Nisa berjalan dengan santai menuju panggung kecil yang berada di cafe tantenya itu. Saat sampai di samping panggung tersebut, Nisa terlihat sedang berbincang dengan seorang wanita yang mengenakan dress biru navy selutut, yang terlihat berumur sekitar 20 tahunan.
Setelah sedikit berbincang, entah sedang membicarakan apa. Nisa dan wanita tersebut naik ke atas panggung.
Nisa duduk dibelakang grand piano hitam milik tantenya yang berada di atas panggung cafe tersebut.
Sedangkan wanita yang mengenakan dress biru navy tadi duduk di kursi, yang di depannya telah terdapat microphone.
"Halo semuanya, para remaja yang cecan dan cogan. Yang lagi rame rame, berdua sama pacarnya, maupun yang jomblo, sendirian, gak ada pasangan." Wanita tersebut menyapa para pengunjung cafe, yang diakhiri cengiran di bibirnya.
"Saya Reva, umur 21 tahun, lagi kuliah semester 6, status single, dan bukan jomblo." Reva melanjutkan dengan suaranya yang terdengar ceria, membuat beberapa pengunjung cafe terkekeh.
"Disini saya akan menyanyikan sebuah lagu berjudul simfoni hitam, milik Sherina Munaf. Dengan didampingi cewek cantik yang duduk disebelah sana," ujarnya, menunjuk Nisa dengan telapak tangannya. Dan Nisa hanya tersenyum tipis.
"Yang mau kenalan, nanti kenalan sendiri ya. Oke langsung saja kita mulai."
Nisa mulai memainkan intro lagu simfoni hitam, dengan tenang menekan jejeran hitam putih di hadapannya.
Tak lama kemudian, suara lembut milik Reva mulai mengalun indah di seluruh penjuru cafe, wanita tersebut menyanyikannya dengan penuh penghayatan. Seolah merasakan setiap emosi dalam setiap kata yang tercantum dalam lirik lagu tersebut. Merebut seluruh perhatian dari penghuni cafe, kecuali seorang pemuda.
Disaat semua orang terlena dengan suara merdu milik Reva. Berbeda halnya dengan Rasya, pandangan matanya tak dapat teralihkan sedikit pun dari gadis cantik berambut hitam yang sedang terfokus dengan grand pianonya.
Perhatiannya tertuju sepenuhnya pada Nisa, dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya, yang dapat membuat para wanita meleleh dengan senyum indahnya.
Rasya baru tahu, bahwa Nisa bisa bermain piano. Dan permainan Nisa menjadi daya tarik tersendiri bagi dirinya.
Mungkin, suara Reva lebih menarik daripada permainan piano Nisa. Tapi tetap saja, bagi Rasya permainan Nisa lebih memesona dari apapun saat ini. Terdengar berlebihan memang, namun begitulah kenyataannya.
Lagu pun selesai, begitu pula dengan permainan Nisa. Nisa mendongakkan kepalanya saat nada terakhir selesai dimainkannya.
Iris hitamnya langsung bertabrakan dengan iris coklat Rasya. Di bibir Rasya masih tersungging senyum manisnya. Nisa pun membalas senyumannya.
Namun, sedetik kemudian wajahnya menunduk, menyembunyikan rona merah yang menjalar di pipinya,saat menyadari sedari tadi Rasya memperhatikannya.
Riuh tepuk tangan yang menggema di seluruh cafe menyadarkannya. Nisa mendongak dan segera turun dari panggung setelah melempar senyumnya pada para pengunjung cafe.
"Lo keren," puji Rasya sesaat setelah Nisa duduk dihadapannya.
"Makasih, lo juga keren kalau lagi main basket." Ups, keceplosan.
Nisa meringis menyadari apa yang baru saja terlontar dari mulutnya.
Rasya terkekeh geli, "ternyata, lo sering merhatiin gue ya?"
'Ya, iya lah. Gue kan suka sama lo' dan, tentu saja Nisa hanya mengucapkan hal tersebut dalam batinnya.
"Enggaklah, semua orang juga tau kali kalau lo keren kalau lagi main basket," Elaknya.
"Iya deh, makasih."
'Pede amat sih lo, dia juga gak mungkin merhatiin lo kali' kali ini batin Rasya yang berbicara.
"Kalau di pikir pikir. Kita aneh gak sih? kita sering di lingkungan yang sama, tapi kita gak saling kenal satu sama lain," lanjutnya.
"Gak juga, kan kita juga gak mungkin kenal sama semua orang yang ada di sekolah." Nisa menjawab dengan polosnya.
"Maksud gue bukan itu, ya kali kita kenal sama semua penghuni sekolah. Maksud gue kita kan sering ada di satu lapangan yang sama, dan jadwal eskul kita juga hampir selalu bareng."
Nisa terlihat berpikir. "Iya, juga ya."
Lalu mereka berdua tertawa. Entah menertawakan fakta tersebut, atau fakta bahwa mereka menyukai orang yang sama sekali tak mengenal mereka. Tapi, mereka tak salah bukan? Oh, ayolah. Menyukai seseorang itu bukan kesalahan tak peduli siapa orang tersebut.
"Ekhem," Shila berdeham dengan suara lucunya.
Membuat dua orang remaja tersebut mengalihkan perhatiannya pada Shila yang baru saja selesai menakan es krimnya yang ketiga.
"Shila ke mama aja deh, dali tadi di cuekkin mulu sama kalian," lanjutnya, kemudian turun dari pangkuan Rasya dan berlari menuju Shinta yang baru keluar dari dapur cafe.
Mereka berdua terkekeh geli melihat kelakuan Shila.
"Eh, Nis. Nama lo Vianisa bukan sih?" Rasya bertanya tiba tiba.
Nisa sedikit terkejut, "Kok lo tahu? Lo nge stalk gue ya?" Tuduhnya, sambil menunjuk wajah Rasya dengan mata sedikit menyipit.
Rasya menggaruk tengkuknya, gugup. Karena tidak sepenuhnya ucapan Nisa salah.
"Enggak, soalnya waktu itu pas gue lewat kelas lo, gue denger temen temen sekelas lo lagi neriakin nama lo, dan kedengeran sampai luar. Waktu itu kan gue gak tau nama lo," ucapnya tidak sepenuhnya berbohong.
Nisa ber oh ria, "Iya, waktu itu gue hampir telat. Dan pas masuk gue ngagetin temen-temen gue yang lagi ngerjain PR." Jeda sejenak, Nisa terkekeh mengingat kekesalan teman-temannya saat itu.
"Terus mereka kesel, dan neriakin nama gue deh," lanjutnya sambil nyengir.
"Emang, kenapa bisa telat?"
"Biasa, telat bangun. Tapi kan hampir telat, bukan udah telat"
"Ya deh terserah lo" Rasya terkekeh.
"Btw, kan nama lo Vianisa. Jadi, gue boleh gak kalau gue manggil lo Via?"
Nisa tersenyum miris mendengarnya, satu nama terlintas di benaknya. Nama seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya.
'Via, ya?' Batinnya.
"Boleh kok, apa sih yang enggak buat lo?" Nisa sedikit bercanda, berusaha menghilangkan kesedihan yang seketika hadir saat nama Via kembali terucap.
Rasya tersenyum, tak menyadari sedikitpun perubahan emosi dari gadis dihadapannya.
Detik berganti menit,
menit berganti jam, waktu terus berjalan tanpa henti. Tak peduli apapun yang sedang terjadi di dunia ini. Hari berganti sore, semuanya terasa begitu cepat.Obrolan mereka mengalir begitu saja, dengan canda dan tawa yang mengiringinya. Rasa hangat dan nyaman menelusup dalam hati mereka berdua. Bahagia yang tak dapat terucap oleh kata.
Beberapa hari yang lalu mereka terasa sangat jauh, terasa sangat sulit untuk menggapai satu sama lain. Namun, dengan apa yang terjadi beberapa jam terakhir. Semuanya berubah. Mereka terasa dekat, tepat di depan mata.
Beberapa jam yang mengubah segalanya. Beberapa jam yang sangat berharga bagi mereka. Beberapa jam yang tak pernah mereka duga akan ada sebelumnya. Beberapa jam yang mengubah status mereka dari yang sebelumnya tak saling mengenal, menjadi seorang teman.
Atau mungkin, seiring berjalannya waktu, mereka bisa lebih dari teman? Who knows?
Dan, karena beberapa jam itu pula. Mereka dapat mengetahui warna bola mata dari seseorang yang mereka sukai.
Dan ya, kalimat 'aku menyukai seseorang yang tak kuketahui warna bola matanya' berlaku untuk mereka berdua.
A/N
Umm...
Ini cerita kuhapus boleh ndak? Oke fix gak ada yang ngelarang aku ngehapus ini
Sekian, bye.
P.s: sorry for typo(s)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Roman pour AdolescentsAku mengagumimu dalam diam, menyukaimu dalam diam, mencintaimu dalam diam, dan merasakan sakit dalam diam pula. -Secret Admirer Kisah dua orang yang saling menyukai atau mungkin mencintai? Namun saat ini keduanya tak saling mengenal, apalagi menget...