BAB DUA PULUH DELAPAN

470 33 0
                                    

"Lalu jika kamu adalah miliknya, apakah aku tidak diizinkan untuk melindungimu walau aku bukan siapa-siapa?"

-secarik luka-

Antariksa melenggang cepat dari sana sebelum orang di dalam gudang itu mengetahui keberadaannya. Dengan gejolak cemas menggebu di dada, ia semakin mempercepat jalannya menuju tribun yang kebetulan sepi.

Cowok itu duduk di kursi tribun. Menoleh ke kanan dan ke kiri sembari sesekali berdecak.

Ia terus memikirkan ucapan perempuan tadi. Yang beberapa menit lalu berhasil mencekam perasaannya. Bibirnya kelu, pelipisnya berkeringat, dengan jemari bergetar sedari tadi.

Antariksa menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia mendongakkan wajahnya setelah tertunduk cukup lama. Menatap lurus lalu menutup dan membuka mata.

"Gue bakalan cari tau, siapa perempuan di dalam gudang tadi."

∆∆∆

Madistra memasuki rumah Vanya. Sekarang sudah jam tiga sore, bisa dibilang ini adalah jam pulang sekolah nya.

Cowok itu mengetuk pintu tiga kali hingga akhirnya pintu tersebut dibukakan oleh Chika.

"Kamu udah pulang sekolah nak?" Tanya Chika.

"Iya Tante,"

"Kamu mau nginep disini lagi?"

"Enggak kok Tan, Madistra cuma mau ketemu Vanya sebentar, sama ngambil barang-barang Madistra disini, sekalian pamit juga sama Vanya dan Tante."

Chika mengangguk. "Ohh gitu, yaudah samperin sana Vanya nya. Lagi galau tuh nungguin kamu pulang dari tadi." Wanita itu terkekeh.

Madistra salah tingkah. "Tante bisa aja. Yaudah, Madis ke atas dulu ya?"

"Iya."

Madistra melangkahkan kakinya dengan berlari kecil sambil menaiki anak tangga. Dirinya sudah berada di depan pintu kamar Vanya, ia pun mengetuk dan tidak lama terdengar suara dari dalam seperti mempersilahkan nya masuk.

Cowok itu menghampiri Vanya yang masih berbaring di ranjang sambil menaruh ponselnya diatas nakas.

Madistra duduk di sisi ranjang. "Kamu nungguin aku dari tadi? Kangen ya?"

Vanya mengerutkan alis lalu menimpuk Madistra dengan bantal. "Geer kamu, kata siapa?"

"Kata Mami,"

Dalam hati Vanya berdecak sebal.

"Mami gak bisa deh kalo disuruh jaga rahasia, cihh!"

Madistra melayangkan tangannya di depan wajah Vanya yang sedang melamun. "Kok diem?"

Vanya tersentak. "Ah? Eng-enggak kok, hehe."

"Ohh oke. Yaudah, aku pulang ya? Gak enak kan kalo terus-menerus nginep disini. Ntar aja kalo aku udah halalin kamu, baru deh aku nginep lama disini."

"Kalo kita udah sah ya tinggal dirumah sendiri lah, masa masih seatap sama orang tua, nanti jadi beban."

"Kedewasaan kamu bikin aku makin jatuh cinta."

Vanya terkekeh sambil mengeluarkan tawanya. Pria itu selalu bisa membuat hatinya berbunga-bunga.

"Gombal banget si tuan Madistra."

"Gombalnya kan buat kamu nyonya. Biar nyonya Madistra makin bahagia kalo lama-lama di deket Madistra."

"Makin receh deh kamu kalo di diemin."

"Biarin. Aku pulang sekarang ya?"

"Iya, lagian kalo kamu lama disini, kasian bunda nungguin kamu dirumah."

Madistra tersenyum miring. Mana mungkin wanita yang sering ia sebut jalang itu menunggu atau mencemaskan diri-Nya.

"Wanita jalang itu? Nunggu aku? Mustahil."

"Belum bisa nerima bunda sampe sekarang?"

"Itu hal yang gak bakal aku lakuin, sayang."

"Kamu bakal menyesal suatu saat."

Madistra menghela napas. "Entah. Yaudah, aku pulang. Kalau besok kamu sudah sehat dan berangkat ke sekolah, hubungin aku biar aku jemput."

"Oke."

Cowok itu mendekat, lalu menangkup wajah Vanya. "Jaga diri baik-baik."

"Iya."

"Hmm, aku mau packing barang dulu. Sekalian turun ke bawah dan pamit sama Mami."

"Hati-hati ya?"

Madistra mengacak puncak kepala Vanya. "Iya, love you."

"Too sayang."

∆∆∆

Hola readers!👋
Jangan lupa vote dan komen ya¡
Butuh banyak komen biar nulis nya semangat!😚
Thx yg masih ngikutin cerita
ini sampai skrng;)

#salam hangat author yang gagal diet;'(



Secarik Luka [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang