Secret (15)

157 13 0
                                    

Vianisa:
Rasyaaaaaaaaaa
Vianisa:
Besok kan hari sabtu, sekolah kan libur anjay
Vianisa:
Terus kan gue ulangan fisikanya hari Senin
Vianisa:
Dan lo belum selesai ngajarin materinya dodol!

Rasya:
Waduh, gue lupa lo ulangannya Senin
Rasya:
Tapi ulangannya gampang kok, kelas gue udah kemarin

Vianisa:
Iya tau, yang pinter mah gampang_-
Vianisa:
Gue mah apa atuh

Rasya:
Wkwkwkwk
Rasya:
Lo besok ke cafenya namanya Shila kan?
Rasya:
Besok gue ke sana deh, sekalian main sama Shila. Jangan lupa bawa buku fisika

Vianisa:
Yaah, besok kan hari Sabtu. Masa libur libur masih belajar sih :(

Rasya:
Ya udah kalo kagak mau
Rasya:
Jangan salahin gue kalo nilai lo jelek lagi

Vianisa:
Iya deh, iya
Vianisa:
Tapi awas, kalo lo lupa lagi!
Vianisa:
Gue santet lo!

Rasya:
Orang ganteng kayak gue mah bebas santet wkwkwkkw

Vianisa:
-_-

Rasya terkekeh membaca balasan chat-nya dengan Nisa. Yah, walupun balasan terakhirnya hanya berupa garis-garis yang melambangkan raut datar.

"Lo udah gila, Bang?" Adik laki-lakinya datang dan duduk di sofa sebelahnya sambil mengerutkan kening heran.

"Hah, apa?"  Rasya menoleh dengan raut bodohnya.

Rafa—adik laki-lakinya—mengambil remote yang tergeletak pada meja di hadapan mereka dan menjawab asal. "Enggak. Gue tadi bilang gue ganteng."

Rasya menoyor kening adiknya. "Gantengan gue, dasar kecebong laut."

"Iye, serah lu, kepompong rawa-rawa."

Entah mengapa Rasya malah tertawa lebar mendengar celetukan adiknya. Mungkin pengaruh Nisa terhadap dirinya terlalu besar sehingga membuatnya nampak seperti orang kehilangan akal.

Rafa menatapnya ngeri bagai melihat seorang psikopat yang baru saja kabur dari rumah sakit jiwa.

"Beneran gila nih orang," gumamya ngeri. Ia pun memilih untuk mengganti saluran televisi dari pada menghiraukan tingkah aneh kakaknya.

⭐⭐⭐

Bel kecil di atas pintu kaca berdentang kecil saat Nisa melangkahkan kakinya memasuki kafe bernuansa coklat yang nyaman.


"KAK NISAAAAA!" seruan seorang gadis kecil di dekat jendela terdengar sesaat setelah ia mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe

Nisa mengarahkan pandangannya ke asal suara. Ia tersenyum mendapati Shila sedang duduk dipangkuan Rasya dengan es krim yang tersebar tak beraturan di sekitar bibir mungilnya.

Sejak pertemuan mereka pertama kali beberapa minggu yang lalu, Shila dan Rasya sudah menjadi akrab. Shila menyukai Rasya karena dia selalu membelanya saat Nisa meledeknya.

"Ih, Shila malu-maluin. Masa udah gede makan es krim belepotan mulu." Nisa terkekeh di akhir kalimatnya.

Shila mengerucutkan bibir mungilnya yang terlihat menggemaskan. "Bialin, Shila kan belum gede."

Lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah Rasya. "Tuh liat, Shila gak bohong 'kan kalo Kak Nisa nakal." Telunjuknya mengarah kepada Nisa.

Rasya tertawa melihat tingkah Shila. "Iya iya, kakak juga tau kalo Kak Nisa nakal."

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang