42. Jadilah Rendy Seperti Dulu

3.6K 531 43
                                    

"Don't touch me!"

---000---

"Rendy!"

Vania berjalan di sepanjang koridor sambil terus meneriakan nama Rendy, namun tidak sederajat pun Rendy menolehkan kepalanya.

"Ren!"

Entah setan apa yang merasuki pikiran Rendy hingga membuatnya dalam sekejap mengatakan benci dan menjauhi Vania. Semalam sudah puluhan kali Vania menelfon Rendy tapi tidak Rendy jawab sekali pun. Bahkan sudah ratusan chat juga Vania kirim, alih-alih Rendy menjawab, di read pun tidak.

"Mesi lo pindah sini!"

Tanpa menjawab apa pun Mesi memindahkan tasnya ke belakang tempat duduk Vania dan Rendy menempati tempat duduk Mesi. Mereka bertukar tempat duduk.

"Gue punya salah apa sih sama lo Ren?"

Rendy menyumpalkan headset ke kupingnya kemudian mengeluarkan komik dari dalam tasnya dan fokus membacanya.

---000---

Selama pelajaran berlangsung Vania terus memandangi Rendy dari belakang. Rendy tampak serius mendengarkan materi yang dijelaskan Pak Narto. Beberapa kali Rendy bergerak-gerak membenarkan posisi duduknya, mencari posisi yang nyaman. Sesekali Rendy mengangguk-angguk dan membentur-benturkan pulpen ke dagu.

Sementara bagi Vania saat ini tidak ada materi yang berhasil nyangkut di otaknya. Bagaimana dia bisa memahami materi yang diterangkan Pak Narto jika pikiran dan hatinya hanya tertuju pada Rendy.

Bel istirahat mengakhiri jam pelajaran. Para murid di kelas sudah berjalan ke luar kelas menuju kantin.

Rendy merenggangkan otot-ototnya kemudian membereskan buku-bukunya.

"Mau nungguin dia yang nyamperin lo dulu?" Keyla menunjuk Rendy dengan dagunya.

Vania memandang Rendy yang masih membereskan buku-bukunya.

"Gih samperin..." Ucap Keyla lembut.

Keyla tetap bersikap seperti biasa pada Vania, meskipun Vania sudah tidak bisa lagi mempercayainya sepenuhnya.

Vania tahu kalau Rendy mencintainya. Bahkan para pembaca cerita ini pun juga tau kalau Rendy mencintainya. Ah! Bodohnya Vania karena tidak sadar hal itu sejak dulu. Vania baru sadar kalau dia mencintai Rendy setelah Rendy menjauhinya. Tapi ini masih belum terlambat. Sekarang saatnya Vania yang berjuang untuk mendapatkan hati Rendy. Vania yakin Rendy masih mencintainya karena perasaan cinta tidak bisa hilang dalam sekedipan mata saja.

Vania duduk di sebelah Rendy dengan menopangkan dagu sembari menatap intens kedua manik mata Rendy. Vania memberikan senyuman termanisnya.

"Upil..." Panggil Vania lembut seraya mengerjap ngerjapkan mata.

Rendy berdecak kesal. Dia menatap gadis di sampingnya dengan sorot mata tajam. "Ngapain lo di sini?"

"Ngapelin lo."

Vania menggeser duduknya semakin dekat hingga pahanya bersentuhan dengan paha Rendy meskipun bokongnya harus sedikit melayang akibat rongga dua kursi yang tidak dia pepetkan.

"Pergi sana!" Ucap Rendy sarkastis.

Vania menggeleng. Rendy mendorong lengan Vania hingga membuat posisi duduk gadis itu tergeser dan hampir terjungkal dari kursi.

"Gue benci sama lo!"

"Tapi gue cinta sama lo." Vania tersenyum manis.

Rendy membuang muka. "Boneka Santet, jauhin gue!"

"Upil, deketin gue!"

Tidak peduli seberapa keras Rendy mengatakan kebenciannya, Vania akan tetap meneriakan perasaan cintanya pada Rendy meskipun harus ribuan kali.

"Jauh-jauh dari gue!"

"Deket-deket sama gue!"

"Lupain gue!"

"Sayangin gue!"

"Lo budek! Gue itu benci sama lo! Gue minta sekarang lo jauhin gue, jangan ganggu gue lagi dan jangan muncul lagi di depan gue karena gue nggak mau liat wajah lo lagi! Jangan sebut-sebut nama gue lagi!"

"Udah ngomongnya?" Tangan Vania terangkat untuk mengacak rambut Rendy, tetapi belum sempat dia menyentuh puncak kepala Rendy, Rendy sudah menghindar dan menepis tangannya.

"Don't touch me!"

Mendengar Rendy berteriak seperti itu membuat Vania terkikik gemas.

Rendy meninggalkan Vania untuk mengisi perut di kantin, lama-lama pusing juga mengurusi gadis keras kepala itu.

Vania pindah tempat duduk ke sebelah Rendy. Vania menunggu kedatangan Rendy dari kantin dengan menopangkan dagu. Sudut-sudut bibir Vania tertarik membentuk senyuman tatkala Rendy masuk kelas dengan tawa renyahnya saat bercanda bersama Ahtar. Ahtar berbelok menuju tempat duduknya di meja pojok paling belakang.

"Ngapain lo di sini?"

"Mau ngapelin lo lagi hehehe."

"Duduk di tempat duduk lo!"

"Udah." Vania tersenyum manis.

Dahi Rendy berkerut, kemudian dia memijat keningnya setelah melihat tas gadis itu yang bersender manis di sebelah tasnya. Belum sempat Rendy menyuruh Vania pindah, Pak Narto sudah memasuki kelas untuk melanjutkan jam mengajarnya yang sempat terpotong istirahat, sehingga membuat Rendy mau tidak mau harus duduk di sebelah Vania.

Vania mengusap-usap kursi Rendy dan beberapa kali meniupnya. "Silahkan duduk sayang..."

Rendy duduk setelah sebelumnya berdecak dan menggeram kesal. Rendy menopang dagu dengan telapak tangan hingga membuat bibirnya juga tertutupi oleh jari jemarinya. Vania lihat pipi Rendy sedikit menggembung karena guratan senyum.

Vania mencolek lengan kanan Rendy. "Upil, kalau senyum jangan ditutupi, gue juga pengen liat senyum lo."

Sedari tadi Rendy diam saja, tidak berceletuk atau mengatakan apapun ketika Vania mengganggunya, bahkan membalas mengganggu Vania pun tidak. Padahal Vania sudah mengusiknya, Vania pepet-pepeti Rendy hingga membuat duduknya bergeser dan hampir terjungkal dari kursi, Vania tusuk-tusuk lengan kanan Rendy dengan ujung pulpen, Vania taruh debu hitam bekas rautan pensil di atas meja Rendy sampai membuat tangan Rendy menghitam karena tidak sengaja menyentuhnya. Vania melakukan semua itu semata-mata untuk mencari perhatian Rendy.

Tetapi Rendy mengabaikannya. Vania dari tadi berbicara padanya sampai mulutnya terasa pegal sendiri tetapi dia sama sekali tidak menanggapi. Bahkan menolehkan kepalanya pun tidak. Vania tidak ingin Rendy yang seperti ini. Vania ingin Rendy yang petakilan, cerewet, ceplas-ceplos, dan selalu bertingkah konyol.

CRUSH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang