Baru aku kembali ke kelas, Pak Bonang mencegahku dan menyuruhku langsung ke aula untuk rapat bersama teman-teman yang lain juga. Evan juga sudah berada di aula.
Rapat ini didatangi oleh para panita pentas seni yang merupakan anak-anak kelas 12 yang di anggap berprestasi. Alasannya agar tidak mempengaruhi akademik di kelas.
Aku sendiri terlibat karena Evan yang mengusulkan, di tambah lagi Pak Rowi yang ternyata penanggung jawab acara ini menyetujui usulan Evan. Aku heran ketika Evan bilang Pak Rowi menyetujui usulan Evan. Aku kira beliau akan membenciku setelah pertemuan pertama kami yang cukup menegangkan.
"Kamu sakit apa?" bisik Evan ditengah-tengah rapat.
"Sakit jiwa!" dia hampir tertawa, tapi aku berhasil membungkamnya dengan tanganku. Aku mendelik, "Jangan berisik!" bisikku. Suasana Rapat memang sedang serius.
Dia mengangguk dan kami kembali fokus dengan rapat.
Seharian ini kita rapat dan meninggalkan pelajaran di kelas. Banyak hal yang kami bahas. Saking banyaknya kami baru saja pulang selepas maghrib. Evan mengantarku pulang, dia merasa bertanggung jawab karena sudah membuatku terlibat.
Kemal berada di depan rumah ketika aku tiba. Sepertinya dia sengaja menungguku.
Evan segera bergegas setelah melempar salam pada Kemal. Aku melambaikan tangan pada Evan yang mulai menjauh.
Aku ingin segera masuk, aku sangat lelah. Lelah pikiran, lelah batin, lelah pula fisikku.
Kemal memalangkan tangannya di depan pintu menahanku untuk masuk. "Kamu masih marah?" tanyanya merasa bersalah.
Aku menghela napas panjang. "Aku lagi capek! Mau istirahat!"
Kemal menyikirkan tangannya.
Perasaanku masih tak karuan. Aku belum bisa bicara dengannya saat ini.
Begitu pula tiga bulan ini. Aku sibuk dengan persiapan pentas seni. Setiap hari aku berangkat lebih awal dari Kemal dan Cheli, dan pulang lebih larut dari mereka berdua. Di kelas aku sudah tidak sebangku lagi dengan Kemal. Aku bertukar tempat dengan Farel, teman sebangku Evan.
Aku semakin jauh dari Kemal, dan justru semakin dekat dengan Evan. Bagaimana tidak? Hampir sepanjang hari aku bersama Evan. Dia menjemputku setiap pagi, dan mengantarku pulang. Di kelaspun kami sebangku, karena dengan begitu kami bisa bekerja sama menyelesaikan tugas sebelum waktunya, agar tidak keteteran dengan kegiatan kami yang super padat.
Kuperhatikan sepertinya Kemal semakin dekat dengan Cheli. Aku juga tidak terlalu tahu bagaimana prosesnya. Maklum saja, aku jarang berada di rumah. Rumah sudah seperti dermaga bagiku. Singgah senjenak, lalu berlayar lagi.
Walaupun sibuk, aku dan Julian masih baik-baik saja. Setiap hari kami tetap bertukar kabar. Dan dua minggu sekali kami menghabiskan waktu bersama.
Memang dia sempat cemburu, karena aku sering bersama Evan. Tapi atas dasar percayanya padaku, dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Itu membuatku semakin menyayangi cowok menyebalkan yang satu ini.
Tak seperti Kemal, yang begitu mudah kehilangan percayanya. Apakah waktu yang kami lalui bersama selama ini tidaklah cukup? Apakah dia tetap tidak bisa mengerti aku? Aku adiknya! Aku yang selama ini bersamanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold
General FictionBukan tentang sahabat ataupun kekasih, hanya sebuah kisah tentang kebencian yang dibalut kehangatan kasih sayang