BAB EMPAT PULUH SATU

462 35 1
                                    

"Aku tak perlu jutaan teman.
Yang aku ingin, hanya satu sahabat yang selalu ada saat kondisi ku suka ataupun duka.  Karena memiliki sahabat yang berperangai baik, adalah harta yang paling berharga."

∆∆∆


Vanya lalu mendekat ke arah Viana. Mengagetkan cewek itu yang membuat buku novelnya terlempar dari tangannya.

Viana menatap Vanya kaget.

"Vanya lo udah sadar?!"

Vanya tertawa saat melihat ekspresi wajah kocak Viana. Cewek itu terlihat sangat kaget sekali mengingat beberapa bulan lalu ia menjenguk Vanya yang masih koma diatas ranjang Rumah Sakit, dan sekarang malah dengan konyolnya gadis itu mengagetkan nya dengan keberadaan nya tiba-tiba di kelas ini.

Siapa yang tidak kaget, coba?

"Kenapa ketawa?"

Vanya menjeda. "Muka kamu lucu, ahahahahaha..."

"Kapan lo sadar dari koma? Kenapa nggak ngabarin gue? Gue kan bisa kerumah lo kemarin."

"Nggak perlu. Nanti kamu repot sama kondisi aku kemarin yang jalannya aja pake kursi roda."

"Gue nggak merasa direpotin kok sama lo. Kalau kenapa-kenapa, bilang sama gue."

Vanya menatap kursi kosong disebelah Viana. "Kamu nggak nyuruh aku duduk? Dan malah diajak ngomong terus? Nanti kalau aku sakit lagi, gimana?"

Viana melirik kursi itu. Menyengir ke arah Vanya. "Hehe, iya-iya. Duduk dulu tuan Puteri,"

"Nah, gitu dong." Vanya duduk dan menaruh tas gendongnya diatas meja.

"Oh iya, kapan lo sadar dari koma?" Tanya Viana.

Vanya terlihat berpikir. "Mmm... Sekitar dua hari lalu."

"Ohh, tapi udah nggak ada yang sakit 'kan?"

"Enggak kok, tenang aja."

Viana menghembuskan napasnya. Dia memeluk Vanya. "Ih, gue kangen banget sama lo tau, Van!"

Vanya kemudian membalas pelukan sahabatnya itu. "Aku juga. Tapi nggak gini juga kali meluknya. Ini seolah-olah kayak aku mau pergi jauh trus kamu tahan aku biar nggak pergi. Sampe aku nggak bisa napas gini, huftt.. Huftt..."

Viana perlahan melepas peluknya. Viana memang sangat rindu sahabat sebangku nya itu. Sudah hampir tiga bulan lebih Vanya tidak menduduki singgasananya di kelas. Dan itu membuat Viana kesepian. Seperti tidak punya teman. Padahal bisa dibilang, Viana itu cewek ramah yang gampang akrab dengan semua orang. Tapi bukan sembarang orang.

Dia tipe pemilih. Tapi bukan suka pilih-pilih. Maksudnya, dia hanya mau mengenal seseorang yang dianggapnya baik, tidak neko-neko, Dan tidak suka pamer apa yang dia punya.

Karena sepengetahuan Viana selama bersekolah di SMA Kharisma ini, banyak sekali siswa-siswi yang merupakan keturunan dari keluarga berada, dan suka pamer harta kekayaan. Tapi Viana tidak termasuk kok kedalam murid seperti itu. Dia bahkan berpenampilan sederhana, tanpa aksesoris mewah yang dia pakai di tubuhnya.

"Maaf-maaf. Gue terlalu bersemangat lo masuk sekolah. Akhirnya sahabat gue yang unyu ini sembuh juga dari koma."

Vanya sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Viana. Sebelumnya, Vanya pernah berpikir kalau yang namanya sahabat itu tidak ada. Namun setelah ia bertemu dengan Viana, Vanya baru tahu. Kalau pada nyatanya, sahabat sejati itu benar-benar ada. Buktinya Viana. Dikirim Tuhan untuk dirinya sebagai teman yang berharga dan harus sangat dijaga.

Secarik Luka [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang