbondong-bondong datang kemari dan ingin mengetahui keadaanmu. Jadi, bisa jadi saat ini Sean sudah membaca berita dari media online bahwa kau dirawat di klinik."Aku ternganga. "Lalu?"
"Aku sudah memberikan keterangan singkat pada para wartawan di luar sana bahwa kau harus dirawat karena kelelahan. Joshua juga sudah meminta secara khusus pada pihak klinik agar tidak membocorkan perihal keguguran ini. Dia yang mengatur detailnya."
"Joshua tahu?" Aku terkejut.
Kai mengangguk.
"Sepertinya Lizzy meminta bantuan padanya untuk mengatasi ini. Jangan menyalahkannya. Dia terlalu panik mengetahui keadaanmu."Aku memejamkan mata sejenak. Merasakan pening mendera kepalaku.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Joshua muncul dari sana.
Kai buru-buru bangkit. "Aku akan menunggu di luar. Kalian bicaralah." Ia beranjak cepat meninggalkan aku dan Joshua berduaan.Lelaki bersorot mata lembut itu bergerak mendekatiku. Setelah sempat mendesah lirih, ia duduk di sofa yang berada di sisi nakas.
"Jujur, aku kaget sekali ketika tahu kau hamil. Maksudku, aku benar-benar tak menyangka bahwa ... kau melakukannya." Ia membuka suara.
"Sekarang kau tahu, kan?" ucapku sinis.
"Jadi kau benar-benar mencintai lelaki itu? Sean Morthensen?"
Aku tak menjawab pertanyaan Joshua, dan tak berniat pula memberikan jawaban.
Lelaki itu mengerutkan bibir sambil manggut-manggut.
"Kau mencintainya." Ia menyimpulkan.
"Aku mengenalmu dengan baik, Hana. Kau tidak akan menyerahkan dirimu seutuhnya jika kau tak mencintainya.""Sekarang kau tahu jawabannya." Aku melengos, membuang pandanganku ke arah sisi yang lain.
"Tapi lelaki itu akan menikah, kan? Lalu kau bagaimana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
RomanceHana Maria harus membuang jauh-jauh impiannya untuk bisa menjadi model terkemuka karena sebuah kesalahan fatal, di mana ia harus menjadi single mother di usia yang teramat muda, 20 tahun. Sempat merasa putus asa karena ia harus melahirkan sendirian...