01

9.2K 449 6
                                    

Saat pertemuan yang tak diinginkan, dan takdir mempertemukannya.
Prilly Ananda Frans
-ar-

-----

Seorang gadis terduduk ditepi ranjangnya, dia menundukkan kepalanya. Entah apa yang dia pikirkan, padahal hari ini adalah hari pernikahannya. Tapi terlihat sangat jelas, tidak ada raut wajah bahagia disana.

"Sayang, ayo kita kebawah!" ajak Geta yang tak lain adalah ibu dari gadis itu.

Dia menatap Geta, seperti menyalurkan rasanya saat ini. "Bersyukurlah sayang, jangan seperti ini. Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri, kamu tau dia melantunkannya dengan satu tarikan nafas. Mami yakin dia pria baik, Papimu tak akan salah memilih...."

"Prilly gak mau Mi, Prilly takut gak bisa jadi istri yang baik. Prilly gak bisa...." Lirihnya. Prilly Ananda Frans, begitulah nama panjangnya. Dia gadis yang cantik, anak tunggal dari keluarga Frans. Dia dijodohkan oleh Papinya dengan anak rekan kerjanya, Prilly tidak bisa menolak keinginan Papinya. Bahkan itu semua bukan keinginannya lagi, tapi seakan-akan itu adalah sebuah perintah yang tidak bisa dibantah. Lalu akhirnya, Prilly hanya menurutinya saja.

"Mami yakin kamu bisa sayang," ujar Geta meyakinkan putrinya.

Prilly mengangguk paham, "Iya Mi."

"Yaudah, ayo kita kebawah!" ajak Geta menuntun Prilly menuju ruang bawah.

Begitu anggun melihat Prilly memakai gaun pengantin yang cocok pada tubuh langsingnya, bahkan semua tamu seperti terpesona padanya. Dengan gaun berwarna putih tulang dengan dibaluti kristal swarovski dibagian penting gaun itu, sangat cocok saat kristal itu tertempel dibagian pinggangnya dan bertaburan dibagian kain yang melengkung menyembunyikan lengkukan kakinya. Sampai semua orang tak menyadari, Prilly sudah duduk disamping suaminya.

"Nona Prilly, anda bisa mencium tangan suamimu!" suruh penghulu memberitahu. Dengan ragu Prilly meraih tangan pria dihadapannya itu, yang tidak lain sekarang telah menjadi suaminya.

Lama Prilly mencium tangan suaminya, tidak terasa air matanya menetes begitu saja. Entah air mata apa itu, air mata kesedihankah? Atau air mata kebahagiaankah? Entahlah, hanya Prilly dan Tuhan yang tau. Tak beberapa lama, Pak penghulu juga menyuruh mempelai pria untuk mencium kening istrinya.

Semakin terdengar isak tangis Prilly oleh suaminya, bahkan entah apa yang harus suaminya lakukan saat ini.

Tidak terasa acara akad nikah Prilly selesai, dan berjalan dengan lancar. Sampai akhirnya mereka harus menunggu untuk melaksanakan resepsi pernikahannya pada malam hari, Prilly dan suaminya tengah beristirahat di kamarnya untuk nanti saat malam tiba.

"Kamu tidak ingin mandi?" tanya suami Prilly. Bukannya menjawab, Prilly malah semakin menundukkan kepalanya.

"Kenapa kamu diam?" tanyanya membuat Prilly menjadi lebih gugup. "Aku bingung harus manggil kamu apa."

"Panggil Ali saja!" suruhnya. Aliand Rama Fairuz, begitulah nama panjangnya. Pria tampan dengan sejuta pesonanya, anak kedua dari keluarga Fairuz. "Ali?"

Ali menganggukkan kepalanya, "saya tau kita belum saling mengenal, maka dari itu. Saya ingin kita berteman, agar kamu dan saya saling mengenal. Jadi panggil saja saya Ali!" jelasnya menatap istrinya yang masih menundukkan kepalanya.

All About Us (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang