tertawa.
Dia tertawa.
Kami tertawa.“Kamu tadi sedang sedih?”
“Karena kamu.” Jawabnya dengan malu-malu, dia sedikit menunduk, membuat helaian rambutnya berhamburan menutupi wajahnya.“Tunggu aku. Sebentar saja.”
Dia menatapku heran, namun tetap membiarkan aku pergi.“Ta-da!!”
Aku memetik bunga di halaman taman dan memberikannya pada Zian. Gadis itu melonjak senang, dan hampir saja memelukku, kami tertawa karena malu.
“Mau ke luar?” aku bertanya agar suasana tak jadi sepi lagi.
“Kita sudah di luar.”“Ah, benar juga. Maksudku, keluar seperti pergi ke Zona X, Atau pameran, atau MOX Bioskop, atau apapun, yang penting,”
Buru-buru dia memotong ucapanku. “Kencan?” lalu dia menutup mulutnya karena merasa terkejut.
Aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa gadis ini mengambil alih bagianku?
“Besok, Jam 8 pas, aku tunggu di Depan stasiun kereta Jkioek.”—
Namjoon Hyung menatap kami bergantian, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan yang amat menyakiti kami. Begitupun dengan Yoongi Hyung, Hoseok Hyung, Seokjin Hyung dan Jungkook, mereka duduk dalam diam namun mata mereka sudah cukup mengambarkan kegelisahan mereka.
Di sana aku hanya merasa sebagai orang yang benar-benar tak pantas ada disana, berada dalam zona nyaman sementara membiarkan Taehyung seorang diri mendapatkan luka lama yang tidak pernah ia bisa sembuhkan.
Akulah yang menyebabkan semua ini. Aku – YA! KAMU JIMIN!
“Mian. Ini semua karena aku.”
Mereka menatapku dengan kening berkerut, mereka memang sudah tahu wanita itu tapi mereka belum tahu cerita lengkapnya, bagaimana Taehyung dan Zian bertemu, asal-muasal masalah, sampai puncak masalah, dan luka yang selamanya tidak akan terobati yang diderita Taehyung.Dan aku memulai cerita masalalu kami. Semuanya. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ya, memang seharusnya tidak.
—
Taehyung meletakan sekotak bekal di atas meja belajarku, hari ini merupakan hari ke 5 selama kami menduduki kelas 11 dan Taehyung masih saja menghabiskan waktunya untuk bermain-main, terutama Karena tengah dimabuk cinta. Ya, mereka sudah 2 tahun berpacaran dan aku rasa ini adalah puncak dari puncak yang setiap hari mereka bangun, mereka jadi selalu terlihat menghabiskan waktu yang dulu adalah milikku.
Gadis itu, Zian, dia semakin menempel pada Taehyung selain karena sahabatku itu memiliki banyak pengemar perempuan – kebanyakan adalah kakak tingkat kami, karena sepertinya Zian memiliki masalah yang tidak dia bagi pada Taehyung, menurutku masalah itu menyangkut hubungan mereka.
Dan itu benar. Bahkan Taehyung sendiri belum menyadari hal itu.
“Zian memberikan ini untuk kamu, Jimin-ssi. Kau tidak ingin ikut kami ke café?”
Taehyung menarik kursi didepanku dan mendudukinya, dia mengambil roti dari tanganku dan memakannya.
“Tidak, Taehyung-ah. Aku ada pertemuan keluarga, kebetulan nenekku pulang dari Indonesia dan aku harus menjeput dibandara. Kalian pergi saja, lain kali aku akan ikut.”
“Nenek? Wah, salam yaa, aku kangen sekali. Nanti aku pergi yaa, tolong bilang pada nenekmu untuk memasakan ramen terbaiknya.”
Aku dan Taehyung larut dalam obrolan tentang nenekku, sampai ramen dan percakapan konyol lainnya. Kami benar-benar menghabiskan waktu yang terasa sangat singkat.
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonchild [COMPLETED]
FanfictionAku meletakan gangang telepon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa apa yang sedang terjadi pada mereka? Apa mereka putus? Tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.